82 sosialisasi. Bentuk dukungan lain yang pernah diberikan LSM khususnya di Desa
Taman Bandung adalah fasilitasi pengurusan ijin, pendampingan, dan penggalian aturan main kelompok tani dan pengelolaan HTR di desa tersebut.
5.3. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan HTR
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan HTR terbagi menjadi partisipasi dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan kegiatan, pemanfaatan serta
pemeliharaan dan evaluasi. Kegiatan HTR ini secara keseluruhan di areal HTR baru berjalan sejak tahun 2009, namun beberapa kegiatan telah dilakukan karena
sebagian besar masyarakat di daerah ini telah melakukan perladangan di areal HTR tersebut.
Tabel 40 Distribusi responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam kegiatan HTR
Kriteria Kegiatan HTR
Total Kegiatan
Perencanaan Pelaksanaan
Pemanfaatan Pemeliharaan
dan Evaluasi n
n n
n n
Tinggi
11 13,58
3 3,70
0,00 0,00
1 1,23
Sedang
20 24,69
29 35,80
3 3,70
11 11,11
14 17,28
Rendah
50 61,73
49 60,49
78 96,30
72 88,89
66 81,48
Secara keseluruhan sebanyak 81,48 responden memiliki tingkat partisipasi yang rendah, 17,28 responden memiliki tingkat partisipasi sedang dan hanya
1,23 responden dengan tingkat partisipasi tinggi Tabel 40. Hal ini menggambarkan bahwa responden belum banyak terlibat dalam semua jenis
kegiatan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan serta pemeliharaan dan evaluasi. Intensitas yang tinggi hanya terjadi di beberapa jenis
kegiatan tertentu saja sehingga tidak meningkatkan tingkat partisipasi secara keseluruhan.
Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa implementasi kegiatan HTR di daerah ini masih dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan. Hal ini terlihat dari
tingkat partisipasi responden yang tinggi hanya terjadi pada kedua tahap kegiatan tersebut. Selebihnya responden tingkat partisipasi responden dalam kegiatan
pemanfaatan dan evaluasi masih dalam kategori rendah. Berdasarkan tipologi partisipasi Pretty 1995, maka partisipasi masyarakat
dalam kegiatan HTR di daerah ini masuk ke dalam bentuk partisipasi fungsional
83
dengan karakteristik masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok dan
melibatkan pihak luar dalam rangka menentukan tujuan awal programkegiatan, di mana pada umumnya pihak luar terlibat setelah keputusan rencana utama dibuat
Tabel 2. Menurut Iqbal 2007, bentuk partisipasi yang paling sesuai untuk
implementasi program pembangunan adalah partisipasi interaktif dimana masyarakat berpartisipasi dalam melakukan analisis kolektif dalam perumusan
kegiatan aksi melalui metode interdisiplin dan proses pembelajaran terstruktur, di mana masyarakat mengawasi keputusan lokal dan berkepentingan dalam menjaga
serta sekaligus memperbaiki struktur dan kegiatan yang dilakukan. Dalam tipe ini para pelaku terwakili secara khusus dalam rancangan organisasi, di mana mereka
berpartisipasi dan sekaligus menjalani proses pembelajaran dalam pelaksanaan program pembangunan. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan penguatan
kapasitas masyarakat dan institusi daerah agar mereka dapat meningkatkan perannya sesuai dengan posisinya dalam kegiatan tersebut. Selama ini keputusan
masih dipegang oleh pembuat kebijakan pemerintah pusat, sedangkan pelaku kebijakan lain hanya sebagai pelaksana kegiatan dan keputusan yang telah dibuat.
5.3.1 Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Perencanaan HTR
Secara keseluruhan kegiatan perencanaan dalam kegiatan HTR ini meliputi 12 jenis kegiatan yang berhasil diidentifikasi di lapangan yaitu :
a. Pertemuan pembentukan kelompok tani b. Pertemuan untuk penentuan lokasi
c. Pembuatan sketsa lahan d. Pertemuan pembagian lahan
e. Pertemuan untuk penentuan jenis tanaman f.
Pertemuan untuk penentuan aturan main kelompok hak dan kewajiban, sanksi dan larangan, dll
g. Pengurusan ijin h. Penyusunan rencana kerja umum RKU
i. Penyusunan rencana kerja tahunan RKT
j. Penataan areal
k. Pembuatan jalan l.
Pembuatan pondok kerja Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan perencanaan masuk ke dalam
kategori rendah Tabel 41. Hanya 13,58 responden yang memiliki partisipasi
84 tinggi dalam perencanaan kegiatan HTR. Hal ini karena banyak responden yang
mengikuti program HTR tetapi tidak terlibat dalam semua kegiatan perencanaan. Sebagai contoh dalam kegiatan pertemuan pembentukan kelompok tani,
penentuan lokasi, pembagian lahan dan pembuatan sketsa. Bagi mereka yang telah mengajukan ijin atau sedang dalam proses pengajuan ijin, intensitas kegiatan
pertemuan dalam kegiatan-kegiatan tersebut tinggi. Namun intensitas pada kegiatan lainnya seperti pertemuan dalam penentuan jenis tanaman, penataan
areal, pembuatan jalan dan lainnya rendah. Maka secara keseluruhan tingkat partisipasi dalam kegiatan perencanaan akan rendah.
Tabel 41 Partisipasi responden dalam kegiatan perencanaan HTR
Kriteria Desa
Total Seko Besar
Lamban Sigatal Taman Bandung
n n
n n
Tinggi
0,00 0,00
11 37,93
11 13,58
Sedang
0,00 12
48,00 8
27,59 20
24,69
Rendah
27 100,00
13 52,00
10 34,48
50 61,73
Pada Desa Seko Besar, responden belum terlibat sama sekali dalam kegiatan perencanaan karena di desa tersebut proses inisiasi dan sosialisasi baru
dimulai. Masyarakat di desa ini baru dikenalkan pada konsep HTR yang dilakukan melalui sosialisasi oleh Disbunhut Sarolangun, walaupun beberapa
responden telah mendengar tentang kegiatan ini sebelumnya dari masyarakat di dua desa lainnya.
Partisipasi responden di Desa Taman Bandung dalam kegiatan perencanaan lebih baik dibandingkan dengan dua desa lainnya bahkan masuk ke
dalam kategori tinggi Tabel 41. Hal ini karena di desa ini perijinan telah diperoleh sehingga lebih banyak responden yang aktif dalam semua kegiatan
perencanaan dibandingkan pada Desa Lamban Sigatal yang baru memulai proses pengajuan ijin. Di Desa Taman Bandung juga telah memiliki aturan main dalam
mengelola HTR. Semua kegiatan di desa ini difasilitasi oleh LSM bekerjasama dengan Disbunhut Sarolangun. Namun tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan
ini diduga akan cenderung menurun karena proses pendampingan dan fasilitasi tidak lagi intensif seperti dulu seiring dengan selesainya kegiatan LSM tersebut di
Desa Taman Bandung.
85
5.3.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan HTR
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.06VI-BPHT2008 tentang Petunjuk Teknis Pembangunan HTR, hasil
pengamatan lapangan, dan wawancara, jenis kegiatan yang termasuk dalam tahap pelaksanaan HTR antara lain:
a. Pembersihan lahan b. Pengadaan benih atau biji
c. Pembuatan persemaian d. Pengadaan bibit dari anakan
e. Pengadaan bibit dari stek f.
Pengadaan bibit g. Pembuatan batas
h. Pengaturan larikan i.
Pemasangan ajir j.
Pembuatan lubang tanam k. Penanaman
Tabel 42 Partisipasi responden dalam kegiatan pelaksanaan HTR
Kriteria Desa
Total Seko Besar
Lamban Sigatal Taman Bandung
n n
n n
Tinggi
0,00 0,00
3 10,34
3 3,70
Sedang
4 14,81
15 60,00
10 34,48
29 35,80
Rendah
23 85,19
10 40,00
16 55,17
49 60,49
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan HTR masuk ke dalam kategori rendah Tabel 42. Sebanyak 60,49 responden memiliki tingkat
partisipasi yang rendah dan hanya 3,70 responden yang memiliki partisipasi tinggi dalam pelaksanaan kegiatan HTR. Hal ini karena intensitas kegiatan
pelaksanaan hanya terjadi pada beberapa kegiatan saja seperti pembersihan lahan, pengadaan bibit anakan dan penanaman. Selebihnya tidak selalu dilakukan karena
masyarakat di daerah ini tidak terbiasa dengan beberapa kegiatan tersebut. Dari alokasi lahan HTR yang ada sebanyak 43,21 lahan yang dicadangkan untuk
HTR telah ditanami kebanyakan dengan karet, 34,57 lahan sudah ada tanamannya, dan sisanya sebesar 22,22 masih berupa alang-alang, semak
belukar atau hutan campuran. Pada Tabel 42 terlihat sudah ada kegiatan yang dilakukan responden di areal
HTR walaupun proses perijinan belum dimulai. Pelaksanaan yang dimaksud adalah kegiatan penanaman yang dilakukan oleh beberapa responden di areal
86 HTR karena walaupun tanpa legalitas hukum, masyarakat telah lama
mengusahakan lahan tersebut sebagai kebun karet. Di Desa Taman Bandung, walaupun ada responden yang memiliki tingkat
partisipasi yang tinggi namun secara keseluruhan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan HTR di desa ini termasuk kategori rendah. Padahal
seharusnya dengan mengantongi ijin maka kegiatan dapat dilaksanakan dengan bebas. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat belum atau tidak memiliki
modal untuk melaksanakan kegiatan. Beberapa responden yang sudah melakukan kegiatan adalah mereka yang melakukan penanaman dengan modal sendiri yang
pelaksanaannya bertahap sesuai kemampuan modal yang dimiliki. Selain itu jangka waktu mulai dari keluarnya ijin hingga masyarakat dapat melakukan
penanaman sangat lama. Hingga saat ini sebagian besar mereka tidak melakukan penanaman karena menunggu bantuan pinjaman dana dari pemerintah. Sebagian
besar responden bahkan mulai jenuh sehingga tingkat partisipasinya tidak seintensif pada awal kegiatan dimulai dan bahkan kemungkinan akan semakin
menurun. Tingkat partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan HTR yang paling baik justru
terjadi di Desa Lamban Sigatal karena desa ini merupakan desa tertua dan masyarakatnya telah melakukan penanaman sejak lama di areal HTR. Bahkan
sebagian besar responden juga melakukan budidaya jernang sebagai tambahan penghasilan selain penghasilan utama dari getah karet. Tingkat pendapatan
masyarakat di desa ini juga lebih baik dibandingkan dengan kedua desa lainnya sehingga masyarakat melakukan penanaman dengan modal sendiri. Berdasarkan
pengalaman di Desa Taman Bandung, maka pada proses sosialisasi HTR masyarakat di desa ini tidak ditekankan bahwa mereka bisa mendapatkan bantuan
pinjaman dana dari pemerintah untuk membangun HTR. Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar responden memiliki rencana untuk membangun HTR
dengan modal sendiri secara bertahap. Bantuan pemerintah yang diharapkan oleh responden di desa ini adalah bantuan teknis seperti bibit dan pengetahuan
budidaya tanaman. Berdasarkan hal tersebut tidak selamanya bantuan berupa dana berpengaruh positif pada penyelanggaraan HTR. Beberapa pihak yang peneliti
wawancara juga berpendapat bahwa untuk masyarakat di daerah ini bantuan