Khilafah Adalah Sistem Pemerintahan Islam

1. Khilafah Adalah Sistem Pemerintahan Islam

a. Wajibnya Khilafah 1.Dalil-dalil tentang wajibnya Khilafah

Hizbut Tahrir berpendapat bahwa bentuk pemerintahan Islam adalah Khilafah, sebagaimana Hizbut Tahrir berpendapat juga bahwa menegakkan khilafah adalah fardhu (wajib). Sedangkan dalil atas kedua perkara tersebut adalah Kitabullah (al-Qur'an), Sunnah Rasulullah SAW (al-Hadits), dan Ijma' Shahabat radhiyallahu 'anhum.

a. Al-Qur'an

Sungguh dalam menentapkan wajibnya Khilafah ini, Hizbut Tahrir berdalil dengan firman Allah SWT. yang ditujukan kepada Rasul-N ya SAW.

"M aka put uskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah t urunkan dan janganlah kamu mengikut i hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang t elah dat ang kepadamu". 1 Dan firman-N ya:

"Dan hendaklah kamu memut uskan perkara di ant ara mereka menurut apa yang dit urunkan Allah, dan janganlah kamu mengikut i hawa nafsu mereka. Dan berhat i-hat ilah kamu t erhadap mereka, supaya mereka t idak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang t elah dit urunkan Allah kepadamu". 2

Cara memahami firman Allah di atas adalah bahwa khit ob (seruan)

1 QS. Al-Maidah [5] : 48. 2 QS. Al-Maidah [5] : 49.

Allah SWT. kepada Rasul-N ya agar memutuskan perkara diantara manusia menurut apa yang diturunkan Allah adalah juga khit ob (seruan) kepada umatnya, selama tidak ada dalil yang mengkhususkan hanya untuk beliau. Dan hal itu, di sini tidak ada, sehingga khit ob (seruan) itu ditujukan kepada kaum muslim supaya mer eka melaksanakan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT.. Artinya, mereka diperintah agar mewujudkan (mengangkat) penguasa setelah Rasulullah SAW. yang akan memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah diturunkan Allah. Sedang perintah pada khit ob (seruan) tersebut menunjukkan pada perintah yang tegas atau harus ( jazm ), sebab topik seruan itu merupakan perkara yang wajib. Dan indikasi ( qarinah ) yang menunjukkan pada perintah yang tegas atau harus ini adalah sebagaimana ketetapan dalam persoalan- persoalan ushul (pokok). Sedangkan penguasa yang akan memutuskan perkara di antara manusia menurut apa yang telah Allah turunkan, setelah wafatnya Rasullah SAW. adalah Khalifah. Berdasarkan hal ini, maka sistem pemerintahan Islam adalah sistem Khilafah. Apalagi, melaksanakan hudud dan hukum-hukum syara' yang lain adalah wajib. Dan kewajiban ini tidak akan dapat ditegakkan kecuali dengan adanya seor ang penguasa. Sebagaimana kaidah syaria' menyatakan:

"Suat u kewajiban yang t idak dapat sempurna kecuali dengan sesuat u, maka sesuat u it u adalah wajib".

Dengan demikian, berarti bahwa mewujudkan penguasa yang akan melaksankan syar i'at (hukum-hukum Islam) adalah wajib. Sedangkan peguasa yang sesuai dengan kriteria itu adalah Khalifah, dan sistem pemerintahannya adalah sistem Khilafah. 3

Hizbut Tahrir berpendapat bahwa Allah SWT. telah mewajibkan kaum Muslim agar taat kepada ulil amri, yakni penguasa. Hal ini juga termasuk dalil yang menunjukkan kewajiban mewujudkan ulil amri atas kaum Muslim. Allah SWT. berfirman:

"H ai orang-orang yang beriman, t aat ilah Allah dan t aat ilah Rasul (N ya),

3 Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. II, hlm. 13; dan Ajhizah N egara Islam al-Khilafah fi al-H ukmi wa al-Idarah , Dar al-U mmah, Beirut , cet. ke-1, 1426 H./2005 M., hlm. 10.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Dalam hal ini Allah SWT. tidak memerintahkan agar mentaati orang yang tidak ada wujudnya. Artinya, firman Allah ini menunjukkan (sebagai dalil) atas wajibnya mewujudkan ulil amri. Kewajiban mewujudkan ulil amri di sini hukumnya bukan sunnah atau mubah, melainkan wajib. Sebab, memutuskan perkara menurut apa yang telah Allah turunkan adalah wajib. Ketika Allah memerintah taat kepada ulil amri, maka sesungguhnya Allah telah memerintah agar mewujudkannya. Sebab dengan adanya ulil amri, maka pelaksanaan hukum syara' dapat telaksana. Sebaliknya, dengan tidak adanya ulil amri, hukum syara' disia-siakan dan bahkan dilupakan. Dengan demikian, berarti adanya ulil amri adalah wajib. Sebab tidak adanya ulil amri mengakibatkan terlanggarnya perkara yang haram, yaitu menyia- nyiakan hukum syara'. 5

b. As-Sunnah

Adapun dalil tentang wajibnya Khilafah berdasarkan as-Sunnah, maka Hizbut Tahrir berargumentasi (berdalil) dengan sabda Rasulullah SAW.:

"Barangsiapa menarik t angan dari ket aat an (kepada Allah), maka pada hari kiamat ia akan bert emu Allah dengan t idak memiliki hujjah. Dan barangsiapa mat i sedang pada pundaknya t idak ada bai'at (kepada Khalifah), maka ia mat i sepert i mat i jahiliyah." 6

Cara memahami hadits di atas adalah bahw a N abi SAW. telah mewajibkan kepada kaum Muslim agar dipundak mereka ada bai'at. Bahkan beliau menyifati orang yang mati, sedang dipundaknya tidak ada baiat, bahwa ia mati seper ti mati jahiliyah. Sedangkan baiat setelah kepergian (wafatnya) N abi SAW. itu tidak ada kecuali kepada Khalifah bukan yang lain. Sementara hadits tersebut mewajibkan adanya bai'at di pundak setiap orang Islam. Artinya, kewajiban bai'at atas setiap orang

4 QS. An-N isa' [4] : 59. 5 Lihat: Asy-Syakhshiyah al- Islamiyah , vol. II, hlm. 13; dan N izom al-H ukmi fi al-Islam , hlm. 37. 6 HR. Muslim. Lihat : Shahih M uslim , vol. ke-3, hlm. 1478.

Islam itu dapat direalisasikan hanya dengan adanya Khalifah. Hizbut Tahrir juga berdalil dengan sabda N abi SAW.:

"Sesungguhnya seorang Imam (Khalifah) it u t idak lain adalah perisai, dimana orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya" 7 .

Pada hadits ini ada kriter ia Khalifah, yaitu sebagai per isai atau pelindung. Pernyataan Rasul SAW bahwa Imam (Khalifah) itu perisai merupakan ikhbar (penyampaian informasi) yang mengandung pujian terhadap keberadaan Imam. Sehingga hal ini sebagai sebuah tuntutan ( t halab ). Sebab ikhbar yang datang dar i Allah dan Rasul-N ya jika mengandung celaan, maka menjadi tuntutan untuk meninggalkan, yakni larangan; dan jika mengandung pujian, maka menjadi tuntutan untuk mengerjakan. Jika pekerjaan yang dituntut itu menjadi prasyarat dari pelaksanaan hukum syara' atau berdampak pada tersia-siakan hukum syara' ketika tuntutan pekerjaan itu ditinggalkan, maka tuntutan itu adalah tuntutan yang tegas yang member ikan ketentuan hukum w ajib atau haram.

Hizbut Tahrir juga berdalil dengan sabda N abi SAW.:

"Dahulu Bani Israil urusannya dijalankan oleh para N abi ket ika seorang N abi wafat , maka digant i oleh N abi yang lain. Sesungguhnya t idak akan pernah ada N abi lagi sepeninggalku dan akan banyak Khalifah. Shahabat bert anya: 'Lalu apa yang engkau perint ahkan kepada kami?' N abi SAW. Bersabda: 'Penuhilah bai'at pada Khalifah pert ama dan hanya pada Khalifah yang pert ama saja. Berikanlah kepada mereka hak-haknya. Sebab Allah kelak past i akan memint a pert anggungjawaban mereka mengenai amanat yang t elah dipercayakan kepada mereka". 8

7 HR. Bukhari dan Muslim. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-3, hlm. 1273; dan Shahih M uslim , vol. ke- 3, hlm. 1471.

8 HR. Bukhari dan Muslim. Lafadz matan menurut Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhar i, vol. ke-3, hlm. 1080; dan Shahih M uslim , vol. ke-3, hlm. 1471.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa orang-orang yang akan mengatur urusan kaum Muslim sepeninggal N abi SAW. adalah para Khalifah. Hal ini berarti tuntutan untuk mengangkat Khalifah yang akan mengurusi urusan mereka. Hizbut Tahrir juga berdalil dengan sabda Rasulullah SAW. yang memerintahkan agar taat kepada para Khalifah, ser ta memer angi siapa saja yang merebut kekusaan (Khilafah) dar i mereka.

"Barangsiapa yang t elah membai'at Imam ( Khalifah) . Lalu ia memberikan uluran t angannya dan buah hat inya, maka hendaklah ia ment aat inya selama ia mampu. Kemudian, apabila dat ang orang lain hendak merebut kekuasaannya, maka penggallah leher orang lain t ersebut ." 9

Dengan hadits ini, artinya Rasulullah SAW. memerintahkan agar mengangkat Khalifah dan menjaga kekuasaan (khilafahan)nya dengan membunuh siapa saja yang merebutnya. Perintah agar menaati Imam (Khalifah) adalah perintah untuk mengangkatnya. Sementara perintah agar memer angi or ang yang mer ebut kekuasaannya adalah indikasi ( qarinah ) atas ketegasan perintah tersebut, yakni perintah mewujudkan adanya satu orang Khalifah selamanya. 10

c. Ijma' Shahabat

Adapun dalil Ijma' Shahabat, maka sesungguhnya para shahabat radhiyallahu 'anhum telah berijma' atas wajibnya mengangkat Khalifah yang menggantikan Raswulullah SAW. setelah w afatnya. Mereka ber ijma' mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, kemudian Umar, kemudian Utsman setelah wafatnya masing-masing dari mereka.

Ijma' shahabat yang menekankan pentingnya pengangkatan khalifah, nampak jelas dalam kejadian bahw a mer eka menunda kew ajiban mengebumikan jenazah Rasululah SAW. Setelah wafatnya belia Saw. Padahal mengebumikan mayat segera setelah wafatnya adalah wajib. Para shahabat yang ber kew ajiban m er aw at jenazah Rasulullah dan

9 HR. Muslim Lihat : Shahih M uslim , vol. ke-3, hlm. 1472. 10 Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. II, hlm. 14; N izom al- H ukm fi al- Islam , hlm. 35; dan Ajhizah N egara Islam al-Khilafah , hlm. 11.

Sesungguhnya Rasulullah Saw wafat pada pagi hari Senini. N amun hingga malam Selasa dan siang harinya, dimana Abu Bakar RA. dibaiat, janazah beliau belum juga dikebumikan, dan baru dikebumikan pada tengah malam Rabu. Jadi pengebumian itu tertunda selam dua malam. Abu Bakar RA. dibaiat sebelum menguburkan janazah Rasulullah Saw. Fakt a ini menunjukkan adanya kesepakatan ( ijma' ) untuk seger a melaksanakan kewajiban mengangkat khalifah dari pada menguburkan janazah. Tentu hal itu, tidak akan pernah terjadi seandainya pengangkatan khalifah tidak lebih wajib dari pada menguburkan jenazah.

Demikian pula bahw a seluruh shahabat selama hidupnya telah bersepakat ( ijma') mengenai wajibnya mengangkat khalifah. Walaupun mereka berselisih mengenai siapa orang yang tepat untuk dipilih dan diangkat menjadi khalifah, namun mereka tidak pernah berselisih sedikit pun mengenai wajibnya mengangkat seorang khalifah, baik ketika N abi Saw wafat maupun ketika salah seorang dari Khulafaur Rosyidun wafat. Oleh karena itu, ijma' shahabat merupakan dalil yang tegas dan kuat mengenai kewajiban mengangkat khalifah. 11

d. Kewajiban Menegakkan Agama Itu Menunjukkan (Dalil) Atas Kewajiban Menegakkan Khilafah.

Mengenai wajibnya menegakkan khilafah, Hizbut Tahrir juga berdalil bahwa menegakkan agama dan melaksanakan hukum-ukum syara' pada selur uh aspek kehidupan dunia dan akhir at adalah kew ajiban yang dibebankan atas seluruh kaum Muslim berdasarkan dalil yang qat h'iyut s t subut (pasti sumbernya) dan qat h'iyud dilalah (pasti pengertiannya). Kewajiban tersebut tidak mungkin bisa dilaksanakan dengan sempurna kecuali dengan adanya seorang penguasa yang mempunyai kekuasaan. Sedangkan kaidah syara' menyatakan:

11 Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. II, hlm. 15; N izom al-H ukm fi al-Islam , hlm. 36; dan Ajhizah N egara Islam al-Khilafah , hlm. 12.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

"Suat u kewajiban yang t idak dapat sempurna kecuali dengan sesuat u, maka sesuat u it u adalah wajib".

Maka ber dasar kan kaidah syar a' ini pun mengangkat khalifah hukumnya wajib juga. 12