65
Alasan responden lebih memilih ijin atas nama perorangan dibandingkan dengan koperasi antara lain karena mereka merasa lebih nyaman dan leluasa
56,67, sanggup mengelola sendiri 30, tidak harus berbagi keuntungan 6,67 dan menghindari selisih paham dengan orang lain 6,67. Adapun
responden yang lebih memilih koperasi dengan alasan pengelolaan lebih mudah 60, ada modal 20 dan menumbuhkan rasa kebersamaan 20.
Dari alasan-alasan tersebut tersirat bahwa masyarakat di daerah ini terbiasa dan lebih nyaman mengelola lahannya sendiri. Pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan pengelolaan lahannya biasa dilakukan sendiri. Kebutuhan untuk bekerjasama dengan orang lain terbatas hanya pada saat pembukaan lahan
karena kebutuhan pemenuhan modal kerja seperti uang dan tenaga kerja.
5.2.4 Persepsi Masyarakat terhadap Mitra Kerjasama atau Investor
Secara umum responden memiliki tingkat persepsi yang tinggi terhadap peluang kerjasama dengan mitra atau investor. Sebanyak 61,73 responden
memiliki tingkat persepsi tinggi, 7,41 sedang dan 30,86 rendah Tabel 28. Hal ini diduga karena responden tidak memiliki modal dan pengetahuan
untuk mengelola lahannya. Sistem pengelolaan lahan yang biasa mereka lakukan adalah sistem perladangan berpindah dengan cara membakar lahan yang
membutuhkan biaya yang murah. Mereka tidak memiliki pengetahuan untuk mengelola lahan HTR dengan sistem silvikultur yang tepat mulai dari penanaman,
pengadaan benih, bibit, membuat persemaian, pemeliharaan tanaman hingga pemanenan kayu. Untuk kegiatan seperti itu membutuhkan modal yang lebih
besar dibandingkan dengan perladangan berpindah. Tabel 28 Persepsi responden terhadap mitra kerjasamainvestor
Kriteria Desa
Total Seko Besar
Lamban Sigatal Taman Bandung
n n
n n
Tinggi
20 74,07
15 60,00
15 51,72
50 61,73
Sedang
3 11,11
3 12,00
0,00 6
7,41
Rendah
4 14,81
7 28,00
14 48,28
25 30,86
Untuk Desa Taman Bandung persepsi responden terhadap mitra terbagi hampir sama antara yang menyetujui 51,72 dengan yang tidak 48,28. Ini
disebabkan ijin HTR yang telah keluar adalah ijin pola mandiri dengan jaminan
66 bahwa masyarakat akan memperoleh kemudahan mendapatkan pinjaman modal
dari pemerintah. Namun hingga saat ini proses penjaman tersebut belum berjalan sehingga masyarakat mulai melirik untuk mencari investor yang dapat membantu
memberikan modal. Responden menyetujui adanya mitra atau investor hanya terbatas untuk penyediaan modal dengan sistem bagi hasil. Sebagian lagi tidak
menyetujui campur tangan mitra atau investor terutama dalam keputusan pengelolaan lahannya karena faktor ketidakpercayaan sehingga mereka takut
dirugikan. Kemungkinan kerjasama dengan mitra atau investor juga telah dijajaki oleh
pemerintah daerah kabupaten dan propinsi. Namun beberapa investor yang telah mengajukan diri dianggap tidak layak karena adanya berbagai konflik
kepentingan, misalnya hanya mau memberikan bantuan untuk lahan yang masih berhutan dengan harapan mendapatkan hasil dari kayu yang sudah ada atau ingin
mendapatkan ijin pengelolaan hutan atas nama masyarakat. Untuk itu apabila pemerintah daerah berniat untuk membuka peluang bagi investor dalam
pengembangan HTR di wilayah Sarolangun, maka perlu terus melakukan peningkatan kapasitas masyarakat untuk meningkatkan posisi tawar mereka.
5.2.5 Persepsi Masyarakat terhadap Jenis Tanaman
Jenis tanaman yang dikembangkan dapat dikembangkan di areal HTR adalah kayu pertukangan berdasarkan peraturan Direktur Bina Produksi
Kehutanan No. P.06VI-BPHT2007 tentang petunjuk teknis pembangunan HTR Jenis tersebut adalah tanaman hutan berkayu yang terdiri dari: 1 kayu
pertukangan meranti, keruing, non dipterocarpaceae: jati, sengon, sonokeling, mahoni, kayu hitam, akasia, rajumas, sungkai dan kayu serat dan 2 tanaman
budidaya tahunan berkayu karet, durian, nangka, mangga, duku, rambutan, kemiri, pala. Tanaman tersebut dapat ditanam secara monokultur atau campuran
dengan komposisi 70 tanaman hutan berkayu dan 30 tanaman budidaya tahunan berkayu.
Di lokasi penelitian, masyarakat tidak tertarik dengan tanaman hutan berkayu karena hasilnya lama, proses memanennya sulit dan mereka belum
memiliki pengalaman menanam tanaman hutan. Selain itu di areal tersebut