Penduduk Kondisi Sosial dan Ekonomi Desa-Desa Sekitar Kawasan HTR

54 masih menjadi satu dengan gedung SMP. Tingkat pendidikan formal yang baik ini menandakan bahwa tingkat pengetahuan dan pemahaman mereka cukup tinggi sehingga dapat menjadi faktor kunci yang penting bagi pengembangan kegiatan HTR di daerah tersebut. Tabel 14 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan formal Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n 6 thn 2 7,41 7 28,00 3 10,34 12 14,81 6 - 9 thn 19 70,37 15 60,00 19 65,52 53 65,43 9 thn 6 22,22 3 12,00 7 24,14 16 19,75 Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan informal Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n 6 thn 22 81,48 17 68,00 23 79,31 62 76,54 6 - 9 thn 5 18,52 6 24,00 6 20,69 17 20,99 9 thn 0,00 2 8,00 0,00 2 2,47 Tidak seperti pendidikan formal, tingkat pendidikan informal responden sangat rendah. Secara keseluruhan sebanyak 76,54 responden tidak pernah mengikuti pendidikan informal khususnya bidang kehutanan Tabel 15. Beberapa pelatihan yang pernah diikuti masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar merupakan pelatihan mengenai perkebunan dan pertanian, sedangkan pelatihan bidang kehutanan yang pernah diikuti oleh beberapa responden yaitu mengenai konservasi hutan serta studi banding pengelolaan hutan bersama masyarakat PHBM dan hutan rakyat di Jawa yang kebanyakan diselenggarakan oleh lembaga swadaya masyarakat kehutanan. 5.1.3 Luas Lahan Lahan yang dimaksud dalam kategori ini adalah lahan yang dimiliki oleh responden atau lahan milik orang lain yang digarap oleh responden dengan sistem sewa atau bagi hasil termasuk di dalamnya ladang, kebun, dan pekarangan,. Lahan tersebut dapat berada di luar kawasan hutan maupun di dalam kawasan hutan pencadangan HTR. Dari Tabel 16 terlihat bahwa sebagian besar responden 83,95 memiliki lahan rata-rata seluas 8 ha yang termasuk dalam kategori tingkat penguasaan lahan yang rendah. 55 Luas rata-rata kepemilikan lahan untuk setiap desa adalah 3,70 ha di Desa Seko Besar, 12,20 ha di Desa Lamban Sigatal dan 8,40 ha di Desa Taman Bandung. Dibandingkan dengan luas penguasaan lahan di Jawa kondisi ini sangat jauh berbeda. Lahan yang dimiliki relatif lebih luas daripada di Jawa namun intensitas pengelolaannya masih rendah. Desa-desa sekitar kawasan HTR adalah desa transmigrasi, sehingga sebagian besar masyarakatnya mendapat jatah lahan dari pemerintah seluas minimal 1 ha sebagai lahan usahanya. Selebihnya lahan tersebut mereka peroleh dengan cara membeli atau membuka hutan. Pengelolaan lahan dilakukan dengan cara berpindah dengan membuka hutan seluas 1-2 ha per tahun. Tabel 16 Distribusi responden berdasarkan luas lahan Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n Rata- rata n Rata- rata n Rata- rata n Rata- rata 13 ha 27 100 16 64,00 25 86,21 68 83,95 13 - 26 ha 3,70 8 32,00 12,20 2 6,90 8,40 10 12,35 8,01 26 ha 1 4,00 2 6,90 3 3,70

5.1.4 Kepemilikan Lahan di Areal HTR

Secara keseluruhan, banyak responden yang memiliki lahan di areal pencadangan HTR 64, bahkan di Desa Lamban Sigatal sebanyak 96 responden mengaku memiliki lahan di areal HTR Tabel 17. Status kepemilikan ini secara legal sebagian besar masih belum jelas karena hasil verifikasi lahan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan BPKH Bangka Belitung belum diketahui. Tabel 17 Distribusi responden berdasarkan kepemilikan lahan di areal pencadangan HTR Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n Tidak 11 40,74 0,00 8 27,59 19 23,46 Dalam proses verifikasi 9 33,33 1 4,00 0,00 10 12,35 Ya 7 25,93 24 96,00 21 72,41 52 64,20 Lahan hutan ini mereka okupasi dengan cara membuka hutan untuk perladangan untuk kemudian berpindah ke daerah lain, membeli atau merupakan warisan dari orang tuanya yang dulu membuka hutan di daerah tersebut. Kepemilikan ini diakui dan dihormati di lapangan oleh masyarakat sekitar