Latar Belakang Perception and Participation of Local People in Community Based Forest Plantation Program in Sarolangun Regency, Jambi

9 2. Bahan masukan bagi para pengambil kebijakan, pelaksana, pengelola, pendamping dan semua pihak yang terlibat dalam program HTR guna peningkatan keberhasilan dan pengembangan kegiatan HTR selanjutnya. 3. Bahan acuan bagi penelitian lanjutan tentang pengembangan HTR atau program-program pengelolaan hutan berbasis masyarakat lainnya.

I.5. Ruang Lingkup Penelitian

Persepsi masyarakat terhadap kegiatan HTR dalam penelitian ini dibatasi pada persepsi mereka terhadap ketentuan-ketentuan pelaksanaan kegiatan HTR. Ketentuan tersebut seperti yang telah diatur dalam PP Nomor 6 tahun 2007 Jo PP Nomor 3 tahun 2008 dan Permenhut Nomor 23Menhut-II2007 Jo. Permenhut Nomor 5Menhut-II2008. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Rakyat HTR 2.1.1 Gambaran Umum dan Tujuan HTR Program HTR pertama dicanangkan pada awal tahun 2007 berdasarkan PP No. 6 tahun 2007 Jo PP No. 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan dan Permenhut No. P.23Menhut-II2007 Jo. Permenhut No. P.5Menhut-II2008 tentang Tata Cara Permohonan IUPHHK-HTR dalam Hutan Tanaman. Program ini memberikan akses kepada masyarakat untuk 1 Memperoleh pengakuan secara hukum dalam usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi; 2 Memperoleh pinjaman dana pembangunan HTR; 3 Memperoleh jaminan pasar melalui penetapan harga dasar. Kebijakan HTR ini sekaligus merupakan implementasi dari Kebijakan Prioritas Departemen Kehutanan 2004-2009 terutama Revitalisasi Sektor Kehutanan dan Pemberdayaan Ekonomi, sehingga sektor kehutanan dapat memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional, perbaikan lingkungan, mensejahterakan masyarakat dan memperluas lapangan kerja. Berdasarkan pembelajaran terhadap beberapa program pemberdayaan masyarakat sebelumnya, Emila dan Suwito 2007 menyimpulkan bahwa HTR harus dijalankan dengan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat yaitu : a. Masyarakat mengorganisasikan dirinya berdasarkan kebutuhannya people organized themselves based on their necessity yang berarti pemberdayaan hutan beserta masyarakatnya ini bukan digerakkan oleh proyek ataupun bantuan luar negeri karena kedua hal tersebut tidak akan membuat masyarakat mandiri dan hanya membuat “kebergantungan” masyarakat. b. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus bersifat padat karya labor- intensive sehingga kegiatan ini tidak mudah ditunggangi pemodal cukong yang tidak bertanggung jawab. c. Pemerintah memberikan pengakuanrekognisi dengan memberikan aspek legal sehingga kegiatan masyarakat yang tadinya informal di sektor kehutanan dapat masuk ke sektor formal ekonomi kehutananekonomi lokal, 12 nasional dan global sehingga bebas dari pemerasan oknum birokrasi dan premanisme pasar.

2.1.2 Lokasi dan Ijin Pemanfaatan HTR

Program HTR dilaksanakan di kawasan hutan produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak serta letaknya diutamakan dekat dengan industri dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai areal pencadangan HTR. Selanjutnya bupatiwalikota melakukan sosialisasi alokasi lahan yang telah ditetapkan di daerahnya kepada masyarakat Pasal 2 Permenhut No. P.23Menhut- II2007 Jo. Permenhut No. P.5Menhut-II2008. Mekanisme proses pencadangan HTR seperti yang terlihat pada Gambar 2. Selanjutnya masyarakat dapat mengajukan ijin pemanfaatan di areal yang telah ditetapkan tersebut. Pasal 8 Permenhut di atas menyebutkan ijin pemanfaatan pada program HTR berupa Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHK-HTR yang diberikan kepada perorangan atau koperasi. Koperasi yang dimaksud adalah koperasi skala usaha mikro, kecil, menengah yang dibangun oleh masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar hutan. Luas lahan yang diberikan pada individu perorangan dibatasi maksimum 15 haKK, sedangkan luas untuk koperasi disesuaikan dengan kemampuannya. Letak areal yang dimohonkan tersebut harus berada dalam satu lokasi yang telah ditetapkan Menteri Kehutanan. Apabila areal yang dimohon berada di luar areal yang telah ditetapkan Menteri maka bupati dapat mengusulkan areal yang dimaksud kepada Menteri Kehutanan untuk ditetapkan sebagai areal HTR. Persyaratan pemohon untuk mendapatkan IUPHHK-HTR seperti yang diatur dalam Pasal 9 adalah : 1. Persyaratan permohonan yang diajukan oleh perorangan: foto copy KTP, keterangan dari Kepala Desa bahwa benar pemohon berdomisili di desa tersebut, sketsa areal yang dimohon memuat info wilayah administrasi pemerintahan,koordinat dan batas-batas yang jelas dan dapat diketahui luasnya 2. Persyaratan permohonan yang diajukan oleh koperasi: foto copy akta pendirian, keterangan dari Kepala desa yang menyatakan bahwa Koperasi dibentuk oleh masyarakat setempat, sketsa areal yang dimohon atau Peta 13 areal yang dimohon untuk luasan di atas 15 lima belas hektar dengan skala 1 : 5000 atau 1 : 10.000. Bagi pemohon perorangan diutamakan membentuk kelompok untuk memudahkan proses permohonan ijin pasal 10. Ketentuan kelompok ini sangat penting terutama ketika pemegang ijin mengajukan pinjaman dana bergulir PDB untuk biaya pembangunan HTR pasal 17. Dimana pemegang ijin perorangan diharuskan membentuk kelompok minimal beranggotakan 5 pemegang ijin dengan luasan minimal masing-masing 8 ha Permenhut Nomor P.9Menhut- II2008 pasal 2. Tata cara permohonan IUPHHK-HTR seperti yang diatur dalam Pasal 11 dan 12 Permenhut No. P.23Menhut-II2007 Jo. Permenhut No. P.5Menhut-II2008 dapat dilihat pada Gambar 3. Ijin tersebut akan dihapus apabila dalam jangka waktu 180 hari sejak tanggal penetapan pemegang IUPHHK-HTR belum melakukan kegiatan administrasi dan kegiatan di lapangan. Gambar 2 Mekanisme proses pencadangan areal HTR. Menhut Kepala BAPLAN a.n. Menhut sampaikan peta indikatif Peta pencadangan areal HTR Dirjen BPK Sekjen Dephut Kepala BPKH Asisten tek peta Kadishut Prov. Kadishut Kab. pertimb. teknis BupatiWalikota Gubernur 1 2 3 5 1A 7A 6 7 4 4A SOSIALISASI tembusan