Pilar-Pilar Sistem Pemerintah Islam

2. Pilar-Pilar Sistem Pemerintah Islam

Hizbut Tahrir berpendapat bahwa dengan mengkaji dan meneliti dalil-dalil syara', jelaslah bahwa sistem pemerintah Islam itu tegak diatas empat pilar berikut:

Pilar pertama : Kedaulatan di tangan syara', bukan di tangan umat. Pilar kedua

: Kekuasaan di tangan umat. Pilar ketiga

: Mengangkat satu khalifah adalah wajib atas kaum

Muslim.

Pilar keempat : Hanya khalifah yang memiliki hak men- t abanni (mengadopsi) hukum-hukum syara'

Menurut Hizbut Tahrir, keempat hal di atas merupakan pilar-pilar pemerintah Islam. Dan essensi pemerintah Islam tidak ada kecuali dengan keempat pilar tersebut. Apabila ada salah satu dari keempat pilar itu yang hilang, maka hilanglah esensi pemerintahan Islam itu. 41

Pilar Pertama: Kedaulatan di Tangan syara', bukan di tangan umat.

Istilah 'kedaulatan' itu berasal dari Barat, artinya adalah pemegang dan pelaksana kehendak. Seseor ang ket ika dia mem egang dan melaksanakan kehendaknya, maka dia telah memiliki kedaulatannya. Sebaliknya, ketika kehendaknya dipegang dan dijalankan oleh orang lain, maka dia adalah budak bagi orang lain. Apabila kehendak umat atau kelompok umat dikendalikan dan dijalankan oleh umat itu sendiri, dengan perantara individu-individunya, dimana umat memberikan hak penanganan dan pengendalian tersebut kepada mer eka dengan suka rela, maka mereka (individu-individu umat tersebut) menjadi tuan bagi umat. Dan apabila kehendaknya dijalankan dan dikendalikan oleh umat lain dengan cara paksa, maka umat telah menjadi budak (koloni) mereka. Oleh karena itu, sistem demokrasi, dengan kedaulatan di tangan r akyat, berarti rakyatlah yang menjalankan dan mengendalikan kehendaknya. Kemudian, r akyat mengangkat siapa saja yang mer eka kehendaki, dan akan memberikan kepada siapa saja yang dikehendaki hak menjalankan dan mengendalikan kehendaknya. Inilah r ealita kedaulatan seper ti yang dijelaskan Hizbut Tahrir. Adapun mengenai status hukum kedaulatan semacam ini, maka Hizbut Tahrir berpendapat bahwa kedaulatan di tangan syara', bukan di tangan umat. Sehingga yang menjalankan dan mengendalikan kehendak individu-individu adalah syara', bukan individu

41 Lihat: N izom al- H ukm fi al- Islam , hlm. 40; dan M uqaddimah Ad-D ust ur , hlm. 105.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

"M aka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikat nya) t idak beriman hingga

mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselishkan". 42 Dan firman Allah SWT.:

"H ai orang-orang yang beriman, t aat ilah Allah dan t aat ilah Rasul (N ya), dan ulil amri di ant ara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat t ent ang sesuat u, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian." 43

Pengertian dari "Kembalikan perkara kepada Allah dan Rasul" adalah kembalikan kepada hukum syara'. Oleh karena itu, yang berkuasa di tengah-tengah umat dan individu, serta yang menjalankan dan mengendalikan kehendak, umat dan individu adalah apa yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.. Dimana umat dan individu itu harus tunduk kepada syara'. Karena itu, kedaulatan ada di tangan syara'. Maka dari iru, khalifah tidak dibaiat oleh umat sebagai ajir (peker ja, buruh atau pegaw ai) bagi umat yang akan melaksanakan kehendak umat sebagaimana halnya dalam sistem demokrasi. Akan tetapi, khalifah dibaiat oleh umat atas dasar Kitabullah dan Sunnah Rasul-N ya supaya melaksanakan keduanya, yakni melaksanakan syara', tidak untuk

42 QS. An-N isa' [4] : 65. 43 QS. An-N isa' [4] : 59.

Memang telah terjadi khilaf (perbedaan) dalam menentukan mafhum (persepsi) kedaulatan. Akan tetapi, DR. Mahmud al-Khalidiy setelah menyebutkan sejumlah definisi kedaulatan. Beliau berkata: Term (istilah) kedaulatan itu berasal dari Barat. Setelah menelaah dan menganalisis sejumlah pandangan para pakar hukum positif, yang dimaksud dengan kedaulatan dalam realitanya adalah pemegang dan pengendali kehendak dalam berbagai interaksi, bahkan sampai dalam segala hal. Berangkat dari t er m ini, maka per nyat aan yang paling t epat dan akur at dalam menggambar kan fakta kedaulatan dar i sudut pandang syara' adalah kekuasaan absolut tertinggi sebagai pemilik hak satu-satunya dalam

menetapkan hukum atas segala sesuatu dan perbuatan. 45 Pembatasan kedaulatan hanya di tangan syara' yang telah menjadi

pendapat Hizbut Tahrir ini adalah madzhab jumhur (pendapat mayoritas). Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan bahw a dalam hal ini (kedaulatan di tangan syara') tidak ada khilaf (perbedaan). 46 Hal tersebut tercermin ketika mereka membahas masalah: "Siapakah yang berhak membuat hukum?" Dalam hal ini hampir tidak disebutkan ada seseorang yang menyelisishi pendapat ini, yakni bahwa kedaulatan itu terbatas hanya di tangan syara'.

Imam Bukhari berkata: "Para imam (khalifah) setelah N abi SAW ber musyaw ar ah (mem int a masukan) kepada or ang- or ang yang terpercaya di antara ahli ilmu (para pakar) dalam perkara-perkara mubah untuk mengambil yang paling mudah. Lalu, ketika al-Qur'an dan as-Sunnah t elah m enj elaskan, m ak a m er eka t idak ber ani m elanggar nya (menyalahinya) karena mengikuti N abi SAW.". 47

Bahkan tidak sedikit di antara para pemikir (cendekiawan) muslim dari kalangan ulama usul dan yang lainnya yang menetapkan dengan jelas dan terang bahwa kedaulatan itu terbatas hanya di tangan syara'semata. Sesungguhnya tidak ada hukum sebelum datangannya syara'. Dan akal secara mutlak tidak memilik hak untuk menetapkan hukum. Diantara

mereka yang berpendapat demikian adalah Al-Amidy, 48 Abu Bakar Ibnul

44 Lihat: N izom al- H ukm fi al- Islam , hlm. 40; dan M uqaddimah Ad-D ust ur , hlm. 105. 45 Lihat: Qawaid N izon al-H ukm fi al- Islam , hlm. 23, 24. 46 Lihat: Irsyad al-Fukhul , hlm. 10. 47 Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-6, hlm. 2681. 48 Lihat: al-Ihkam fi Ushul al- Ahkam , vol. ke-1, hlm. 119.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

49 50 Arabiy, 51 Asy-Syaukani, dan masih banyak lagi selain mereka. Adapun berbagai pendapat yang lain, seperti "kedaulatan di tangan

umat", "kedualatan di tangan umat dan syara'", dan "kedaulatan di tangan umat yang diwakili oleh kepala negara", hanyalah pendapat-pendapat yang memiliki hujah rendah yang mustahil bersaing (mengalahkan) pendapat bahwa "kedaulatan di tangan syara' saja, bukan yang lain". 52

Pilar Kedua: Kekuasaan di Tangan Ummat.

Pilar kedua ini, yakni kekuasaan di tangan umat, diambil dari fakta bahwa syara' telah menjadikan pengangkatan khalifah oleh umat, dimana seorang khalifah hanya memiliki kekuasaan melalui bai'at. Dalil bahwa syara' telah menjadikan pengangkatan khalifah oleh umat adalah tegas sekali di dalam hadits-hadits tentang bai'at. Dari Ubadah bin Shamit, ia berkata:

"Kami dipanggil oleh N abi Saw. Lalu, kami membaiat beliau. Beliau bersabda mengenai apa yang harus kami lakukan yait u bahwa kami mem bai'at Rasulullah Saw. unt uk set i a mendengar dan ment a'at i perint ahnya, baik dalam keadaan suka maupun duka, baik dalam keadaan mudah at au sulit , sert a t idak akan mengut amakan diri kami. Dan kami t idak boleh merampas kepemimpinan dari yang berhak, (beliau bersabda) kecuali kalian menyaksikan kekufuran yang nyat a, dimana dalam hal ini

kalian mempunyai burhan (bukt i) dari Allah (kit ab-N ya)." 53 Dari Jarir bin Abdullah ra., berkata:

49 Lihat: Ahkam al-Qur'an , vol. ke-1, hlm. 14; dan al-M ahshul fi Ushul al-Fiqh , al-Qadhi Abu Bakar Ibnu Arabiy al-Maliki. D it ahqqi: H usein Ali al-Badri, D ar al-Bayariq, Yordania, cet. ke-1, 1420 H./1999

M., hlm. 134. 50 Lihat: Irsyad al-Fukhul , hlm. 10.

51 Lihat: Qawaid N izon al-H ukm fi al- Islam , hlm. 34, 35. 52 Lihat: Qawaid N izon al-H ukm fi al- Islam , hlm. 34, 35. 53 HR. Bukhari dan Muslim. Teks matan menurut Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-6, hlm. 2588; dan Shahih Muslim, vol. ke-3, hlm. 1469

"Aku membaiat Rasulullah Saw. at as dasar menegakkan shalat , mengeluarkan zakat , dan memberi nasihat kepada set iap orang Islam". 54

Dan N abi Saw. bersabda:

"Ada t iga orang yang pada hari kiamat nant i, dimana Allah t idak akan mengajak bicara mereka, t idak mensucikan mereka, dan mereka akan mendapat kan siksa yang pedih. Pert ama, orang yang memiliki kelebihan air di jalan, namun melarang ibnu sabil (musafir) memanfaat kannya. Kedua, orang yang yang membai'at imam (khalifah) t et api hanya karena pamrih keduniaan; jika diberi apa yang diinginkan, maka ia menepat i bai'at nya; dan jika t idak, maka ia t idak menepat inya. Ket iga, orang yang menjual barang dagangan kepada orang lain set elah wakt u Ashar; lalu ia bersumpah demi Allah aku mendapat kan t awaran dengan harga sekian dan sekian. Kemudian, orang lain it u pun mempercayainya dan membelinya dengan harga it u.

Padahal dia t idak mendapat kan t awaran dengan harga t ersebut ". 55

Bai'at itu diberikan oleh kaum Muslim kepada khalifah, bukan dari khalifah kepada kaum Muslim. Jadi merekalah yang membai'at khalifah, yakni yang mengangkatnya sebagai penguasa atas mereka. Dan Yang telah terjadi pada Khulafaur Rasyidin adalah bahwa mereka menjadi khalifah dengan cara mengambil bai'at dari tangan umat. Mereka juga tidak menjadi khalifah, kalau bukan dengan bai'at dari umat yang diberikan kepada mereka.

54 HR. Bukhari dan Muslim. Teks matan menurut Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-1, hlm. 31; dan Shahih Muslim, vol. ke-1, hlm. 75.

55 HR. Bukhari dan Muslim. Teks matan menurut Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-6, hlm. 2636; dan Shahih Muslim, vol. ke-1, hlm. 103.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Sedangkan mengenai khalifah memiliki kekuasaan kar ena mendapatkan bai'at dari umat adalah jelas dan tegas berdasarkan hadits- hadits at h-t ha'at (kewajiban ta'at kepada imam) dan hadits-hadits kesatuan khilafah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

 "Barangsiapa yang t elah membai'at Imam ( Khalifah) . Lalu ia

memberikan uluran t angannya dan buah hat inya, maka hendaklah ia ment aat inya selama ia mampu. Kemudian, apabila dat ang orang lain hendak

merebut kekuasaannya, maka penggallah leher orang t ersebut ." 56 Dan sabda Rasulullah Saw.:

"Dan barangsiapa mati sedang pada pundaknya tidak ada bai'at (kepada Khalifah), maka ia mati seperti mati jahiliyah." 57

Dan sabda N abi Saw.:

"Barang siapa membenci sesuat u dari amir (pimpinan)nya, maka

bersabarlah t erhadapnya, karena sesungguhnya t idak ada seorangpun dari manusia yang keluar (memberont ak) meski sejengkal saja dari penguasa, lalu ia mat i dalam kondisi sepert i it u, kecuali ia mat i sepert i

mati jahiliyah". 58 Dan sabda N abi Saw.:

56 HR. MuslimLihat: Shahih Muslim, vol. ke-3, hlm. 1472. 57 HR. Muslim. Lihat: Shahih Muslim, vol. ke-3, hlm. 1478. 58 HR. Bukhari dan Muslim. Teks matan menurut Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-6, hlm. 2588; dan Shahih Muslim, vol. ke-3, hlm. 1477.

"Adalah Bani Israil urusan mereka dipimpin oleh para N abi ket ika seorang N abi wafat , maka digant i oleh N abi yang lain. Sesungguhnya t idak akan pernah ada Nabi lagi sepeninggalku dan akan banyak Khalifah. Shahabat bert anya: 'Lalu apa yang engkau perint ahkan kepada kami?' N abi Saw. bersabda: 'Penuhilah bai'at pada Khalifah pert ama dan hanya pada Khalifah yang pert ama saja. Berikanlah kepada mereka hak-haknya. Sebab Allah kelak past i akan memint a pert anggungjawaban mereka mengenai amanat yang t elah dipercayakan kepada mereka". 59

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwasanya khalifah mendapatkan kekuasaan semata-mata hanya melalui bai'at, sebab Allah mewajibkan agar mentaati khalifah dengan adanya bai'at. "Barangsiapa yang telah membai'at imam (khalifah)…. maka hendaklah ia mentaatinya". Karena itu, khalifah baru mendapatkan kekhilafahan dengan melalui bai'at, dan umat wajib mentaatinya karena ia adalah khalifah yang benar-benar telah dibai'at. O leh kar ena itu, khalifah benar-benar telah mendapatkan kekuasaan dari tangan umat dengan adanya bai'at umat kepadanya. Dan umat wajib mentaati khalifah yang telah dibai'atnya, yaitu kepada orang yang karena adanya orang itu di atas pundak umat terdapat bai'at.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekuasaan itu ada di tangan umat. Akan halnya Rasulullah Saw. sekalipun beliau adalah rasul, namun beliau tetap saja mengambil bai'at dari tangan umat, itu maksudnya adalah bai'at atas pemerintahan dan kekuasaan, bukan baiat atas kenabian. Beliau telah mengambil bai'at tersebut, baik dari kaum laki-laki maupun perempuan. Dan beliau tidak mengambil bai'at dari anak-anak kecil yang belum baligh. Karena kaum Muslimlah yang mengangkat seorang khalifah dan membai'at mereka dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-N ya, disamping khalifah mendapatkan kekuasaan hanya dengan adanya bai'at tersebut, maka semua tadi telah menjadi dalil yang tegas dan jelas bahwasanya kekuasaan itu adalah milik umat; dimana umat bisa memberikan kepada siapa saja

59 HR. Bukhari dan Muslim. Lafadz matan menurut Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-3, hlm. 1080; dan Shahih M uslim , vol. ke-3, hlm. 1471.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Pilar Ketiga: Mengangkat Satu Khalifah Adalah Fardhu Atas Kaum Muslim

Pilar ketiga ini meliputi dua perkara : Pert ama , kew ajiban mengangkat khalifah ini telah ditetapkan

berdasarkan al-Qur'an, as-Sunnah, dan Ijma' Shahabat sebagaimana telah kami bahas sebelumnya. 61

Kedua, khalifah itu harus satu saja. Dalam hal ini, Hizbut Tahrir berpendapat bahwa seluruh kaum Muslim wajib berada dalam satu N egara Islam, dan mereka wajib memiliki hanya satu khalifah saja. Sehingga berdasarkan ketentuan syara' haram kaum Muslim memiliki lebih dari satu negara, dan juga haram memiliki khalifah lebih dari satu. Begitu juga sistem pemerintahan dalam N egara Islam (Khilafah) wajib berupa sistem kesatuan, dan haram memakai sistem federasi. Sedang dalil atas hal ini adalah sabda N abi Saw.:

 "Barangsiapa yang t elah membai'at Imam ( Khalifah) . Lalu ia

memberikan uluran t angannya dan buah hat inya, maka hendaklah ia ment aat inya selama ia mampu. Kemudian, apabila dat ang orang lain hendak merebut kekuasaannya, maka penggallah leher orang t ersebut ." 62

Dan sabda N abi Saw.:

"Barang siapa dat ang kepada kalian, sedangkan urusan kalian semuanya t elah diserahkan kepada seorang laki-laki (khalifah). Sedang orang it u dat ang

60 Lihat: N izom al-H ukm fi al-Islam , hlm. 41, 42; M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 106, 107; dan Qawa'id N izom al- H ukm fi al- Islam , hlm. 97.

61 Lihat: N izom al-H ukm fi al-Islam , hlm. 43; dan Tesisi ini halaman 376 dan set erusnya. 62 HR. Muslim Lihat : Shahih M uslim , vol. ke-3, hlm. 1472.

Dan sabda N abi Saw.:

"Apabia t elah dibai'at dua orang khalifah, maka bunuhlah yang t erakhir dari keduanya" 64

Dan sabda N abi Saw.:

"Adalah Bani Israil urusan mereka dipimpin oleh para N abi ket ika seorang N abi wafat , maka digant i oleh N abi yang lain. Sesungguhnya t idak akan pernah ada Nabi lagi sepeninggalku dan akan banyak Khalifah. Shahabat bert anya: 'Lalu apa yang engkau perint ahkan kepada kami?' N abi SAW. Bersabda: 'Penuhilah bai'at pada Khalifah pert ama dan hanya pada Khalifah yang pert ama saja. Berikanlah kepada mereka hak-haknya. Sebab Allah kelak past i akan memint a pert anggungjawaban mereka mengenai amanat yang t elah dipercayakan kepada mereka". 65

H adit s per tama menjelaskan bahw a ketika seseor ang t elah memberikan imamah (khilafah) kepada seseorang, maka ia wajib taat kepadanya. Lalu, apabila ada orang lain datang dan merebut imamah (khilafah) darinya, maka ia wajib memer angi dan membunuh orang tersebut jika ia tetap berusaha merebutnya. Sementara, hadits kedua menjelaskan bahwa apabila kaum Muslim telah menjadi satu jamaah dibawah kepemimpinan satu orang khalifah, lalu datang seseorang yang

63 HR. Muslim Lihat : Shahih M uslim , vol. ke-3, hlm. 1479. 64 HR. Muslim Lihat : Shahih M uslim , vol. ke-3, hlm. 1480. 65 HR. Bukhari dan Muslim. Lafadz matan menurut Bukhari. Lihat: Shahih al- Bukhari , vol. ke-3, hlm. 1080; dan Shahih M uslim , vol. ke-3, hlm. 1471.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Sedangkan hadits ket iga menunjukkan bahw a apabila t er jadi kevakuman (kekosongan) N egara Islam dari khalifah, disebabkan mati, dipecat, atau mengundurkan diri, dan terjadi pebai'atan terhadap dua orang khalifah, maka wajib membunuh yang terakhir dari keduanya, yakni khalifah yang bai'atnya sah adalah yang dibai'at pertama. Sedang khalifah yang dibaiat setelahnya jika tetap ber sih kokoh ter hadap khilafah-dengan tetap mempertahankan bahwa dirinya khalifah, maka ia wajib dibunuh. Tentu lebih haram lagi apabila khilafah diberikan kepada lebih dari dua orang khalifah. Ini adalah kinayah (sindiran) tentang larangan membagi-bagi N egara Islam, yakni haram N egara Islam pecah menjadikan beberapa negara. Artinya, N egara Islam harus tetap merupakan satu N egara.

Sedangkan hadits keempat menunjukkan bahwa akan terjadi banyak khalifah sepeninggal Rasulullah Saw.. Kemudian, para shahabat bertanya kepada N abi Saw. tentang sikap yang harus mereka lakukan ketika terjadi banyak khalifah. Lalu beliau menjelaskan bahwa mereka wajib memenuhi (menepati ) bai'at terhadap khalifah yang pertama dibaiat. Sebab dialah khalifah yang sah menurut syara'. Sehinga hanya dialah yang wajib dita'ati. Sementara, para khalifah yang dibai'at sesudahnya, mereka tidak wajib dita'ati, sebab bai'atnya batal dan ilegal. Dengan demikian, tidak ada bai'at kepada khalifah, sementara kaum Muslim telah memiliki khalifah yang sah. Hadits keempat ini juga menunjukkan atas wajibnya ta'at hanya kepada satu orang khalifah, selanjutnya menunjukkan bahwa tidak boleh kaum Muslim memiliki lebih dari satu orang khalifah, dan juga haram memiliki lebih dari satu negara. 66

Sungguh, tidak ada khilaf (perbedaan) di antara kaum Muslim tentang wajibnya mengangkat khalifah, dan tidak ada khilaf di antara mereka tentang haramnya mengangkat dua orang khalifah sekaligus dalam satu wilayah yang saling berbatasan dan saling berdekatan. N amun khilaf di antara mereka itu terjadi dalam mengangkat lebih dari satu orang khalifah ketika neger i-neger i kaum Muslim saling ber jauhan, dan w ilayah

66 Lihat: asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. ke-2, hlm. 38; N izom al- H ukm fi al- Islam , hlm. 43, 92, 93; Ajhizah Daulah al-Khilafah , hlm. 37, 38; dan M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 88, 108.

Kedua , tidak boleh di dunia ada lebih dari satu orang khalifah. Ini adalah madzhab mayoritas ulama. 67

Adapun ketika terjadi akad khilafah kepada dua orang khalifah di dua negeri dalam waktu yang bersamaan, maka dalam kasus seperti ini Hizbut Tahrir berpendapat bahwa akad khilafah kepada kedua khalifah tersebut tidak ada satupun yang sah. Sebab kaum Muslim tidak boleh memiliki dua orang khalifah. Dalam hal ini, tidak dapat dikatakan bahwa bai'at itu milik yang pertama dibai'at dari keduanya. Sebab permasalahannya adalah proses pengangkatan khalifah, bukan siapa yang paling dahulu menduduki kekhilafahan. Mengingat khilafah adalah hak seluruh kaum Muslim, bukan hak seorang khalifah. Maka perkara itu harus dikembalikan lagi kepada kaum Muslim agar mereka dapat mengangkat satu orang khalifah, apabila sebelumnya telah ada dua khalifah. Juga tidak dapat dikatakan bahwa dalam hal ini perlu diadakan undian diantara keduanya, sebab khilafah adalah akad, sedangkan undian itu tidak masuk kedalam jenis akad apapun.

Dan tidak pula dapat dikatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Penuhilah bai'at pada Khalifah pertama dan hanya pada Khalifah yang pertama saja", sebab maksud dari sabda Rasulullah Saw. ini adalah apabila

____________________

67 Lihat : al- M uhalla , vol. ke-9, hlm. 259, 260; al- Ahkam as-Sult haniyah , karya al-Maw ardi, hlm. 21; Ghayah al-M aram fi 'Ilm al-Kalam , hlm. 382; al-M awaqif , vol. ke-3, hlm. 591; al-Fashal fi al-M ilal wa al-

Ahwa' wa an-N ihal , Ibnu Hazm, Maktabah al-Khaniji, Kaero, vol. ke-4, hlm. 73; al-M ilal wa an-N ihal , Muhammad bin Abdul Karim bin Abi Bakar Ahmad asy-Syahrist ani. D it ahqiq Muhammad Sayyid Kailani, Dar al-Ma'rifah, Beirut, 1404 H., vol. ke-1, hlm. 153; al-Firaq baina al-Firaq wa Bayan al-Firqah an-N ajiyah , Abdur Qahir al-Baghdadi, Dar al-Afaq al-Jadidah, Beirut , 1997 M., hlm. 211; M a't sar al- Inafah fi M a'alim al-Khilafah , hlm. 45, 47; M ughni al-M uht aj , Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Dar al-Fikr, Beirut, tanpa tahun, vol. ke-4, hlm. 132; al-Ahkam as-Sult haniyah , al-Qadhi Abu Ya'la, hlm. 25; M aqalat al- Islamiyin , al-Imam Abi al-H asan al-Asy'ari. Ditahqiq. Muhammad Muhyiddin Abdul

H amid, cet. ke-2, 1405 H./1985 M., vol. ke-2, hlm. 133, 134; dan Qawa'id N izom al- H ukm fi al- Islam , hlm. 313 dan seterusnya.

409

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

dibai'at banyak khalifah, padahal telah ada khalifah, maka bai'at tidak sah melainkan kepada khalifah yang dibai'at per t ama. Sedang t opik pembahasan disini adalah apabila terjadi penyerahan khilafah kepada dua orang khalifah, seperti ketika ahlul halli wal aqdi membai'at dua orang khalifah dalam waktu yang bersamaan, maka menurut syara' proses bai'at kepada keduanya sudah sah, namun kedua akad ini harus dibatalkan dan urusannya dikembalikan kepada kaum Muslim, bukan kepada orang- orang yang bersaing menduduki kekhilafahan. Apabila dibai'at dua orang khalifah, salah satunya dibai'at oleh mayoritas ahlul halli wal aqdi yang berkompeten menangani persoalan-persoalan pemerintahan dan khilafah, sementara yang satunya lagi dibai'at oleh kelompok minoritas, maka bai'at yang sah adalah bai'at kepada khalifah yang dibaiat oleh mayoritas ahlul halli wal aqdi yang memang ber kompeten dalam menangani ur usan pemerintahan dan khilafah, baik ia dibai'at pertama, kedua maupun ketiga, sebab dialah khalifah yang sah secara syar a', karena ia dibai'at oleh mayoritas ahlul halla wal aqdi , sedang yang lain wajib membai'atnya demi kesatuan khilafah. Jika tidak, maka kaum Muslim harus memeranginya. Sebab khilafah yang sah adalah yang diserahkan melalui bai'at mayoritas kaum Muslim. Ketika khilafah telah sah diserahkan kepada seseorang di antara kaum Muslim, maka ia telah menjadi seorang khalifah yang wajib ditaati oleh seluruh kaum Muslim, dan selanjutnya haram membai'at seorang khalifah selain dia.

Persoalan selanjutnya adalah bahwa realitas pemerintahan dimana mayoritas ahlul halli wal aqdi sebagai pemegang urusan pemerintahan, biasanya berada dan tinggal di ibu kota negara, karena disanalah aktivitas pengaturan urusan pemerintahan tertinggi dijalankan. Sehingga apabila penduduk ibu kota negara, yakni ahlul halli wal aqdi yang ada di sana telah membaiat khalifah, sementar a penduduk di satu wilayah atau beberapa wilayah telah membaiat khalifah lain, maka apabila yang pertama adalah baiat yang berlangsung di ibu kota negara, maka khilafah telah sah baginya, karena baiatnya orang yang ada di ibu kota negara itu menjadi petunjuk dan dalil bahwa mayor itas ahlul halli wal aqdi berada pada pihaknya, sedangkan bai'at yang sah dalam kondisi ini adalah untuk yang pertama. Sebaliknya, apabila bai'at yang terjadi di wilayah-wilayah itu yang pertama, maka dalam hal ini harus dianalisa untuk mengetahui siapa yang didukung oleh mayoritas ahlul halli wal aqdi . Sebab mer eka telah melangsungkan bai'at pertama, maka hal ini melemahkan eksistensi ibu kota sebagai indikasi bahwa mayoritas ahlul halli wal aqdi berada di ibu kota. Perlu diingat bahwa dalam kondisi dan situasi apapun tidak boleh

Pilar Keempat: Hanya Khalifah yang Berhak M enadopsi Hukum-Hukum Syara'

Khalifah adalah satu-satunya pihak yang berhak melakukan tabanni (adopsi) hukum-hukum syara'. Dengan demikian, khalifah yang berhak m em buat U U D dan undang- undang yang lain. H izbut Tahr ir menyebutkan bahwa ijma' shahabat menetapkan bahwa hanya khalifah yang berhak untuk mengadopsi berbagai hukum. Berdasarkan ijma' ini diambil kaidah-kaidah syara' yang populer seperti:

"Perint ah imam (khalifah) menghilangkan perselisihan".

"Perint ah imam (khalifah) harus dilaksanakan, baik secara lahir maupun bat in".

"Bagi seorang sult han ( khalifah) memiliki hak mengeluarkan keput usan-keput usan hukum sesuai problemat ika yang t erjadi". 69

Hanya saja hak istimewa yang dimiliki oleh khalifah ini, tidak berarti bahwa seluruh tabanni-nya tunduk mengikuti hawa nafsu dan kemauan pribadinya. N amun dalam hal ini, Hizbut Tahrir menegaskan bahwa khalifah dalam melakukan t abanni (adopsi) untuk membuat undang- undang harus terikat dengan dua perkara, yaitu:

68 Lihat : asy- Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. ke-2, hlm. 38, 39; al- Ahkam as- Sult haniyah , al-Maw ardi, hlm. 20 dan set erusnya; dan M a't sar al-Inafah fi M a'alim al- Khilafah , vol. ke-1, hlm. 46, 47.

69 Lihat: asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. ke-2, hlm. 38; N izom al-H ukm fi al-Islam , hlm. 106; Ajhizah Daulah al-Khilafah , hlm. 46; Muqaddimah ad-Dustur, hlm. 108; dan Qawa'id N izom al- hukm fi al-

Islam , hlm. 323, 343.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200