Persepsi Masyarakat terhadap Mitra Kerjasama atau Investor
73
disingkat dengan RKU maupun Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada HTR RKTUPHHK-HTR untuk selanjutnya cukup
disingkat degan RKT. Setiap pemegang ijin HTR nantinya akan mendapatkan kemudahan memperoleh pinjaman dana dari pemerintah untuk mengelola
lahannya. Untuk mendapatkan pinjaman tersebut, masyarakat diwajibkan membuat RKU dan RKT sebagai salah satu persyaratannya Peraturan Kepala
Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Nomor P.02Pusat P2H-12008 tentang Pedoman Penyusunan Proposal Permohonan Pinjaman Dana Bergulir Untuk
Usaha Pembangunan Hutan Tanaman Pasal 2 Lampiran 1. Penyusunan RKU dan RKT ini difasilitasi oleh Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi
BP2HP Wilayah IV Jambi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62Menhut- II2008 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan
Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat Pasal 7 ayat 1 dan pasal 14 ayat 1
Sebanyak 58,02 dari seluruh responden memiliki tingkat persepsi yang rendah terhadap ketentuan ini Tabel 34. Rendahnya persepsi responden
terhadap ketentuan hak dan kewajiban menunjukkan bahwa pelaksanaan HTR baru sebatas pada kegiatan pemberian ijin dan penataan kawasan hutan. Kegiatan
setelah ijin diberikan belum terlaksana dengan baik karena ketidaktahuan masyarakat dan ketidaksiapan institusi pendukungnya.
Tabel 34 Persepsi responden terhadap ketentuan hak dan kewajiban
Kriteria Desa
Total Seko Besar
Lamban Sigatal Taman Bandung
n n
n n
Tinggi
2 7,41
8 32,00
10 34,48
20 24,69
Sedang
8 29,63
3 12,00
3 10,34
14 17,28
Rendah
17 62,96
14 56,00
16 55,17
47 58,02
Proses pelaksanaan kegiatan HTR tidak sesuai dengan harapan responden. Persoalan dasarnya terletak pada ketidaktahuan responden terhadap cara
penyusunan RKU dan RKT karena proses fasilitasi tidak berjalan baik. Keterbatasan SDM dituding sebagai penyebab tidak berjalannya proses tersebut di
BP2HP. Alasan lainnya adalah karena responden tidak terbiasa dengan budidaya
tanaman khususnya tanaman hutan sehingga tahapan kegiatan yang harus dibuat
74 dalam rencana kerja tersebut dirasa memberatkan. Tahapan kegiatan yang harus
direncanakan didasarkan pada sistem silvikultur hutan tanaman mulai dari inventarisasi tegakan, penyiapan lahan tanpa pembakaran, pengadaan benih dan
bibit, penanaman, pemeliharaan pemupukan, penyulaman, pendangiran, pengendalian gulma, dan pemangkasan cabang, perlindungan hama dan penyakit,
serta rencana pemanenan. Hal ini terasa menyulitkan karena mereka terbiasa dengan sistem perladangan berpindah bukan sistem budidaya menetap. Tanpa
adanya pendampingan yang intensif penyusunan RKU dan RKT akan sulit dilakukan. Kalaupun sudah tersusun, belum tentu rencana tersebut dapat
terlaksana dengan baik. Kendala lain yang diduga dihadapi dalam penyusunan RKU dan RKT
adalah karena dalam rencana tersebut lahan HTR diberlakukan sebagai blok satuan pengelolaan seperti pada HTI. Padahal blok dalam HTR dimiliki oleh
beberapa pemegang ijin yang walaupun dipaksa bergabung menjadi satu kelompok kelompok tani HTR tetap memiliki keputusan pengelolaan yang
berbeda-beda. Belum lagi kelembagaan kelompok tani yang belum berjalan baik dan baru dibentuk sebatas untuk keperluan pengurusan administrasi dan bukan
untuk keperluan pengelolaan. Bahkan di lapangan, areal satu kelompok tani tersebut belum tentu memiliki kondisi yang sama mengingat biasanya mereka
melakukan sistem perladangan berpindah dengan membuka lahan secara bertahap seluas 1-2 ha per tahun.