Persepsi Masyarakat terhadap Pola Mandiri Perorangan

72 selama 20-25 tahun masyarakat bisa memperoleh keuntungan dari HTR dengan menanam tanaman hutan, belum lagi mereka harus mengembalikan pinjaman modal usaha kepada pemerintah. Hal ini dapat meningkatkan keengganan masyarakat mengelola hutan dengan menanam kayu karena menginginkan keuntungan sebesar-besarnya dalam jangka waktu yang sempit. Beberapa kasus ditemukan adanya jual beli ijin HTR karena pemegang ijin sebelumnya tidak sanggup atau tidak tertarik mengusahakan hutan. Dengan demikian tujuan pemerintah membangun HTR untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi akan sulit terwujud. Dari Tabel 33, secara keseluruhan sebanyak 83,95 responden tidak setuju dengan ketentuan tersebut. Alasannya karena mereka telah lama mengelola lahan dan lahan tersebut menjadi sumber penghasilan tetap bagi mereka. Oleh karena itu mereka berharap lahan tersebut dapat diwariskan ke anak cucu untuk menjamin kehidupan ekonomi mereka. Tabel 33 Persepsi responden terhadap ketentuan pewarisan ijin HTR Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n Tinggi 0,00 0,00 0,00 0,00 Sedang 4 14,81 6 24,00 3 10,34 13 16,05 Rendah 23 85,19 19 76,00 26 89,66 68 83,95 Berdasarkan uraian di atas, maka ketentuan ini seharusnya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Tidak ada ruginya pemerintah memberikan kesempatan kepada ahli warisnya untuk mengelola hutan sampai jangka waktu yang telah diberikan pada saat pemegang ijinnya telah meninggal dunia asalkan tidak merubah ketentuan yang disepakati sebelumnya. Sebagian besar responden merasa cukup dengan jangka waktu pengusahaan HTR selama 95 tahun seperti yang telah diuraikan pada subbab sebelumnya.

5.2.10 Persepsi Masyarakat terhadap Hak dan Kewajiban

Hak dan kewajiban yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan hak mendapatkan pinjaman, hak mendapatkan pendampingan dan kewajiban menyusun rencana kerja baik Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu HTR RKUPHHK-HTR untuk selanjutnya cukup 73 disingkat dengan RKU maupun Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada HTR RKTUPHHK-HTR untuk selanjutnya cukup disingkat degan RKT. Setiap pemegang ijin HTR nantinya akan mendapatkan kemudahan memperoleh pinjaman dana dari pemerintah untuk mengelola lahannya. Untuk mendapatkan pinjaman tersebut, masyarakat diwajibkan membuat RKU dan RKT sebagai salah satu persyaratannya Peraturan Kepala Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Nomor P.02Pusat P2H-12008 tentang Pedoman Penyusunan Proposal Permohonan Pinjaman Dana Bergulir Untuk Usaha Pembangunan Hutan Tanaman Pasal 2 Lampiran 1. Penyusunan RKU dan RKT ini difasilitasi oleh Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi BP2HP Wilayah IV Jambi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62Menhut- II2008 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat Pasal 7 ayat 1 dan pasal 14 ayat 1 Sebanyak 58,02 dari seluruh responden memiliki tingkat persepsi yang rendah terhadap ketentuan ini Tabel 34. Rendahnya persepsi responden terhadap ketentuan hak dan kewajiban menunjukkan bahwa pelaksanaan HTR baru sebatas pada kegiatan pemberian ijin dan penataan kawasan hutan. Kegiatan setelah ijin diberikan belum terlaksana dengan baik karena ketidaktahuan masyarakat dan ketidaksiapan institusi pendukungnya. Tabel 34 Persepsi responden terhadap ketentuan hak dan kewajiban Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n Tinggi 2 7,41 8 32,00 10 34,48 20 24,69 Sedang 8 29,63 3 12,00 3 10,34 14 17,28 Rendah 17 62,96 14 56,00 16 55,17 47 58,02 Proses pelaksanaan kegiatan HTR tidak sesuai dengan harapan responden. Persoalan dasarnya terletak pada ketidaktahuan responden terhadap cara penyusunan RKU dan RKT karena proses fasilitasi tidak berjalan baik. Keterbatasan SDM dituding sebagai penyebab tidak berjalannya proses tersebut di BP2HP. Alasan lainnya adalah karena responden tidak terbiasa dengan budidaya tanaman khususnya tanaman hutan sehingga tahapan kegiatan yang harus dibuat