45
Anthocephalus chinensis, mahang Macaranga sp., sekubung Macaranga gigantea dan lain-lain. Sebagian masyarakat telah menanami lahan tersebut
dengan pohon karet yang masih muda umurnya.
4.1.5 Pemanfaatan Kawasan
Sebagian masyarakat desa sekitar kawasan hutan sudah memanfaatkan hutan untuk aktivitas perladangan dan perkebunan. Beberapa komoditi yang diusahakan
dalam memanfaatkan kawasan hutan antara lain padi, karet, kelapa sawit. Di samping itu warga juga memanfaatkan hasil hutan lainnya berupa kayu, rotan, dan
jernang. Jernang Daemonorops sp. merupakan rotan penghasil getah. Selain produk berupa batang, buah jernang dari lebih kurang 10 jenis genus
Daemonorops dalam bentuk getah telah sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan. Saat ini jernang mendapat perhatian dari dunia
kedokteran modern. Beberapa komponen kimia yang terkandung di dalam getah jernang, dapat digunakan sebagai bahan pewarna dalam industri marmer, porselin,
pewarna kain dan berbagai jenis ornamen. Sejalan dengan perkembangan industri obat alami herbal yang diminati oleh dunia pengobatan, jernang antara lain dapat
dijadikan sebagai bahan obat pendarahan blooding, operasi dalam, liver, hepatitis, dan lain-lain. Beberapa desa di sekitar areal HTR terutama Desa
Lamban Sigatal sudah mulai mengembangkan budidaya jernang sebagai sumber pendapatan baru bagi rumah tangga dengan memanfaatkan suplai benih dari
kawasan hutan.
4.2. Kondisi Sosial dan Ekonomi Desa-Desa Sekitar Kawasan HTR
Desa-desa yang terletak di sekitar kawasan areal pencadangan HTR berjumlah sekitar 11 desa, antara lain :
a. Kecamatan Sarolangun terdiri dari 1 desa yaitu Desa Ladang Panjang. b. Kecamatan Pauh terdiri dari 7 desa yaitu Desa Lubuk Napal, Desa Sepintun,
Desa Lamban Sigatal, Desa Karang Mendapo, Desa Seko Besar, Desa Taman Bandung, dan Desa Pengidaran.
c. Kecamatan Mandiangin terdiri dari 3 desa yaitu Desa Pemusiran, Desa Mandiangin Pasar, dan Desa Rangkiling Simpang.
46 Desa yang dipilih sebagai contoh dalam penelitian ini adalah Desa Taman
Bandung, Desa Lamban Sigatal dan Desa Seko Besar yang semuanya berada di Kecamatan Pauh. Pemilihan desa ini didasarkan pada kedekatan jarak dengan
areal pencadangan HTR dan kesesuaian dengan program pengembangan HTR yang dilakukan oleh Disbunhut Sarolangun. Selanjutnya gambaran kondisi sosial
ekonomi akan difokuskan pada ketiga desa tersebut. Dua dari tiga desa yang terpilih tersebut merupakan Unit Pemukiman
Transmigrasi UPT yaitu UPT Lubuk Napal 1 yang berada di Desa Seko Besar dan UPT Lubuk Napal 2 yang berada di Desa Taman Bandung. Adapun Desa
Lamban Sigatal adalah desa asli yang berkembang sejak jaman penjajahan Belanda.
Pada awalnya, masyarakat yang menetap di desa-desa tersebut adalah masyarakat melayu yang berasal dari daerah Sepintun, Desa Sungai Manau dan
masyarakat sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat. Namun kemudian banyak masyarakat yang menjual lahan dan rumahnya kepada pendatang baik yang
berasal dari pulau Jawa maupun Sumatera, sehingga masyarakat yang ada di desa- desa tersebut saat ini merupakan masyarakat campuran dari suku Batak, Melayu,
Sunda, Minang dan Jawa.
4.2.1. Penduduk
Penduduk desa-desa sekitar areal kerja HTR umumnya memiliki jumlah di atas 1.000 jiwa. Desa yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Desa Seko
Besar yang berjumlah 1.349 jiwa dan desa yang berpenduduk paling sedikit adalah Desa Lamban Sigatal yang penduduknya berjumlah 1.040 jiwa. Secara
rinci, jumlah penduduk desa-desa di sekitar wilayah kerja HTR diperlihatkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Jumlah penduduk masing-masing desa di lokasi penelitian
No Desa
Jumlah Penduduk jiwa Laki-laki
Perempuan Jumlah
1 Seko Besar
655 694
1.349 2
Lamban Sigatal 535
505 1.040
3 Taman Bandung
566 532
1.098
47
4.2.2. Pendidikan
Sarana pendidikan belum tersebar secara merata pada desa-desa di sekitar areal kerja HTR terutama untuk fasilitas jenjang pendidikan SLTP dan SLTA
yang hanya terdapat Desa Seko Besar. Selebihnya di lokasi penelitian hanya terdapat fasilitas pendidikan hingga SD seperti diperlihatkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Fasilitas pendidikan di desa-desa lokasi penelitian No
Desa Bangunan Sekolah
TK SD
SLTP SLTA
1 Seko Besar
1 1
1 1
2 Lamban Sigatal
1 1
- -
3 Taman Bandung
1 1
- -
Meskipun secara jarak antar desa tidak tergolong jauh, namun kondisi jalan yang buruk terutama pada saat musim penghujan merupakan kendala bagi anak-
anak untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi di desa lain. Karena keterbatasan fasilitas yang ada, hanya masyarakat dengan penghasilan berlebih
saja yang mampu mengirimkan anaknya bersekolah ke ibukota kecamatan atau kabupaten.
4.2.3. Kesehatan
Sarana kesehatan yang umumnya terdapat di desa-desa sekitar areal kerja HTR meliputi Puskesmas pembantu dan Posyandu, sedangkan Puskesmas hanya
terdapat di dua desa yaitu Desa Ladang Panjang dan Desa Mandiangin Pasar yang berada di kecamatan lain. Keterbatasan jumlah Puskesmas ini juga merupakan
salah satu kendala yang dihadapi masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan terutama pada saat musim penghujan dimana jalan penghubung antar
desa sangat sulit dilalui sementara Puskesmas pembantu yang berada di desa memiliki banyak keterbatasan baik tenaga medis maupun fasilitas. Jumlah fasilitas
kesehatan berupa bangunan Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu, dan klinik KB yang terdapat di lokasi penelitian diperlihatkan pada Tabel 10.
48 Tabel 10
Fasilitas kesehatan di desa-desa lokasi penelitian No
Desa Fasilitas Kesehatan
Puskesmas Puskesmas
pembantu Posyandu
Klinik KB 1
Seko Besar -
1 1
- 2
Lamban Sigatal -
1 1
- 3
Taman Bandung -
1 1
-
4.2.4 Aksesibilitas
Lokasi pencadangan areal HTR dapat dicapai melalui simpang Pitco Kecamatan Pauh yang berjarak 45 km dari ibukota Sarolangun. Jarak tersebut
dapat ditempuh selama 3 jam menggunakan kendaraan roda dua atau empat. Dari simpang Pitco ke lokasi areal HTR dapat ditempuh selama 1,5 jam pada musim
kemarau. Akses jalan menuju lokasi penelitian sebagian besar merupakan jalan
berbatu dan tanah. Buruknya infrastruktur transportasi ini menyebabkan aksesibilitas dari dan ke desa sangat terbatas. Pada musim hujan diperlukan waktu
tempuh 4-6 jam menuju ke lokasi dari ibukota Kecamatan Pauh. Sarana transportasi berupa kendaraan umum roda empat hanya beroperasi pada musim
kemarau. Pada musim hujan, akses menuju desa terbatas pada kendaraan umum roda dua ojek. Jarak setiap desa di lokasi penelitian terhadap ibukota kecamatan
dan kabupaten dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jarak desa-desa di lokasi penelitian
No Desa
Jarak terhadap ibukota kecamatan km
Jarak terhadap ibukota kabupaten km
1 Seko Besar
30 54
2 Lamban Sigatal
26 50
3 Taman Bandung
34 57
Sarana komunikasi masih sangat terbatas. Belum ada jaringan telepon tetap fix phone di desa. Adapun jaringan telepon selular hanya dapat
menjangkau titik-titik tertentu. Kondisi ini sangat menyulitkan penduduk desa untuk mendapat informasi ataupun sebaliknya dengan cepat.
4.2.5 Sumber Air Bersih
Sumber air bersih untuk keperluan memasak dan MCK diakses warga dari sumur galian yang umumnya terdapat di sekitar tempat tinggal dan sebagian
warga mengakses air bersih dari sungai yang ada di sekitar pemukiman. Di
49
samping itu warga juga memanfaatkan air hujan sebagai sumber air bersih dengan cara membuat penampungan dengan memanfaatkan drum-drum bekas. Pada saat
musim kemarau tiba warga biasanya mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersih karena sumur mengalami kekeringan dan sungai-sungai yang
debit sirnya memang kecil juga tidak mampu menopang kebutuhan air bersih bagi warga.
4.2.6 Sarana Keagamaan
Mayoritas penduduk desa-desa yang berada di sekitar kawasan pencadangan HTR umumnya memeluk agama Islam dan hanya sebagian kecil yang memeluk
agama lain. Kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pengajian merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan secara berkelompok melalui kelompok yasinan. Di desa-
juga sudah ada beberapa sarana peribadatan yang tersedia seperti mesjid dan surau untuk menunjang kegiatan keagamaan warga seperti terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sarana peribadatan di desa-desa lokasi penelitian No
Desa Mesjid
Surau Gereja
Katolik Gereja Protestan
1 Seko Besar
2 2
- -
2 Lamban Sigatal
1 1
- -
3 Taman Bandung
2 1
- -
4.2.7 Kepemimpinan Desa
Secara formal, desa-desa di sekitar kawasan pencadangan HTR dipimpin oleh pemerintahan desa yang meliputi pemerintah desa dan Badan Perwakilan
Desa BPD. Pemerintah desa beserta perangkat-perangkatnya lebih dominan menjalankan fungsi administratif yaitu memberikan pelayananan kepada warga
khususnya yang berkaitan dengan masalah-masalah administrasi. BPD sesuai dengan arahan UU No. 32 Tahun 2004 lebih berfungsi sebagai wadah aspiratif
bagi warga desa yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi warga yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pemerintah desa dan pembangunan desa.
Di samping itu, di desa juga terdapat kepemimpinan informal yang memiliki pengaruh besar dalam menggerakkan aktivitas warga. Kepemimpinan informal ini
umumnya terdiri dari mantan perangkat desa, pemuka agama, dan golongan kaya di tingkat lokal.
50
4.2.8 Sumber-Sumber Penghidupan
Sumber penghidupan utama warga di desa-desa sekitar pencadangan HTR umumnya dari aktivitas pertanian tanaman pangan perladangan dan perkebunan.
Komoditi pangan yang umum dikelola warga adalah padi dan tanaman semusim lainnya. Aktivitas pertanian tanaman pangan dilakukan melalui sistem
perladangan yang sebagian besar dilakukan dalam kawasan hutan. Kendatipun demikian, hasil dari aktivitas perladangan bukanlah merupakan sumber utama
penghidupan keluarga karena hasilnya tidak cukup untuk diandalkan. Sumber penghidupan utama keluarga lebih dominan dipenuhi dari aktivitas perkebunan
dengan mengusahakan komoditi karet. Karet memiliki arti penting bagi warga karena di samping sebagai sumber penghidupan utama, karet juga dipandang
sebagai jaminan hidup. Artinya, warga akan merasa aman jika memiliki kebun karet karena karet bisa memberikan hasil secara terus-menerus dalam jangka
panjang. Bagi warga yang tidak memiliki kebun karet, mereka dapat menyadap kebun orang lain dengan sistem bagi hasil. Lateks hasil sadapan umumnya
dipasarkan di dalam desa melalui pedagang pengumpul yang ada di desa. Dari seluruh responden penelitian, 85,14 memiliki pekerjaan utama
sebagai petani karet, 7,41 sebagai buruh tani karet, 3,70 sebagai pegawai negeri, serta sebagai guru, pedagang dan wiraswasta masing-masing sebesar
1,23. Responden yang pekerjaan utamanya bukan petani tetap memilih petani karet atau buruh karet sebagai pekerjaan sampingannya.
4.2.9 Penguasaan lahan
Untuk desa transmigrasi setiap KK mendapat 1 Ha tanah, dimana 0,25 Ha untuk rumah dan pekarangan dan 0,75 Ha untuk lahan usaha yang berada di
belakang rumah. Hak kepemilikan tanah yang berasal dari Pemerintah tersebut telah memiliki sertifikat hak milik.
Sepanjang informasi yang diperoleh, pola penguasaan lahan yang ada di desa-desa sekitar kawasan pencadangan HTR hanya terdiri dari penguasaan secara
individual. Meskipun dulu terdapat wilayah tertentu yang diklaim sebagai tanah komunal namun wilayah dimaksud sudah terbagi-bagi menjadi lahan-lahan dalam
penguasaan individual. Penguasaan lahan secara individual tidak hanya dijumpai
51
dalam wilayah desa namun juga sudah mencakup di kawasan hutan pencadangan HTR. Bahkan menurut keterangan warga, sekitar 90 dari kawasan pencadangan
HTR sudah menjadi lahan-lahan dalam penguasaan masyarakat yang berupa kebun, ladang, dan semak-belukar. Sebagian warga juga sudah ada yang
memperjualbelikan lahan-lahan dalam areal pencadangan HTR yang menjadi penguasaannya kepada para pendatang yang umumnya berasal dari Propinsi
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. Lahan yang berasal dari hutan yang dibuka masyarakat dan dijadikan kebun karet belum memiliki sertifikat hak
milik. Meskipun tanpa hak milik, kepemilikan kebun tersebut tidak menjadi konflik antar masyarakat karena kepemilikannya diakui oleh masyarakat.
Hal ini merupakan salah satu tantangan dalam pengelolaan HTR yang mesti diselesaikan secara hati-hati agar tidak menimbulkan konflik. Karena tidak adanya
data yang pasti mengenai luas areal yang telah dikuasai secara individual maka perlu dilakukan inventarisasi terhadap areal dalam kawasan pencadangan HTR
yang telah dikuasai secara individual oleh warga desa sekitar.
4.2.10 Pola Usaha Tani
Pola usaha tani sebagai sektor perekonomian di desa-desa sekitar areal pencadangan HTR dicirikan oleh pola pertanian tradisional yang sangat
dipengaruhi oleh perubahan musim. Usaha tani yang menjadi aktivitas perekonomian utama penduduk adalah usaha tani ladang atau kebun campuran
dengan komoditi utama karet. Kegiatan berladang dimulai kira-kira 1 – 2 bulan sebelum musim hujan tiba.
Pengerjaannya umumnya dilakukan oleh masing-masing kepala keluarga dibantu oleh anggota keluarganya. Tahapan awal dari kegiatan ini adalah pembukaan
hutan dengan melakukan pembersihan lahan dari kayu dan ranting kemudian dibakar. Kegiatan pembukaan hutan rata-rata memerlukan waktu 2 minggu
hingga 1 bulan. Dalam kegiatan penanaman umumnya belum dikenal pengaturan jarak
tanam, pengolahan tanah, penggunaan bibit unggul dan pemupukan. Benih tanaman umunya berasal dari hasil panen tahun sebelumnya atau dari anakan
alami. Luas ladang yang dapat dibuka oleh satu kepala keluarga berkisar antara