Persepsi Masyarakat terhadap Alokasi Lahan

70

5.2.8 Persepsi Masyarakat terhadap Jangka Waktu dan Luas Pengusahaan HTR

Jangka waktu ijin usaha HTR diberikan selama 60 tahun dan dapat diperpanjang satu kali selama 35 tahun. Luas pengusahaan yang diberikan untuk ijin perorangan adalah seluas maksimal 15 ha. Sebanyak 85,19 responden memiliki persepsi yang tinggi terhadap ketentuan ini Tabel 32. Tabel 32 Persepsi responden terhadap jangka waktu dan luas pengusahaan HTR Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n Tinggi 17 62,96 23 92,00 29 100,00 69 85,19 Sedang 10 37,04 2 8,00 0,00 12 14,81 Rendah 0,00 0,00 0,00 0,00 Jangka waktu selama 60 tahun dirasa cukup menguntungkan oleh masyarakat. Aturan dan batasan luas yang diberikan juga dipandang cukup oleh responden karena rata-rata responden mampu mengelola lahan seluas 1 ha per tahun dan total kemampuan luas yang dapat mereka kelola namun tetap dapat memberikan penghasilan yang cukup bagi masyarakat berkisar antara 5 – 10 ha. Penguasaan lahan hutan di areal HTR oleh masyarakat di daerah ini tidak merata. Sebagian besar lahan dikuasai oleh orang-orang tertentu seperti tokoh masyarakat atau aparat desa. Beberapa responden terutama yang telah lama tinggal di daerah tersebut biasanya telah menguasai lahan di areal HTR 15 ha bahkan hingga 40 ha dalam bentuk ladang atau kebun karet. Kelompok inilah yang paling banyak berkepentingan untuk ikut dalam program HTR. Walaupun ada batasan luas maksimal 15 ha, namun persepsi mereka terhadap ketentuan ini tetap positif karena mereka bisa mengatasinya antara lain dengan cara: 1 Membagi penguasaan lahannya kepada anak-anak atau anggota keluarga lainnya atau 2 Membagi penguasaan lahan dengan buruh yang menggarap lahan tersebut dengan pola bagi hasil tertentu. Cara pertama lebih banyak dilakukan oleh masyarakat, karena mereka lebih mempercayai keluarga dibandingkan dengan orang lain, pendapatan yang diperoleh dari lahan tersebut tidak berkurang karena tidak harus dibagi dengan orang lain sekaligus mengamankan masa depan anak- anak mereka. Selain itu dengan cara ini pengambilan keputusan tetap dapat dilakukan oleh pemilik utama sehingga mengurangi konflik dengan orang lain. 71 Cara kedua jarang dilakukan karena potensi konflik lebih besar jika dirasa pembagian keuntungan tidak saling menguntungkan. Adanya sifat tidak mudah percaya dan tidak mudah bekerjasama dengan orang lain juga mempengaruhi keputusan mereka tidak membagi penguasaan lahannya dengan orang lain.

5.2.9 Persepsi Masyarakat terhadap Ketentuan Pewarisan

Ijin HTR berupa ijin usaha pemanfaatan sehingga secara hukum tidak dapat diwariskan karena bukan merupakan hak milik. Hal ini mendapat tantangan keras dari masyarakat terutama mereka yang telah turun temurun mengelola lahan di areal yang sekarang dicadangkan bagi HTR. Bahkan sebagian besar juga telah diperjualbelikan dan menganggap lahan tersebut sebagai hak milik. Dengan adanya kegiatan HTR maka jika ijin HTR telah berakhir atau pemegang ijin telah meninggal dunia, maka ijin tersebut harus dikembalikan kepada Negara. Dengan demikian lahan tersebut secara resmi dikembalikan kepada Negara oleh masyarakat. Pihak akademisi memandang ketentuan ini merupakan cara halus pemerintah untuk mendapatkan pengakuan secara legal dari masyarakat terhadap kawasan hutan dan untuk mengatasi konflik yang timbul pada pemukiman- pemukiman yang berbatasan atau berada di dalam kawasan hutan. Yang lain berpendapat bahwa ketentuan ini menyiratkan pemerintah tidak sungguh-sungguh memberikan kewenangan pada masyarakat untuk mengelola hutan dan pemerintah juga tidak percaya jika masyarakat memiliki kemampuan untuk mengelola hutan Negara secara mandiri dengan baik. Dengan jangka waktu pengusahaan yang diberikan selama 60 tahun ditambah perpanjangan selama 35 tahun, maka berdasarkan ketentuan pewarisan yang diberlakukan saat ini jangka waktu yang lama tidak memberikan keuntungan apapun bagi masyarakat. Seseorang hanya dapat mengelola lahan tersebut sampai orang tersebut meninggal dunia. Jika rata-rata umur seseorang yang ikut HTR adalah 42 tahun, maka dia hanya dapat mengusahakan lahannya selama 20-25 tahun dari jangka waktu pengusahaan yang diberikan 95 tahun. Tentunya ini tidak adil bagi masyarakat yang telah susah payah mengajukan ijin. Belum lagi sifat pengusahaan hutan yang membutuhkan waktu lama untuk dapat berproduksi dan resiko usaha yang besar. Sulit rasanya jika dalam jangka waktu pengusahaan 72 selama 20-25 tahun masyarakat bisa memperoleh keuntungan dari HTR dengan menanam tanaman hutan, belum lagi mereka harus mengembalikan pinjaman modal usaha kepada pemerintah. Hal ini dapat meningkatkan keengganan masyarakat mengelola hutan dengan menanam kayu karena menginginkan keuntungan sebesar-besarnya dalam jangka waktu yang sempit. Beberapa kasus ditemukan adanya jual beli ijin HTR karena pemegang ijin sebelumnya tidak sanggup atau tidak tertarik mengusahakan hutan. Dengan demikian tujuan pemerintah membangun HTR untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi akan sulit terwujud. Dari Tabel 33, secara keseluruhan sebanyak 83,95 responden tidak setuju dengan ketentuan tersebut. Alasannya karena mereka telah lama mengelola lahan dan lahan tersebut menjadi sumber penghasilan tetap bagi mereka. Oleh karena itu mereka berharap lahan tersebut dapat diwariskan ke anak cucu untuk menjamin kehidupan ekonomi mereka. Tabel 33 Persepsi responden terhadap ketentuan pewarisan ijin HTR Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n Tinggi 0,00 0,00 0,00 0,00 Sedang 4 14,81 6 24,00 3 10,34 13 16,05 Rendah 23 85,19 19 76,00 26 89,66 68 83,95 Berdasarkan uraian di atas, maka ketentuan ini seharusnya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Tidak ada ruginya pemerintah memberikan kesempatan kepada ahli warisnya untuk mengelola hutan sampai jangka waktu yang telah diberikan pada saat pemegang ijinnya telah meninggal dunia asalkan tidak merubah ketentuan yang disepakati sebelumnya. Sebagian besar responden merasa cukup dengan jangka waktu pengusahaan HTR selama 95 tahun seperti yang telah diuraikan pada subbab sebelumnya.

5.2.10 Persepsi Masyarakat terhadap Hak dan Kewajiban

Hak dan kewajiban yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan hak mendapatkan pinjaman, hak mendapatkan pendampingan dan kewajiban menyusun rencana kerja baik Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu HTR RKUPHHK-HTR untuk selanjutnya cukup