Kepemilikan Lahan di Areal HTR
63
tingkat persepsi sedang dan 9,88 responden dengan tingkat persepsi rendah Tabel 26.
Tabel 26 Persepsi responden terhadap alokasi lahan untuk HTR
Kriteria Desa
Total Seko Besar
Lamban Sigatal Taman Bandung
n n
n n
Tinggi
13 48,15
21 84,00
23 79,31
57 70,37
Sedang
13 48,15
3 12,00
6 20,69
16 19,75
Rendah
1 3,70
1 4,00
0,00 8
9,88
Akses ke lahan HTR pada setiap desa mudah karena letak desa mereka dekat dengan areal HTR dan sebagian besar mereka sehari-hari tinggal di
lahannya masing-masing. Kondisi lahan yang sebagian besar berupa semak belukar dan alang-alang tidak berpengaruh bagi responden karena biasanya
mereka membuka lahan dengan cara dibakar dan tidak memperhitungkan keberadaan tanaman kayu hutan. Bahkan beberapa tanaman kayu hutan ikut
dibakar karena mereka belum tahu nilai ekonomisnya atau karena sulit dan malas memanennya. Sebagian besar lahan tersebut juga sudah jelas kepemilikannya.
Kepemilikan yang dimaksud adalah kepemilikan oleh masyarakat bukan berdasarkan aspek legalitas negara. Artinya bahwa kepemilikan lahan di
masyarakat walaupun tidak ada bukti legal tetapi secara adat masyarakat setempat diakui dan dihormati. Pengecualian terjadi di Desa Seko Besar dimana sebagian
areal pencadangan HTR tumpang tindih dengan areal lahan usaha LU2 masyarakat yang merupakan jatah yang diberikan pemerintah dalam program
transmigrasi. Sertifikat tanah untuk areal tersebut tidak dapat dikeluarkan karena masuk kedalam kawasan hutan produksi. Inilah yang menyebabkan tingkat
persepsi responden di desa tersebut masuk ke kategori sedang. Tidak semua lahan yang dimiliki oleh masyarakat di kawasan hutan dapat
diajukan dan diterbitkan ijin HTR-nya. Ketentuan yang pertama adalah bahwa lahan tersebut berada di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Menteri
Kehutanan sebagai kawasan pencadangan HTR Pasal 11 ayat 1 P. 23Menhut- II2007. Jika lahan tersebut berada di luar areal yang telah ditetapkan, maka
sesuai Pasal 13 P.5Menhut-II2008 Bupati dapat mengusulkan pencalonan areal tersebut kepada Menteri untuk dicadangkan sebagai areal HTR dengan
mempertimbangkan ketentuan pada Pasal Pasal 2 ayat 1 P. 23Menhut-II2007.
64 Ketentuan yang kedua adalah bahwa lahan yang dimiliki seseorang bebas
konflik terutama dengan penduduk yang lain. Oleh karena itu perlu dilakukan verifikasi lahan dengan melibatkan seluruh pihak yang memiliki lahan yang saling
berbatasan. Kegiatan ini sepenuhnya difasilitasi oleh BPKH, BP2HP dan Disbunhut Sarolangun. Pada tahap inilah baru diketahui batas yang jelas
kepemilikan lahan antar penduduk dan pihak lain seperti desa atau HTI. Kemudian dari hasil kegiatan ini dibuatlah sketsa areal kerja untuk setiap orang
yang menggambarkan letak dan batas-batas masing-masing lahannya. Ketentuan berikutnya adalah bahwa lahan tersebut harus merupakan satu
hamparan dengan luas maksimal 15 ha Pasal 8 P.23Menhut-II2007. Jika lahan yang dimiliki terpecah-pecah dan tidak berada dalam satu lokasi maka tidak dapat
diusulkan semua. Demikian pula jika luas lahan yang dimiliki seseorang 15 ha, maka maksimal luas yang dapat diusulkan atas nama orang tersebut hanya 15 ha,
dan sisanya harus diusulkan atas nama orang lain. Penjelasan tentang persepsi responden terhadap ketentuan luas lahan disajikan lebih rinci dalam subbab
tersendiri.