Tingkat Pendidikan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat

61 kemudahan dalam penyusunan RKU dan RKT. Penjelasan untuk setiap indikator variabel persepsi diuraikan pada subbab-subbab berikut. 5.2.1 Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat HTR Perkembangan kegiatan HTR di lokasi penelitian sebagian besar baru memasuki tahap awal sehingga manfaat yang dimaksud dalam penelitian ini lebih ditujukan pada harapan atau ekpektasi masyarakat dengan mengikuti program HTR. Namun demikian manfaat yang saat ini sudah dirasakan oleh masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan ini adalah mengenai kepastian status lahan yang mereka miliki. Sebagian besar dari mereka kebanyakan mengokupasi lahan hutan dan tidak memiliki legalitas di mata hukum untuk mengelola lahan tersebut. Walaupun pada kenyataannya lahan tersebut telah diwariskan atau telah diperjual belikan, namun bukti legalitas tidak mereka miliki. Secara umum mayoritas responden 92,59 di tiga desa memiliki tingkat persepsi terhadap manfaat HTR yang sedang Tabel 25. Dari tabel yang sama, sebanyak 2,47 memiliki persepsi yang tinggi dan 4,94 responden memiliki tingkat persepsi rendah. Dari data tersebut tersirat bahwa ekspektasi masyarakat terhadap manfaat yang akan mereka peroleh dengan mengikuti program HTR ini cukup baik karena HTR adalah salah satu cara bagi mereka untuk mendapatkan akses pengelolaan hutan secara legal. Tabel 25 Persepsi responden terhadap manfaat HTR Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n Tinggi 0,00 2 8,00 0,00 2 2,47 Sedang 26 96,30 22 88,00 27 93,10 75 92,59 Rendah 1 3,70 1 4,00 2 6,90 4 4,94 Selain legalitas, manfaat lain yang dirasakan masyarakat adalah bertambahnya pengetahuan mereka mengenai status penggunaan lahan di sekitar tempat tinggal mereka serta batas-batas kepemilikan lahannya. Selama ini batas lahan terutama ladang dan kebun yang mereka miliki menggunakan batas yang samar dan tidak jelas. Dengan mengikuti HTR batas ladang terutama yang letaknya saling berdekatan menjadi jelas. Manfaat ini justru sangat membantu pemerintah dalam penataan kawasan terutama kawasan hutan yang selama ini 62 masih belum jelas, tumpang tindih di lapangan dan terutama yang telah dirambah oleh masyarakat. Dari kondisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penataan kawasan hutan merupakan manfaat yang dalam waktu dekat akan diperoleh dari kegiatan HTR. Beberapa institusi lain yang terlibat dalam HTR juga memiliki persepsi yang sama terhadap manfaat kegiatan HTR dan berpendapat bahwa saat ini kegiatan HTR masih lebih menguntungkan pemerintah dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh masyarakat. Manfaat lainnya yang masih bersifat ekspektasi adalah peningkatan pendapatan terutama bagi masyarakat yang lahan di areal HTR yang belum diusahakan. Bagi masyarakat yang selama ini telah mengelola lahan di areal HTR tentu saja hal ini tidak begitu berpengaruh karena selama ini mereka memang sudah mendapatkan penghasilan dari lahan tersebut. Kecuali apabila diberikan insentif yang memungkinkan mereka meningkatkan produktifitas lahannya atau yang memungkinkan mereka mendapatkan tambahan penghasilan dari lahan tersebut.

5.2.2 Persepsi Masyarakat terhadap Alokasi Lahan

Lahan yang dicadangkan bagi kegiatan HTR di kabupaten Sarolangun seluas 18.840 ha merupakan areal eks HPH PT PITCO INHUTANI V yang merupakan areal tidak produktif lagi dan telah diokupasi masyarakat sebagai areal perladangan. Mereka menanami areal tersebut dengan karet, kelapa sawit dan padi ladang. Ketentuan alokasi lahan yang dimaksud disini adalah ketentuan umum tentang lahan yang ditunjuk sebagai areal pencadangan HTR. Persepsi terhadap ketentuan alokasi lahan HTR yang ditanyakan kepada responden adalah apakah lahan tersebut sudah tepat untuk dijadikan sebagai lahan HTR dari segi aksesibilitas, kepemilikan bebas konflik maupun kondisi lahan. Ketentuan yang dimaksud sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 P. 23Menhut-II2007 yang menyatakan bahwa lahan yang diperuntukkan bagi HTR adalah kawasan hutan produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak lainnya dan diutamakan dekat dengan industri hasil hutan. Secara keseluruhan 70,37 responden memiliki tingkat persepsi yang tinggi terhadap lahan pencadangan HTR, 19,75 responden dengan 63 tingkat persepsi sedang dan 9,88 responden dengan tingkat persepsi rendah Tabel 26. Tabel 26 Persepsi responden terhadap alokasi lahan untuk HTR Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n Tinggi 13 48,15 21 84,00 23 79,31 57 70,37 Sedang 13 48,15 3 12,00 6 20,69 16 19,75 Rendah 1 3,70 1 4,00 0,00 8 9,88 Akses ke lahan HTR pada setiap desa mudah karena letak desa mereka dekat dengan areal HTR dan sebagian besar mereka sehari-hari tinggal di lahannya masing-masing. Kondisi lahan yang sebagian besar berupa semak belukar dan alang-alang tidak berpengaruh bagi responden karena biasanya mereka membuka lahan dengan cara dibakar dan tidak memperhitungkan keberadaan tanaman kayu hutan. Bahkan beberapa tanaman kayu hutan ikut dibakar karena mereka belum tahu nilai ekonomisnya atau karena sulit dan malas memanennya. Sebagian besar lahan tersebut juga sudah jelas kepemilikannya. Kepemilikan yang dimaksud adalah kepemilikan oleh masyarakat bukan berdasarkan aspek legalitas negara. Artinya bahwa kepemilikan lahan di masyarakat walaupun tidak ada bukti legal tetapi secara adat masyarakat setempat diakui dan dihormati. Pengecualian terjadi di Desa Seko Besar dimana sebagian areal pencadangan HTR tumpang tindih dengan areal lahan usaha LU2 masyarakat yang merupakan jatah yang diberikan pemerintah dalam program transmigrasi. Sertifikat tanah untuk areal tersebut tidak dapat dikeluarkan karena masuk kedalam kawasan hutan produksi. Inilah yang menyebabkan tingkat persepsi responden di desa tersebut masuk ke kategori sedang. Tidak semua lahan yang dimiliki oleh masyarakat di kawasan hutan dapat diajukan dan diterbitkan ijin HTR-nya. Ketentuan yang pertama adalah bahwa lahan tersebut berada di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai kawasan pencadangan HTR Pasal 11 ayat 1 P. 23Menhut- II2007. Jika lahan tersebut berada di luar areal yang telah ditetapkan, maka sesuai Pasal 13 P.5Menhut-II2008 Bupati dapat mengusulkan pencalonan areal tersebut kepada Menteri untuk dicadangkan sebagai areal HTR dengan mempertimbangkan ketentuan pada Pasal Pasal 2 ayat 1 P. 23Menhut-II2007.