Sistem Pergaulan dalam Islam

1. Sistem Pergaulan dalam Islam

a. Konsep an-N izom al-Ijtima'i.

Dalam pandangan Hizbut Tahrir penggunaan term an-N izom al- Ijt ima'i untuk menyebutkan semua sistem kehidupan bermasyarakat adalah berlebihan, salah-kaprah, dan bahkan keliru. Istilah yang lebih tepat untuk menyebutkan sistem kehidupan bermasyarakat adalah Anzimah al-M ujyama' (sistem sosial). Sebab, sistem ini hakikatnya adalah sistem yang mengatur berbagai interaksi (hubungan) manusia yang terjadi di dalam suatu masyarakat tertentu, tanpa memperhatikan aspek ijt ima' (adanya pergaulan antar laki-laki dan perempuan) atau t afarruq (tidak adanya pergaulan antar keduanya). Dalam sistem sosial, interaksi antar individu tidak mendapat perhatian, sedang yang diperhatikan hanyalah hubungan sosialnya saja. Dari sini, muncullah berbagai macam peraturan (sistem) sesuai dengan jenis dan bentuk hubungan yang terjadi, seperti: sistem ekonomi, sistem pemerintahan, sistem politik, sistem pendidikan, sistem per sanksian, sistem mu'amalat, sistem pembuktian, dan lain sebagainya. Jadi, penggunaan t er m an- N i zom al- I j t i m a'i unt uk menyebutkan sistem sosial tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta. Apalagi kata al-ijt ima'i itu adalah sifat. Sehingga, pengertiannya sistem tersebut dibuat untuk menyelesaikan berbagai problem yang muncul dari adanya al-ijt ima'i (pergaulan atau interaksi) laki-laki dan perempuan, atau mengatur berbagai hubungan yang terjadi sebagai implikasi dari adanya interaksi tersebut.

Interaksi seorang laki-laki dengan sesama laki-laki atau seorang perempuan dengan sesama perempuan tidak membutuhkan sistem (peraturan). Sebab, interaksi sesama jenis tidak melahirkan banyak prob- lem ataupun melahirkan berbagai hubungan yang mengharuskan adanya seperangkat peraturan. Dalam konteks tersebut, peraturan diperlukan hanya karena adanya ber bagai faktor kemaslahatan dan kepentingan mereka. Hal itu merupakan konsekuensi dari kehidupan bersama yang mereka jalani di dalam sebuah masyarakat di suatu negara, sekalipun mereka tidak saling bergaul atau berinteraksi.

Sedangkan pergaulan antar a laki-laki dengan per empuan atau sebaliknya sering menimbulkan berbagai problem dan hubungan yang perlu diatasi dengan peraturan tertentu. Sistem interaksi laki-laki dan perempuan seperti inilah yang lebih tepat disebut dengan an-N izh om al- Ijt ima'i . Alasannya, sistem inilah yang pada hakikatnya mengatur pergaulan (interaksi) yang terjadi di antara dua lawan jenis (laki-laki dan perempuan)

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Oleh karena itu, pengertian an-Nizhom al-Ijt ima'i seharusnya dibatasi hanya untuk menyebut sist em yang mengatur interaksi atau pergaulan antara laki-laki dan perempuan, mengatur hubungan yang terjadi sebagai implikasi dari adanya interaksi di antara keduanya-bukan dari adanya ber bagai kepentingan keduanya di tengah-tengah masyar akat-dan menyelesaikan segala persoalan yang terkait dengan hubungan tersebut. Dalam konteks ini, aktivitas jual beli antara laki-laki dan perempuan atau sebaliknya, misalnya, termasuk ke dalam kategori sistem sosial ( anzimat ul mujt ama' ), bukan ter masuk ke dalam an-N izom al-Ijt ima'I , kar ena termasuk ke dalam sistem ekonomi. Sedangkan larangan ber-khalwat (berdua-duaan antara laki-laki dan per empuan), kapan seor ang istri memiliki hak mengajukan gugatan cerai, atau sejauh mana seorang ibu memiliki hak pengasuhan anak, maka semuanya termasuk ke dalam an-N izom al-Ijt ima'i.

Atas dasar inilah, maka an-N izhom al-Ijt ima'i didefinisikan sebagai:

"Sist em yang mengat ur int eraksi (pergaulan) laki-laki dan perempuan at au sebaliknya, sert a mengat ur hubungan yang t imbul sebagai implikasi dari adanya int eraksi (pergaulan) yang t erjadi dan segala sesuat u yang t erkait dengan hubungan t ersebut ". 1

b. Hak dan Kewajiban bagi Laki-laki dan Perempuan

Islam telah memberikan sejumlah hak kepada perempuan seperti yang diberikan kepada laki-laki serta menetapkan sejumlah kewajiban yang sama terhadap keduanya, kecuali perkara yang telah dikhususkan oleh Islam untuk perempuan tidak dengan laki-laki atau sebaliknya, berdasarkan dalil-dalil syara'. Perempuan berhak untuk melakukan aktivitas per dagangan (jual-beli), per tanian dan perindustr ian, ser ta ber hak melakukan berbagai transaksi dan bisnis ( mu'amalat ). Perempuan berhak memiliki segala macam kepemilikan, serta berhak mengembangkan har t anya sendir i at au har t a or ang lain. D an per empuan ber hak

1 Lihat: N izom al-Ijt ima'i fi al-Islam , hlm. 6, 7.

"Kat akanlah: 'H ai manusia sesungguhnya aku adalah ut usan Allah kepadamu semua." 2

Allah Swt. berfirman:

"W ahai manusia, t akut lah kepada Tuhan kalian." 3

Allah Swt. berfirman:

"W ahai orang-orang yang beriman, diwajibkan at as kalian berpuasa". 4

Allah Swt. berfirman:

"Allah t elah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba". 5

Dan masih banyak lagi nash-nash yang lainnya. Seruan asy-Syari' (pembuat hukum) dalam nash-nash tersebut semuanya bersifat umum kepada semua manusia tanpa memandang apakah ia laki-laki atau per em puan. Keum um an ser uan asy- Syar i ' t er sebut t et ap at as keumumannya. Jadi, syariat itu datang adalah untuk semua manusia, tidak untuk laki-laki sebagai seorang laki-laki, dan tidak pula untuk perempuan sebagai seorang perempuan, namun seruan itu untuk manusia dalam kapasitasnya sebagai manusia. Dengan demikian, tidak ada pembebanan

___________________ 2 QS. Al-A'raf [7] : 158.

3 Q.S. An-N isa' [4] : 1. 4 QS. Al-Baqarah [2] : 183. 5 QS. Al-Baqarah [2] : 275.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Adapun, apabila telah datang hukum-hukum yang khusus bagi laki- laki saja, seperti hukum yang berhubungan dengan pemerintahan, yakni kekuasaan, maka hal itu tidak boleh dilakukan kecuali oleh laki-laki saja. Hukum terkait pemerintahan ini khusus bagi laki-laki, karena telah ada nash yang mengkhususkannya. Sehingga hal itu hanya khusus untuk laki- laki, tidak dengan perempuan. N amun, pengkhususan laki-laki itu dibatasi hanya dalam soal pem er int ahan, t i dak dalam per adil an at au kepemimpinan administrasi negara atau dir jen, karena ketentuan itu ter kait pemer intah atau ulil amri , tidak dengan yang lain. D engan demikian, pengkhususan itu hanya berlaku atas per kar a yang telah dikhususkan oleh nash (dalil) syara'. Sementara perkara yang tidak terdapat nash syara' yang mengkhususkannya, maka tetap berlaku umum, karena syara' itu datang memang bersifat umum. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan oleh syara' diseru dengan seruan yang sama, tanpa ada perbedaan. Mengingat, seruan itu ditujukan kepada manusia, tidak kepada laki-laki dan tidak pula kepada perempuan. Atas dasar semua itu, maka di dalam Islam hakikatnya tidak ada hak-hak atau kewajiban-kewajiban yang khusus bagi laki-laki ataupun sebaliknya. N amun, di dalam Islam yang ada adalah sejumlah hak dan kewajiban bagi manusia dalam kapasitasnya sebagai manusianya, tanpa memandang laki-laki atau perempuannya, dan tanpa membeda-bedakan keduanya. Semua hukum yang ada dalam

1. Pemisahan Laki-laki dan Perempuan dalam Kehidupan Dalam pandangan Hizbut Tahrir bahwa hukum asal kehidupan laki- laki dan perempuan itu terpisah. Sehingga, mereka tidak boleh berkumpul kecuali karena ada keperluan yang dibolehkan syara', seper ti ketika melakukan aktivitas jual-beli, atau berkumpul itu merupakan perkara yang tidak bisa dihindari, seperti ketika sedang beribadah haji. Dalil atas semua itu adalah:

a) Syara' telah menetapkan dua kehidupan bagi orang Islam, yaitu kehidupan khusus dan kehidupan umum. Dalam kehidupan khusus syara' membolehkan perempuan menampakkan lebih dari batas aurat kepada mahramnya. N amun, dalam kehidupan umum syara' melarang perempuan menampakkan tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.

b) Syara' telah menjadikan barisan ( shaf ) perempuan dalam shalat berjama'ah ada di belakang barisan laki-laki.

c) Syar a' t elah m em er int ahkan lak i- laki supaya m enjaga pandangannya terhadap perempuan, dan sebaliknya perempuan supaya menjaga pandangannya terhadap laki-laki.

d) Syar a' t elah m emer int ahkan kepada per empuan dalam kehidupan umum agar mengenakan pakaian yang sempurna, terhormat dan menutup semua tempat perhiasan kecuali yang biasa tampak dari padanya.

e) Syara' telah membolehkan perempuan dalam kehidupan khusus ketika berada bersama mahramnya menampakkan lebih dari batas auratnya.

Dalil-dalil hukum tersebut menunjukkan bahwa hukum asal laki- laki dan perempuan adalah terpisah. Oleh karena itu, masing-masing hidup dalam kehidupan yang terpisah satu dengan yang lain. Sehubungan dengan hal ini, syara' telah menetapkan untuk perempuan beberapa perkara yang

6 Lihat : N izhom al- Islam , hlm. 113; N izhom al- Ijt ima'i fi al- Islam , hlm. 79, 80; dan M uqaddimah ad- Dust ur , hlm. 254, 256.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa metode kehidupan Islam adalah terpisahnya laki-laki dari perempuan dalam kehidupan khusus. Dan dalam kehidupan umum, laki-laki dan perempuan boleh bertemu (berkumpul) dalam rangka melaksanakan per kara-perkara yang status hukumnya wajib, mubah, atau sunnah bagi laki-laki dan sekaligus perempuan. 7

2. Perempuan adalah Ibu Sekaligus Ibu Rumah Tangga. Perempuan adalah Kehormatan yang Wajib Dipelihara.

D alam pandangan Hizbut Tahr ir bahw a hukum asal mengenai perempuan adalah ibu dan sekaligus nyonya rumah ( umm wa robbah al- bait

). Lebih dari itu, perempuan adalah kehormatan yang wajib dipelihara. 8 Untuk hal ini, Hizbut Tahrir berargumrntasi dengan beberapa dalil berikut:

a. Dalil-dalil yang mendorong untuk menikah.

b. D alil-dalil yang member ikan per empuan hak lebih dalam mengasuh anak.

c. Dalil-dalil yang melarang perempuan keluar dari rumah suaminya dan melarang perempuan melakukan puasa sunnah tanpa seizin suaminya.

d. Dalil-dalil wajibnya perempuan melayani suaminya.

e. Dalil-dalil tentang aurat perempuan

f. Dalil-dalil larangan ber-khalwat.

___________________ 7 Lihat: N izom al-Islam , hlm. 113; N izom al- Ijt ima'i fi al-Islam , hlm. 29, 35-37; dan M uqaddimah ad-

Dust ur , hlm. 252, 253. 8 Lihat: N izom al-Islam , hlm. 113; N izom al-Ijt ima'i fi al-Islam , hlm. 79, 80; dan M uqaddimah ad-Dust ur ,

hlm. 248.

Dari sejumlah dalil atas perkara-perkara tersebut, Hizbut Tahrir telah menggali hukum (melakukan sebuah ijtihad) bahwa hukum asal mengenai perempuan adalah ibu dan sekaligus nyonya rumah ( umm wa robbah al- bait ). Lebih dari itu, perempuan adalah kehormatan yang wajib dipelihara ( arodhun yajibu an yushona ).

3. Tugas-Tugas Perempuan

D alam pandangan Hizbut Tahrir bahwa meskipun hukum asal mengenai perempuan adalah sebagai ibu dan ibu rumah tangga, maka hal ini tidak berarti bahwa perempuan dibatasi hanya pada aktivitas tersebut, dan dilar ang menger jakan aktivitas-aktivitas lain. N amun, seor ang perempuan boleh diangkat untuk menduduki post-post di dalam negara dan pengadilan. Dalilnya atas hal itu adalah dalil tentang sewa-menyewa ( al-ijaroh ). Sebab, pegawai adalah orang sewaan ( al-ajir ) dan hakim juga orang sewaan. Sedangkan dalil tentang sewa-menyewa itu datang dengan bentuk umum yang mencakup laki-laki dan per empuan sekaligus. Rasulullah Saw.:

"Dan seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang pegawai, (namun) set elah pekerjaannya selesai, ia (laki-laki it u) t idak membayar upahnya". 10

Kata ajir (pegawai) disini berbentuk umum. Sedangkan definisi ijarah ialah transaksi ( akad ) atas manfaat dengan kompensasi. Sementar a, bekerja di beberapa instansi pemerintahan dan pengadilan adalah manfaat dimana transaksi diantara negara dan pegawai berjalan diatasnya dengan kompensasi berupa gaji pegawai. 11

Begitu juga halnya, boleh bagi perempuan memilih anggota majelis ummat , dan menjadi anggotanya. Sebab perintah syuro itu telah ditetapkan melalui dalil yang sifatnya umum. Allah Swt. berfirman:

9 Lihat : N izom al- Ijt im a'i f i al- Isl am , hlm. 19, 28, 29, 40, 97, 103, 143, 146, 171, 172; dan M uqaddimah ad- Dust ur , hlm. 248-251.

10 HR. Bukhari. Lihat : Shahih al-Bukhari , vol. ke-2, hlm. 776. 11 Lihat:

N izom al- Islam , hlm. 113; N izom al- Ijt ima'i fi al-Islam , hlm. 81; dan M uqaddimah ad- Dust ur , hlm. 258.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

"Dan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan it u." 12

Allah Swt. berfirman:

"Sedang urusan mereka (diput uskan) dengan musyawarah ant ara mereka." 13

Dan juga Rasulullah Saw pada tahun ketiga belas sejak diutus, yakni tahun dimana beliau hijrah ke Madinah, telah datang kepada beliau tujuh puluh lima muslim. Tujuh puluh tiga di antaranya adalah laki-laki, dan yang dua adalah perempuan. Mereka semua membaiat beliau dengan bai'at Aqabah II, yaitu bai'at pertempuran dan peperangan, serta bai'at politik. Setelah proses pembai'atan mereka selesai, beliau bersabda kepada mereka semua dalam hadits yang panjang:

"Pilihkanlah unt ukku, dua belas pemuka (pemimpin) di ant ara kalian, agar mereka bisa mewakili kaumnya dalam urusan mereka … … ." 14

Ini adalah perintah dari beliau kepada semuanya supaya memilih di antara mereka semua. Dalam perintah ini, beliau tidak mengkhususkan laki-laki dan tidak mengecualikan perempuan, baik terkait mereka yang akan memilih maupun yang akan dipilih. Sebagaimama kita maklumi bersama, bahwa yang mutlak itu tetap pada kemutlakannya selama tidak ada dalil yang membatasinya. Begitu juga yang umum itu tetap pada keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Sabda beliau ini, datang dalam bentuk mutlak dan umum, dan tidak ada dalil yang membatasinya dan yang mengkhususkannya. Dengan demikian, hadits tersebut menunjukkan bahw a N abi Saw. juga menyuruh dua

12 QS. Ali Imran [3] : 159. 13 QS. Asy-Syura [42] : 38 14 HR. Ahmad. Lihat : M usnad Ahmad bin H anbal , v0l. ke-3, hlm. 460.

Dan telah terdapat riwayat yang shahih bahwa ketika ada kejadian yang dilaporkan kepada sayyidina Umar ra., beliau meminta pendapat kaum muslimin, baik kejadian itu berhubugnan dengan hukum-hukum syara', pemerintahan, atau aktivitas di antara aktivitas negara. Sehingga, apabila ada suatu kejadian yang dilaporkan kepadanya, maka beliau memanggil kaum muslimin ke masjid, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, untuk diminta pendapatnya. Bahkan pada suatu hari Umar ra. menarik kembali pendapatnya mengenai pembatasan maskawin, ketika ada seor ang per empuan menolaknya. Ur aian di atas telah cukup menjelaskan bahwa anggota majelis hanyalah wakil untuk berpendapat dan diambil pendapatnya. Sedang akad perwakilan ( wakalah ) itu boleh dijalankan oleh perempuan, sebagaimana hal itu boleh dijalankan oleh laki-laki, mengingat keumuman dalil yang terkait dengan hal itu. Oleh karena itu, boleh seorang perempuan menjadi anggota 15 majelis syuro .

Sedangkan masalah bolehnya perempuan memilih khalifah serta membaiatnya, maka firman Allah Swt.:

"H ai nabi, apabila dat ang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman unt uk membaiat mu." 16

Firman Allah ini sangat jelas mengenai bai'at perempuan. Begitu juga dengan hadits Umi Athiyah:

"Kami membai'at Rasulullah Saw.. Lalu beliau membacakan kepada kami ayat : 'Bahwa kalian t idak akan menyekut ukan sesuat u dengan Allah'." 17

_____________________ 15 Lihat: N izom al-Islam , hlm. 113; N izom al-hukm fi al-Islam , hlm. 224, 225; N izom al-Ijt ima'i fi al-Islam ,

hlm. 84, 90; M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 115, 257; dan Ajhizah Daulah al-Khilafah , hlm. 154. 16 Q S. Al-Mumt ahanah [60] : 12.

17 HR. Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-6, hlm. 2637.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Hadits inipun juga sangat jelas mengenai bai'at perempuan. Oleh karena itu, seorang perempuan boleh ikut serta dalam memilih khalifah dan membai'atnya. 18

N amun demikian, Hizbut Tahrir melarang perempuan duduk dalam pemerintahan. Dengan begitu, perempuan tidak boleh menjadi kepala negara (khalifah), hakim dalam mahkamah mazalim, wali (gubernur), amil (setingkat bupati), serta menjalankan aktivitas apapun yang termasuk aktivitas pemerintahan. Larangan tersebut berdasarkan pada hadits dari Abi Bakrah ra. yang mengatakan bahwa ketika telah sampai berita kepada Rasulullah Saw. bahw a penduduk Per sia t elah mengangkat anak perempuan Kisra sebagai penguasa mereka. Kemudian, beliau bersabda:

"Sekali-kali t idak akan berunt ung suat u kaum yang menyerahkan urusan pemerint ahan mereka kepada perempuan." 19

Hadits ini sangat jelas bahwa perempuan itu tidak boleh menjalankan roda pemerintahan. Sebab, ikhbar (penyampaian berita) dari Rasulullah Saw. mengenai hilangnya keber unt ungan dar i or ang- or ang yang menyer ahkan ur usan pemer intahannya kepada per empuan adalah larangan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada perempuan. Sebab ikhbar (penyampaian berita) tersebut termasuk di antara bentuk tuntutan ( shighat t halab ). Keberadaan ikhbar (penyampaian berita) yang diser tai dengan celaan terhadap mer eka yang menyerahkan urusan pemerintahannya kepada perempuan dengan hilangnya keberuntungan dari mereka adalah sebuah indikasi ( qarinah ) atas larangan yang tegas. Dengan demikian, penyerahan tersebut hukumnya haram. Sedangkan yang dikehendaki dengan penyerahan urusan pemerintahan ialah urusan khilafah dan jabatan-jabatan di bawahnya yang ter masuk ke dalam pemerintahan. Sebab, konteks hadits tersebut adalah menyerahkan urusan ker ajaan kepada anak perempuan Kisra. Sedangkan selain konteks pemerintahan, maka tidak termasuk ke dalam larangan tersebut, seperti pengadilan, keanggotaan majelis ummat, pemilihan penguasa (khalifah),

18 Lihat: N izhom al-Islam , hlm. 113; N izhom al-Ijt ima'i fi al-Islam , hlm. 85; dan M uqaddimah ad-D ust ur , hlm. 258. Lihat juga tesis ini halaman 416.

19 HR. Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-4, hlm. 1610.

4. Kehidupan Umum dan Kehidupan Khusus bagi Perempuan Hizbut Tahrir telah membagi kehidupan perempuan menjadi dua, yaitu kehidupan umum dan kehidupan khusus. Dalam kehidupan umum perempuan boleh hidup bersama perempuan-perempuan lain, laki-laki mahram dan bukan mahram dengan catatan tidak menampakkan dari badannya kecual i w ajah dan kedua t elapak t angannya, t idak mempertontonkan perhiasan dan kecantikannya, dan tidak bersikap manja. Adapun dalam kehidupan khusus, maka seorang perempuan tidak boleh hidup kecuali bersama dengan sesama perempuannya atau para mahram-mahramnya. Dan tidak boleh bagi seorang perempuan dalam kehidupan khusus ini bersama laki-laki asing. Dalam dua kehidupan tersebut, seorang perempuan wajib terikat dengan hukum-hukum syara'. Sedangkan dalilnya adalah firman Allah yang menjelaskan tentang kewajiban meminta izin. Allah Swt. berfirman:

"H ai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum memint a izin dan memberi salam kepada penghuninya." 21

D an fir m an Allah yang m ener angk an t ent ang bolehnya menampakkan perhiasan kepada para mahram. Allah Swt. berfirman:

"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami-suami mereka at au ayah mereka … ." 22

_______________________ 20 Lihat: N izom al-Islam , hlm. 113; N izom al-hukm fi al-Islam , hlm. 51; N izom al-Ijt ima'i fi al-Islam , hlm.

81, 83; M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 134, 257, 258; asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. ke-2, hlm. 31; dan

Ajhizah Daulah al-Khilafah , hlm. 154. 21 QS. An-N ur [24] : 27.

22 QS. An-N ur [24] : 31.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Kedua ayat tersebut menunjukkan tentang kehidupan khusus. Adapun ayat tentang berpakaian yang sempurna adalah firman Allah Swt:

"H ai Nabi kat akanlah kepada ist eri-ist erimu, anak-anak perempuanmu dan ist eri-ist eri orang mu'min: 'H endaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh t ubuh mereka'. Yang demikian it u supaya mereka lebih mudah unt uk dikenal, karena it u mereka t idak diganggu. Dan Allah adalah M aha pengampun lagi M aha penyayang." 23

Dan juga ayat tentang larangan mempertontonkan perhiasan dan kecantikannya. Allah Swt. berfirman:

"… . dengan t idak mempert ont onkan perhiasan … ." 24

Serta sejumlah nash lain yang menunjukkan berbagai kewajiban, sunnah, dan perkara-perkara mubah yang telah disyari'atkan Allah Swt. kepada perempuan dan sekaligus kepada laki-laki. Semuanya merupakan dalil yang menunjukkan terhadap kehidupan umum. Akan tetapi, ketika Allah Swt. membolehkan perempuan hidup dalam kehidupan umum bersama laki-laki, seperti ketika melakukan aktivitas perdagangan (jual beli), per tanian, per indust r ian, menger jakan t ugas-t ugas negar a, pengadilan, bergabung dengan partai-partai politik, mengoreksi penguasa dan mengarungi medan kehidupan, maka dalam hal ini perempuan boleh melakukannya sebagaimana laki-laki. Ketika Allah Swt. membolehkan semua itu bagi perempuan, maka Allah meletakkan hukum-hukum khusus disamping hukum-hukum umum tersebut. Allah menentukan pakain yang wajib dikenakan dalam kehidupan umum, yaitu menutup semua tubuhnya selian wajah dan kedua telapak tangannya, dan tidak mempertontonkan perhiasannya.

23 QS. Al-Ahzab [53] : 59. 24 Q.S. An-N ur [24] : 60.

Begitu juga ketika Allah Sw t. menentukan bagaimana seor ang perempuan harus hidup dalam kehidupan khusus, maka dalam kehidupan khusus ini Allah melar angannya hidup kecuali dengan sesam a perempuannya, para mahramnya, atau anak-anak kecil. Dan dalam kehidupan khusus ini pula, seorang perempuan dilarang tampil dengan pakaian seronok kecuali bersama sesama perempuannya, para mahram, dan anak kecil. Sebagaimana hal itu dijelaskan dalam ayat tentang larangan menampakkan perhiasan dan larangan memasuki perempuan secara mutlak dalam kehidupan khusus ini kecuali setelah meminta izin, baik yang akan masuk itu mahramnya atau bukan, seperti pada ayat tentang wajibnya meminta izin. Bahkan Rasulullah Saw. menyuruh seorang laki- laki yang akan masuk ke kamar ibunya agar meminta minta izin terlebih dahulu. Dari Atha' bin Yasar yang mengatakan:

"Sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah dit anya oleh seorang laki-laki, 'W ahai Rasulullah, apakah aku harus memint a izin kepada ibuku?' Beliau menjawab: 'Ya'. Laki-laki it u bert anya: 'Sesungguhnya aku t inggal serumah dengannya'. Rasulullah bersabda: 'mint a izinlah kepadanya'. Laki-laki it u berkat a lagi: 'Sesungguhnya aku akan melayaninya'. Rasulullah Saw. bersabda: 'Apakah kamu suka melihat nya dalam keadaan t elanjang?' 'Tidak,' jawab laki-laki it u. Rasulullah bersabda: 'M aka dari it u, mint a izinlah kepadanya t erlebih dahulu'." 25

Dalil-dalil tersebut menjelaskan bahwa perempuan memiliki dua kehidupan, yaitu kehidupan khusus dan kehidupan umum. Di dalam kedua kehidupan tersebut seorang perempuan wajib terikat dengan hukum-

25 H R. al-Imam Malik. Lihat : al-M uwat t ht ha' , al-Imam Malik bin Anas al-Ashbahi, dengan riw ayat Muhammad bin al-H asan. D it ahqiq oleh DR. Taqiyuddin an-N adw i, Dar al-Qalam, Damaskus, cet.

ke-1, 1413 H ./1991 M., vol. ke-3, hlm. 375. Dalam Misykah al-Mashabih dikat akan: H adit s ini diriw ayat kan oleh Malik secara mursal. Lihat : M isykah al- M ashabih , Muhammad bin Abdullah al- Khathib at -Tabrizi. D itahqiq oleh Muhammad N ashiruddin al-Bani, al-Maktab al-Islami, Beirut, cet. ke-3, 1405 H./1985 M., vol. ke-3, hlm. 11.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

5. Larangan ber- khalwat , mempertontonkan Perhiasan, dan membuka aurat.

a. Larangan ber- khalwat . Sesungguhnya asy-Syari' (pembuat hukum) telah melar ang ber- khalwat. Rasulullah Saw. bersabda:

"Janganlah laki-laki ber-khalwat (berdua-duaan) dengan perempuan, sebab yang ket iganya adalah set an." 27

Rasulullah Saw. bersabda:

"Janganlah laki-laki ber-khalwat (berdua-duaan) dengan perempuan. Dan janganlah seorang perempuan bepergian jauh (musafir) kecuali bersama mahramnya". 28

N ash di atas ini menjelaskan tentang larangan dan haramnya ber- khalwat, yaitu berada berdua-duaan saja antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. 29

b. Larangan Mempertontonkan Perhiasan. Dalil atas larangan mempertontonkan perhiasan ini adalah firman Allah Swt.:

"… . dengan t idak mempert ont onkan perhiasan … ." 30

26 Lihat: N izhom al-Islam , hlm. 114; M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 259; dan N izhom al-Ijt ima'i fi al-Islam , hlm. 3i.

27 HR. al-Imam Ahmad. Lihat: M usnad Ahmad bin H anbal , vol. ke-1, hlm. 26. 28 HR. Bukhari dan Muslim. Lafal matan menurut Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-3, hlm. 1094;

dan Shahih M uslim , vol. ke-2, hlm. 978. 29 Lihat: N izhom al-Islam , hlm. 114; dan M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 260.

30 QS. An-N ur [24] : 60.

Dan firman Allah Swt.:

"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya." 31

Sungguh dengan fir man-N ya ini, Allah Swt melarang sikap dan perbuatan apapun yang mempertontonkan perhiasan. Sebab, at-tabarruj secara etimologis adalah menampakkan perhiasan ( ibdauz zinah ). Dalam al-Qamus al-Muhith dikatakan: " wa t abarrajat , azhharat zinat aha lirrijal " ( t abarruj

ialah menampakkan perhiasannya kepada laki-laki). 32 Dan makna bahasa (etimologis) ini sekaligus juga sebagai makna syar'i bagi kata t abarruj.

Larangan menampakkan perhiasan ( t abarruj ) itu bukan larangan memakai perhiasan, sebab memakai perhiasan adalah sesuatu sedang menampakkan perhiasan adalah sesuatu yang lain. Terkadang seorang per empuan memakai per hiasan namun ia tidak menampakkannya ( t abarruj ), yaitu ketika ia memakai perhiasan yang biasa dan tidak menarik per hat ian. D engan dem i kian, m akna lar angan ber - t abar r uj (mempertontonkan perhiasan) itu bukan larangan memakai perhiasan secar a mutlak. N amun, lar angan ber- t abarruj (memper t ont onkan perhiasan) itu artinya adalah larangan memakai perhiasan yang menarik perhatian kaum lelaki kepada perempuan yang melakukannya. Sebab, makna t abarruj ialah menampakkan perhiasan dan kecantikan kepada laki-laki asing (bukan mahram). Dikatakan bahwa perempuan itu telah ber- t abarruj . Ar tinya ia menampakkan perhiasan dan kecantikannya kepada laki-laki asing (bukan mahram). Hal ini diperkuat oleh nash-nash- baik dar i al-Q ur 'an maupun al-Hadits-yang telah melarang aktivitas t abarruj . Dan dengan mengkaji secara cermat dan teliti nash-nash itu, jelaslah bahw a syar a' melar ang memper t ont onkan per hiasan dan kecantikan, dan dar inya tidak dipahami adanya lar angan memakai perhiasan secara mutlak. Firman Allah Swt.:

"Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diket ahui perhiasan yang mereka sembunyikan." 33

_____________________ 31 QS. An-N ur [24] : 31.

32 Lihat: al-Qamus al-M uhit h , hlm. 231. 33 QS. An-N ur [24] : 31.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Firman Allah ini sangat jelas mengenai larangan menampakkan perhiasan karena Allah berfirman: "Agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan".

Begitu juga sabda Rasulullah Saw.:

"Siapa saja perempuan yang memakai wewangian kemudian berjalan melewat i kaum supaya mereka mencium bau harumnya, maka ia adalah (sepert i) perempuan pezina." 34

D i dal am hadit s ini ada lar angan t er hadap akt ivit as mempertontonkan perhiasan dan kecantikan. Hal itu sangat jelas dari sabda beliau "Memakai wewangian kemudian berjalan melewati kaum supaya mereka mencium bau harumnya". Begitu juga semua nash yang melar ang segala bent uk akt ivit as t abar r uj it u adalah melar ang mempertontonkan perhiasan, karena hal itu dapat menggugah gairah laki-laki kepadanya. Semua ini memperkuat makna tabarruj secara bahasa (etimologi), yaitu mempertontonkan perhiasan, bukan sekedar berhias. Sehingga dalam hal ini yang dilarang adalah tabarruj dalam pengertian secara bahasa, dan yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yang melarang aktivitas apapun di antara aktivitas-aktivitas tabarruj. Sedangkan berhias dengan tanpa tabarruj adalah tidak dilarang. 35

c. Larangan Membuka Aurat Dihadapan Laki-Laki Bukan Mahram Seorang perempuan wajib menutup seluruh tubuhnya selain muka dan kedua telapak tangannya. Sebab, Allah Swt. berfirman:

"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya." 36

_____________________ 34 HR. Lima Imam Hadits kecuali Ibnu Majah. Lafal mat an menurut Ahmad. Lihat: M usnad Ahmad bin

H anbal , vol. ke-4, hlm. 418; Sunan Abu Dawud, Sulaiman bin al- Asy'at s Abu D awud as- Sajist ani . Ditahqiq oleh Muhammad Muhyiddin Abdul H amid, Dar al-Fikr, Beirut, vol-ke-2, hlm. 478; Sunan

at -Timidzi , vol. ke-5, hlm. 106; dan Sunan an-N asai , vol. ke-8, hlm. 153. 35 Lihat: N izom al-Islam , hlm. 114; M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 262; dan an-N izom al-Ijt ima'i fi al-Islam ,

hlm. 40, 64. 36 QS. An-N ur [24] : 31.

Ibnu Abbas ra. berkata: "Yakni yang boleh tampak hanyalah wajah dan dua telapak tangan". Rasulullah Saw. bersabda:

"W ahai Asma, sesungguhnya seorang perempuan it u apabila t elah dat ang bulan, maka t idak boleh t erlihat dari t ubuhnya kecuali ini dan ini. N abi menunjukkan muka dan kedua t elapak t angannya." 37

Dengan demikian, selain wajah dan kedua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutupi oleh seorang perempuan. 38

6. Lar angan Melakukan Aktivitas Apapun yang Membahayakan Akhlak Laki-laki maupun perempuan, masing-masing dilarang melakukan aktivitas apapun yang membahayakan akhlak atau merusak tatanan kehidupan bermasyarakat jika hal itu tergolong hukum-hukum syariat, seperti menyewa perempuan atau anak-anak sebagai pembangkit gairah seksual laki-laki, misalnya menjadi pramugari di sebuah pesawat, dan seperti anak-anak yang tampan sebagai iklan di tempat-tempat rias rambut (barber) atau di restoran-restoran. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rafi' bin Rifa'ah yang mengatakan:

"N abi Saw t elah melarang kami dari penghasilan (mengeksploit asi t ubuh at au kecant ikan) budak perempuan, kecuali hasil pekerjaan t angannya. Kemudian, N abi menunjukkan dengan jari-jarinya (t iga jenis pekerjaan), membuat rot i, menenun kain, dan menyulam." 39

______________________ 37 HR. Abu D aw ud. Lihat : Sunan Abu Dawud , vol. ke-2, hlm. 460.

38 Lihat: N izhom al-Islam , hlm. 114; dan M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 260, 261. 39 H R. al-Imam Ahmad. Lihat: M usnad Ahmad bin H anbal , vol. ke-4, hlm. 341. Syu'aib al-Arnaut h berkata: "Sanad ini tidak sah". Ibnu Abdil Bar berkata: "Rafi' bin Rifa'ah bin Rafi' bin Malik bin al-Ajlan status kesahabatnnya tidak sah. Sedangkan hadit snya adalah salah".

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Artinya perempuan itu dilarang melakukan aktivitas apapun yang tujuannya adalah mengeksploitasi kewanitaannya, sedang selain itu boleh dilakukannya. Hal ini dipahami dari sabda beliau: "kecuali hasil pekerjaan t angannya". Ar t inya boleh m elakukan akt ivit as yang ber t ujuan mengeksploitasi (memanfaatkan) tenaganya, dan sebaliknya dilarang melakukan aktivitas yang bertujuan mengeksploitasi kewanitaannya. Demikian persepsi ( mafhum ) yang dapat diambil dari sabda beliau ini. Sebagaimana kaidah syara' menyatakan:

"Sarana yang dapat menghant arkan pada sesuat u yang haram adalah diharamkan".

Dengan ini, laki-laki atau perempuan dilarang melakukan aktivitas apapun yang dapat menghantarkan pada sesuatu yang haram. Begitu juga dengan kaidah syara' yang menyatakan:

"Sesuat u yang mubah jik a ada bagian dari sesuat u it u yang menghant arkan kepada bahaya, maka bagian it u saja yang dilarang. Sement ara bagian-bagian yang lain t et ap mubah".

Dengan demikian, laki-laki atau perempuan, masing-masing dilarang melakukan aktivitas yang mubah bagi keduanya jika dalam melakukan aktivitas itu bisa mendatangkan bahaya-apapun jenis bahayanya-bagi dirinya, umat, atau masyarakat. 40