Sikap Hizbut Tahrir terhadap persoalan-persoalan akidah yang ditetapkan berdasarkan dalil yang zanni (asumtif)

4. Sikap Hizbut Tahrir terhadap persoalan-persoalan akidah yang ditetapkan berdasarkan dalil yang zanni (asumtif)

Sebelaumnya telah dijelaskan bahwa Hizbut Tahrir berpendapat sesungguhnya persoalan-persoalan akidah harus dibangun di atas dalil yang qat h'i (definitif). Dan bagaimana pun juga persoalan-persoalan akidah tidak boleh dibangun di atas dalil yang zanni (asumtif). Meski Hizbut Tahrir tidak mengambil dalil yang zanni (asumtif) dalam maslah-masalah akidah, namun tidak berarti Hizbut Tahrir menolak dan mengingkarinya. Tidak mengambil sesuatu sebagai masalah akidah, terkadang maksudnya mengingkarinya, dan terkadang maksudnya adalah tidak memastikan. Yang kedua inilah yang menjadi pendapat Hizbut Tahrir. Artinya, Hizbut Tahrir berpendapat haram (tidak boleh) membangun keyakinan (pembenaran yang pasti atau bulat) berdasarkan dalil yang zanni. Dengan demikian, membenarkan apa yang disampaikan oleh dalil yang zanni tidak mengapa. N amun, yang tidak boleh adalah melakukan pembenaran yang pasti. Sebab, hal itu berarti membangun kepastian (keyakinan) di atas sesuatu yang belum pasti. Di awal telah dijelaskan tentang celaan Allah SWT. terhadap orang yang membangun akidahnya di atas zann (asumsi). Tidak membolehkan membangun keyakinan di atas dalil yang zanni (asumtif) bukan berarti apa-apa yang disampaikan oleh hadits-hadits yang shahih yang zanni (asumtif) dalam persoalan-persoalan yang diangap akidah, mengingkarinya dan tidak membenarkan isi yang terkandung di dalamnya. Sebab jikalau boleh mengingkarinya, tentu boleh mengingkari semua hukum syara' yang diambil dari dalil-dalil yang zanni (asumtif). N amun

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Keadaan Khabar Ahad dalam aspek ini sama persis dengan keadaan al-Qur'an. Al-Qur'an sampai kepada kita dengan jalan Mutawatir. Sehingga wajib menyakininya, dan menjadi kufur orang mengingkarinya. Adapun ayat-ayat yang disampaikan dengan jalan Khabar Ahad bahwa ayat-ayat tersebut bagian dari al-Qur'an, seperti:

"Lelaki at au perempuan yang t elah lanjut usia apabila keduanya berzina, maka keduanya harus dirajam sebagai hukuman dari Allah. Sesungguhnya Allah M aha M ulia lagi M aha Bijaksana". 124

Maka ia tidak dianggap sebagai bagian dari al-Qur'an, meskipun ia diriwayatkan sebagi bagian dari al-Qur'an, sebab ia diriwayatkan melalui jalan Khabar Ahad , sehingga tidak boleh menganggapnya bagian dari al- Qur'an dan tidak boleh meyakininya. Begitu juga Khabar Ahad , jika ia diriwayatkan bahwa ia hadits, namun melalui jalan Khabar Ahad , maka tidak boleh meyakininya sebagai hadits, dan tidak boleh meyakini isinya. Akan tetapi ia dibenar kan dan dianggap sebagai hadits, dan w ajib

mengambilnya dalam masalah hukum-hukum syara'. 125 Sungguh pembagian Hizbut Tahrir kepada pembenaran yang pasti

( jazim ) dan yang tidak pasti ( ghair jazim ) ini telah mengundang kecaman dari beberapa penulis. 126 Meski tidak sedikit ulama yang juga membagi pembenaran kepada pembenaran yang pasti ( jazim ) dan yang tidak pasti ( ghair jazim ), baik tertulis maupun tidak. Di antaranya: "Adakalanya mengharuskan pembenaran yang pasti ( jazim ) dan yang tidak pasti ( ghair jazim ). Sedang pembenaran yang pasti, mungkin karena suatu sebab atau menyerupai sebab. Sementara yang pasti karena sebab adalah postulat- postulat. Adapun yang pasti karena menyerupai sebab adalah hal-hal yang serupa dengan yang lain. Sedangkan pembenaran yang tidak pasti adalah

Lihat: Shahih Bukhari , vol. VI, hlm. 2503, 2622; dan Shahih M uslim , vol. II, hlm. 1075 dan vol. III, hlm. 1317.

Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. I, hlm. 193, 194; dan Izalah al-At rubah an al- Judzur , hlm. 7.

Lihat: Ad-D a'wah al- Islamiyah , hlm. 121; dan al- Jama'at al-Islamiyah , hlm. 317.

aktivitas hati. Sehingga mustahil aktivitas itu akan terlepas darinya, bahkan diikuti oleh aktivitas-aktivitas lahir. Apabila pembenaran itu tidak diikuti oleh aktivitas hati, maka ketahuilah itu bukan pembenaran yang pasti, sehingga ia bukan iman. N amun pembenaran yang pasti terkadang tidak diikuti oleh aktivitas hati dengan sempurna karena masih bercokolnya hawa nafsu, seperti sombong, dengki dan lainnya di antara hawa nafsu. Akan tetapi pada dasarnya bahwa pembenaran itu diikuti oleh rasa cinta. Apabila rasa cinta mengalami kemunduran, maka itu terjadi karena lemahnya pembenaran yang menharuskan adanya rasa cinta. Oleh karena itu para sahabat berkata: Setiap orang yang bermaksiat kepada Allah adalah bodoh…." 128

D i antar anya: "Sesungguhnya iman yang diakui syar a' adalah pembenaran hati yang pasti kepada sesuatu yang diyakini dengan tegas dibawa Rasul dari Allah secara terperinci, seperti masalah ketuhanan dan kenabian, atau secara global, seperti nabi-nabi terdahulu dan sifat-sifat qadim yang disebutkan oleh al-Qur'an". 129

Pendapat yang sama juga diceritakan oleh pengarang kitab al-M awaqif dari Imam al-Haramain dan

Abu Hamid al-Ghazali. 130 Dan hal senada juga dikemukakan oleh sejumlah ulama selain dari mereka. 131

Saya malah bertanya-tanya apabila pembenaran itu tidak dibagi kepada pembenaran yang pasti ( jazim ) dan yang tidak pasti ( ghair jazim ). Mengapa Rasulullah diutus dengan disertai beragam mu'jizat, dan mengapa tidak cukup bahwa pada dasarnya para Rasul adalah orang-orang yang terbaik di tengah-tengah kaumnya, mereka dikenal sebagai orang-orang yang memiliki sifat-sifat ter puji. Kaum Q uraisy, misalnya, menyebut

Al-Isyarat wa at -Tanbihat , Abi Ali Ibnu Sina, diteliti oleh: DR. Sulaiman Dunya, D ar al-Ma'arif, Kaero, cet . III, 1983 M., hlm. 342.

Syarah al- Aqidah al-Asfahaniyah , Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah, ditelit i oleh: Ibrahin Su'aida, Makt abah ar-Rasyd, Riyadh, cet . I, 1415 H ., hlm. 180.

Aqawil at s-Tsiqat fi Ta'wil al-Asma wa ash- Shifat wa al- Ayat al-M uhkamat , Mar'iy bin Yusuf al-Maqdisi, diteliti oleh: Syuaib Arnauth, Muassasah ar-Risalah, Beirut, cet. I, 1406 H ., hlm. 29.

Lihat: Kitab al- M awaqif , Adhuddin Abdurrahman al-Iji, diteliti oleh: Abdurrahman Umairah, D ar al- Jail, Beirut, cet. I, 1997 M., vol. I, hlm. 51; dan Ihya' Ulum ad-Din , al-Imam Abu Hamid al-Ghazali, Dar al-Ma'rifah, Beirut , tanpa t ahun, vol. I, hlm. 72-75.

Lihat: Raudhah an-N azir wa Jannah al-M anazir , Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi, diteliti oleh: D R. Adbul Aziz Abdurrahman as-Said, Jami'ah Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, cet . III, 1399H., hlm. 21, 22; Ijt ima' al- Juyusy al-Islamiyah ala Ghazwi al-M u'at ht halah wa al- Jahmiyah , Muhammad bin Abu Bakar az-Z ar'iy yang dikenal dengan Ibnu Q ayyim al- Jauziyah, D ar al-Kut ub al-Ilmiyah, Beirut, cet. I, 1404 H ./1984 M., hlm. 33; Irsyad al-Fukhul , Muhammad bin Muhammad bin Ali asy- Syaukani, ditelit i oleh: Muhammad said al-Badri, D ar al-Fikr, Beirut, cet . I, 1412 H./1992 M., hlm.

17 dan sesudahnya; dan H asyiyah al-Alamah al-Banani ala Syarah al- Jalal al-M ahalli ala Jam'i al- Jawami' ,

karya al-Imam bin as-Subuki, al-Mat hba'ah al-Khairiyah, Mesir, cet. I, 1308 H., vol. I, hlm. 80.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Rasulullah SAW. dengan sebutan ash-Shadiq al-Amin (orang yang jujur dan dapat diper caya). N amun ket ika masalahnya adalah masalah pembuktian, maka Allah mengutus para Rasul dengan disertai beragam mu'jizat, agar menghasilkan pembenaran yang pasti, dan membuang jauh- jauh adanya keraguan. Sehingga, celakalah orang yang celaka karena menolak bukti-bukti, sebaliknya selamatlah orang yang selamat karena mempercayai bukti-bukti.

b. Perbedaan antara Akidah dan Hukum Syara'

Dalam pandangan H izbut Tahrir per bedaan antara akidah dan hukum syara' tercermin dalam dua hal: Pert ama , terkait dengan fakta akidah dan hukum syara'. Kedua , terkait dengan dalil masing-masing dari keduanya.

Adapun ter kait dengan fakta akidah dan hukum syara', maka sebelumnya Hizbut Tahrir telah mendefinisikan, bahwa akidah adalah pemikir an yang menyelur uh t ent ang alam semesta, manusia dan kehidupan, tentang sebelum dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan ketiganya dengan sebelum dan sesudah kehidupan. Definisi ini umum dapat diterapkan untuk akidah Islan dan yang lainya. Sedang definisi akidah dalam pengertiannya yang khusus mengenai akidah Islam, adalah iman kepada Allah, malaikat-N ya, kitab-kitab-N ya, para Rasul-N ya, hari akhir, dan qodho' qodar baik dan buruk keduanya dari Allah SWT.. Sementara, iman adalah pembenaran yang pasti, yang sesuai dengan fakta berdasarkan dalil. 132

Sedangkan t ent ang hukum syar a', maka H izbut Tahr ir medefinisikan bahwa hukum syara' adalah seruan asy-Syari' yang terkait dengan perbuatan-perbuatan hamba, baik berupa al-Iqt idha' (tuntutan), al-W adha' 133 (situasional), maupun at -Takhyir (pilihan).

Jadi, perbedaan keduanya dari sisi fakta, bahwa hukum syara' terkait dengan per buatan hamba, sementara akidah adalah tuntutan untuk mengimaninya. Setiap yang berupa perbuatan-perbuatan hamba, atau berupa tuntutan melakukan suatu perbuatan dikelompokkan ke dalam hukum syara'. Sedang, sesuatu yang tidak terkait dengan perbuatan- per buat an ham ba, at au ham ba dit unt ut unt uk m engim aninya dikelompokkan ke dalam akidah. Berdasarkan hal itu, maka dalil yang berupa seruan terkait perbuatan hamba, seperti fiman Allah SWT.:

Lihat tesis ini halaman 246 1 Lihat: N izhom al- Islam , hlm. 75; asy-Syakhshiyah al- Islamiyah , vol. I, hlm. 195; asy-Syakhshiyah al-

Islamiyah , vol. III, hlm. 27; dan Izalah al-At rubah an al- Judzur , hlm. 1

"Allah t elah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba". 134

Seruan dalam ayat ini merupakan bagian dari hukum syara'. Dan hal yang serupa dengannya adalah seruan mengangkat seorang Khalifah bagi kaum Muslim, jihad melawan orang-orang Kafir, do'a yang dikhususkan di akhir shalat, dan lain sebagainya. Adapun dalil yang berupa seruan, namun tidak terkait dengan perbuatan-perbuatan hamba, sedang yang dituntut hanyalah iman, seperti firman Allah SWT.:

"Wahai orang-orang yang beriman, t et aplah beriman kepada Allah dan Rasul-N ya… .". 135

Seruan dalam ayat ini merupakan bagian dari akidah. Dan hal serupa dengannya adalah tentang 'ishmah -nya para N abi, azab pada hari kiamat, nikmat surga, dan lain sebagainya.

Terkadang tuntutan agar beriman dan beramal terdapat dalam satu perkara. Dua rakaat shalat sunnah Fajar (Shubuh), misalnya, dari aspek mengerjakannya merupakan hukum syara'. Membenarkan bahwa dua rakaat shalat sunnah Fajar itu dari Allah adalah akidah. Mengerjakannya hukumnya sunnah, sehingga orang mengerjakannya mendapatkan pahala. Sebaliknya, kalau tidak mengerjakannya, tidaklah berdosa. Sedang dari aspek akidah, maka membenarkan (meyakini) dua rakaat shalat sunnah Fajar merupakan perkara yang harus, dan mengingkarinya adalah kufur. Sebab dua rakaat shalat sunnah Fajar ditetapkan melalui jalan Mutawatir. Memotong tangan seorang pencuri merupakan hukum syara', sementara meyakini hal itu dari Allah adalah akidah. Haramnya riba adalah hukum syara', sementara meyakini bahwa hal itu hukum dari Allah adalah akidah.

Dan begitu juga seterusnya ….". 136 Adapun terkait dengan dalil untuk masing-masing dari keduanya,

maka dalil untuk akidah-seperti yang dijelaskan sebelumnya-harus berupa

QS. Al-Baqarah [2] : 275.

QS. Al-N isa' [4] : 136.

Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. I, hlm. 195, 196; Izalah al-At rubah an al- Judzur , hlm. 2; dan M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 17, 18.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Ber beda dengan hukum syar a', maka tidak ada dalil syar a' itu melainkan dalil sam'i (wahyu). Akal tidak boleh dijadikan dalil terhadap hukum-hukum syara'. Sebab penggunaan dalil atas suatu hukum adalah untuk menetapkan bahw a hukum itu ada dalam dalil, yakni untuk menetapkan bahwa hukum ini di antara yang dibawa oleh wahyu. Sehinga menjadikan akal sebagai dalil atas suatu hukum, berarti tidak menetapkan bahwa hukum itu dibawa oleh wahyu. N amun, ditetapkan bahwa hukum dibawa oleh akal. D engan begitu, ia tidak lagi berupa hukum syara' melainkan hukum akal. Jika ia berupa hukum syara', maka ia har us ditetapkan bahwa hukum itu dibawa oleh syara', yakni dibawa oleh wahyu. Hal ini mustahil ada kecuali pada dalil sam'i . Sebagaimana hukum syara' itu tidak mensyaratkan dalilnya harus berupa dalil qat h'i . namun boleh

dalilnya berupa dalil yang 137 zanni .

c. Taqlid dalam Akidah

Hizbut Tahrir berpendapat bahwa Islam mewajibkan penggunaan akal ket ika ber iman kepada Allah. Islam menyer u manusia agar memperhatikan alam semesta guna menggali sunah-sunnahnya, serta membimbingnya menuju iman kepada penciptanya. Allah SWT. berfirman:

"Sesungguhnya dal am pencipt aan langit dan bumi , dan sil ih bergant inya siang dan malam t erdapat t anda-t anda bagi orang-orang yang berakal". 13 8

Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. I, hlm. 196; asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. III, hlm. 66; dan Izalah al-At rubah an al- Judzur , hlm. 3.

QS. Ali Imran [3] : 190

Al-Qur'an mengulang-ulang seruan ini sampai beratus-ratu kali di sejumlah surat yang berbeda.beda. Semuanya mengarah pada seruan penggunaan kekuatan potensi akal manusia agar berpikir dan merenung untuk menghasilkan iman yang dibangun di atas akal dan disertai dengan pembuktian. Sementara, di waktu yang bersamaan, Islam melarang taqlid dalam akidah. Islam mengingatkan manusia agar berhati-hati mengambil apa yang ditemukan bahwa bapak-bapak mereka melakukannya. Allah berfirman:

"Bahkan mereka berkat a: "Sesungguhnya kami mendapat i bapak-bapak kami menganut suat u agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat pet unjuk dengan (mengikut i) jejak mereka". 139

Dan ayat-ayat lainnya, yang berisi celaan terhadap manusia yang taklid kepada bapak-bapak mereka dalam masalah akidah tanpa diteliti dan dikoreksi terlebih dahulu, dan hanya berdasarkan pada kepercayaan diri bahwa apa yang sampai kepada dirinya itu adalah benar. 140

Di dalam soal jawab, Hizbut Tahrir berkata: "…. Sesunguhnya dalam hal akidah tidak boleh taqlid secara mutlak". 141 N amun, di dalam soal

Jawab yang lain Hizbut Tahr ir ber kata: "Orang awam ( al-'ami ) yang mengambil akidah secara qat h'i dan meyakininya tanpa menggunakan dalil 'aqli untuk sampai kepadanya, namun ia mengambilnya dari orang tuanya dan orang di sekitarnya, maka karena ia begitu percaya dengan orang tuanya dan orang di sekitarnya, sehingga diambillah akidah dan diyakininya t anpa m enggunakan akalnya guna m enet apkannya berdasarkan dalil 'aqli . Sesungguhnya dalam hal ini ia tidaklah berdosa. Sebab ia dapat memandang dengan bebas dan leluasa terhadap apa yang ada di sekitarnya di alam semesta ini, ter masuk kedetailannya dan keteraturannya, yang semuanya ditundukkan untuk manusia. Sungguh ini semua merupakan dalil yang paling mudah, yang terjangkau oleh orang yang bodoh sekalipun, apalagi yang pintar. Semuanya merupakan ciptaan Sang Pencipta Yang Maha Pengatur. Sehingga, dalam hal ini ia tidaklah berdosa…." 142

Pendapat ini dekat sekali dengan pendapat jumhur ulama bahwa

QS. Az-Zukhruf [43] : 22

Lihat: N izom al- Islam , hlm. 7, 8.

Ajwibah As'ilah , tanggal 8 Shafar 1391 H./4 April 1971 M..

Soal jaw ab tanpa tanggal.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

"Bahkan mereka berkat a: "Sesungguhnya kami mendapat i bapak-bapak kami menganut suat u agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat pet unjuk dengan (mengikut i) jejak mereka".

Dan ayat-ayat yang lain, yang mencela anak-anak taqlid pada bapak- bapak mereka dalam hal akidah, bahwa berhala-berhala ini mendatangkan bahaya dan memberikan manfaat, atau menjadi penghubung antara mereka dengan Tuhan Yang Maha Pencipta. Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa mereka tidak berpikir dan tidak memanfaatkan potensi akal mer eka unt uk sampai pada hidayah (pet unjuk), namun mer eka mencukupkan dengan taqlid buta pada bapak-bapak mereka. Jadi iman seorang manusia kepada Allah SWT. bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Pencipta atas segala sesuatu, karena semata-mata ia dilahirkan di sebuah rumah (keluarga) yang beriman kepada Allah merupakan perkara yang tidak benar. Jika tidak, maka apa bedanya antara dia dengan mereka orang-orang Musyrik. Padahal masing-masing adalah taqlid. Tentu, mereka akan memprotes, kenapa taqlid mereka diyatakan benar, sementara taqlid kami diyatakan batil?! W allahu a'lam.

d. At-Takfir (pengkafiran)

Saya tidak menemukan di dalam kitab-kitab H izbut Tahrir dan publikasi-publikasinya bahasan tersendiri yang mengkaji topik pengkafiran ( t akfir ). Akan tetapi saya menemukan sejumlah selebaran dan soal jawab yang menyinggung per soalan ini dengan bentuk yang umum belum t er per inci. H izbut Tahr ir ber pendapat t idak boleh mengkafir kan seseorang di antara kaum Muslim, selama ia bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad Rasulullah, disertai dengan keyakinan hatinya, dan selama ia tidak mengingkari sesuatu di antara persoalan agama yang telah diketahui secara pasti, serta tidak mengingkari hukum yang telah ditetapkan berdasarkan dalil yang qat h'i. Dalam hal ini Hizbut Tahrir berdalil dengan sabda Rasulullah SAW.:



"Barangsiapa yang mat i, sedang ia yakin bahwa t iada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, maka ia masuk surga". 143

Dan sabdanya:



"Siapapun yang aku t emui sedang ia bersaksi bahwa t iada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dengan disert ai keyakinan hat inya, maka aku sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga". 144

D an nash-nash yang sejenisnya. Kemudian, H izbut Tahr ir menyatakan: "N ash-nash ini jelas bahwa siapa pun yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan Muhammad Rasulullah, dengan disertai keyakinan hatinya, maka ia termasuk di antara penghuni surga, bukan penghuni neraka. Siapa saja yang menjadi penghuni surga, maka tidak mungkin kecuali ia seorang Muslim, mustahil ia seorang Kafir. Hal ini menunjukkan bahwa seorang Muslim tidak dikafirkan sebab dosa yang dilakukannya, selama ia tidak mengingkari sesuatu di antara persoalan agama yang telah diketahui secara pasti, serta tidak mengingkari sesuatu (hukum) yang telah ditetapkan berdasarkan dalil yang qath'i. 145 Hizbut Tahrir mengutip pernyataan Imam N awawi: "Ketahuilah bahwa madhab ahlul haq (Ahlussunnah) adalah tidak mengkafirkan seseorang di antara ahlul qiblah (orang yang bertauhid) sebab ia melakukan dosa, serta tidak mengkafirkan orang yang menjadi budak nafsu dan pelaku bid'ah. Dan siapa pun yang mengingkari sesuatu di antara agama Islam yang diketahui dengan pasti, maka ia dihukumi murtad dan kafir. Begitu juga hukum bagi yang menghalalkan zina, khomer, pembunuhan, atau perkara-

perkara haram yang lain, yang keharamannya diketahui dengan pasti". 146 Sebagaimana yang disebutkan oleh Hizbut Tahrir di beber apa

selebarannya bahwa seorang Muslim dikafirkan sebab salah satu dari

______________________ 143

Diriw ayatkan oleh Muslim. Lihat: Shahih M uslim , vol. I, hlm. 55.

144

Diriw ayatkan oleh Muslim. Lihat: Shahih M uslim , vol. I, hlm. 59.

145

Lihat: Jawab su'al, 1 Dzul Hijjah 1410 H ./22 Juni 1990 M..

146

Syarah an-N awawi 'ala M uslim , vol. I, hlm. 150.

269

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

empat per kar a: al-i't iqad (keyakinan), asy-syak (ker aguan), al-qaul (perkataan) dan al-fi'l (perbuatan). Adapun keyakinan, maka itu jelas. Sebab orang yang meyakini, misalnya, al-M asih itu putra Allah, dikafirkan, meskipun ia melakukan semua amalan-amalan Islam. Begitu juga orang yang meragukan al-Qur'an sebagai firman Allah, misalnya, dikafirkan, meskipun ia melakukan semua amalan-amalan Islam. H izbut Tahr ir menjelaskan bahwa pernyataan yang tidak menunjukkan pengingkaran secara pasti atas sesuatu yang qat h'i , namun masih ada kemungkinan lain, maka ia tidak dikafirkan. Adapun jika pernyataan itu menunjukkan dengan pasti pengingkaran atas sesuatu yang oleh Islam diperintahkan untuk diyakininya, atau sesuatu itu merupakan perkara yang pasti dan ditetapkan melalui jalan yang menghasikan keyakinan, yakni ia merupakan sesuatu yang pasti, maka hal ini perlu dilihat dulu. Jika penyataan itu mengutip dari orang lain dengan sekedar mengutip tanpa menyakininya, maka ia tidak dikafirkan, yakni orang yang menyampaikan kekufuran bukan kafir. Hanya saja jika penyampaian itu termasuk pengajaran pemikiran-pemikiran kufur, maka harus diajarkan bersamanya bantahannya di atas metode al-Qur'an. Jika tidak, maka ia berodsa. Adapun jika pernyataan yang menunjukkan pengingkaran atas sesuatu yang pasti itu keluar dari dirinya sendiri, maka ia dikafir kan, baik ia meyakini maupun tidak. Seper ti or ang yang mengatakan: Allah itu zalim. Atau mengat akan: al-Q ur 'an itu dar i Muhammad bukan dari Allah. Sehingga dalam hal ini ia dikafirkan. Sebab pernyataan ini secar a pasti menunjukkan atas pengingkaran kepada sesuatu yang sifatnya qat h'i .

Sedangkan perbuatan, maka melakukan perbuatan-perbuatan kufur, tidak diragukan lagi adalah kufur. Apabila seorang Muslim menjalankan per ibadatan agama N asr ani (Kristen), maka ia kufur. Ikut ber sama mereka, ketika mereka sedang menjalankan peribadatannya adalah kufur. Bersujud kepada patung adalah kufur. Menggunakan syi'ar peribadatan yang di dalamnya orang Kristen melangsungkan peribadatannya adalah kufur. Mengajarkan peribadatan agama Kristen atau Yahudi adalah kufur. Membangun gereja adalah kufur. Menyumbang untuk pembangunan gereja adalah kufur. Dan seterunya. Tidak ada bedanya antara peribadatan agama Kristen dengan agama Budha, antara peribadatan agama Kristen dengan bersujud kepada patung, semuanya kufur, melakukannya juga kufur. Sebagaimana perbuatan-perbuatan ini dilakukan oleh orang-orang kafir, yaitu Kristen, Yahudi, Majusi dan yang lainnya. Sebab mereka diperintahkan melakukannya sesuai agama mereka, dan sesuai tuntutan akidah mereka, yang karena akidah itulah mereka menjadi kufur. Maka

Adapaun pelaku per buatan-per buatan ini per lu dilihat dahulu sebagaimana perkataan. Apabila perbuatan itu tidak bisa ditakwil lagi, dalam arti perbuatan yang ia lakukan tidak meneriman takwil, sebab ia melakukan per buatan yang or ang-or ang kafir diper intahkan untuk melakukannya, atau melakukan perbuatan yang oleh syara' dinyatakan kufur, maka dalam hal ini jelas orang yang melakukan adalah kafir. Sedangkan, apabila perbuatan itu masih menerima t akwil , dalam arti ia melakukannya mungkin bisa di t akwil , bahwa ia melakukan tidak seperti yang orang kafir diperintahkan, maka dalam hal ini ia tidak dikafirkan, sebab ia masih memenangkan aspek iman. Seperti orang yang membawa Taurat dan membacanya. Sebab orang kafir diperintah membacanya karena motivasi ibadah dan keyakinan, dan dalam hal ini bisa saja ia membacanya untuk pengetahuan, atau untuk membantah isinya. Orang yang masuk kedalam gereja tidak dikafirkan. Sebab orang kafir diperintah masuk unt uk per ibadat an. M ungkin dalam hal ini t er kadang ia memasukinya untuk melihat-lihat. Dan begitu juaga seterusnya. Apabila di sana masih ada peluang t akwil apapun, dan tidak untuk diniati, maka

pelakunya tidak dikafirkan. 147 Adapun orang yang mengatakan bahwa kufur adalah apa yang

dikatakan kufur oleh syara'. Sementara itu tidak terdapat satu pun nash syara' bahwa membangun gereja, melakukan peribadatan agama N asrani, atau melakukan perbuatan di antara perbuatan-per buatannya adalah kufur. Pernyataan ini dibantah oleh Hizbut Tahrir bahwa syara' benar- benar telah menyat akan sesungguhnya akidah N asr ani it u kufur. Kekufur an itu dat ang dar i segala sesuatu yang ada di dalamnya: pemikir annya, hukum-hukumnya, dan per buat an-per buat an yang diperintahkannya. Sehingga pemikirannya kufur, hukumnya kufur, dan perbuatannya juga kufur. Syara' benar-benar telah menegaskan bahwa

Lihat: Memorandum dengan judul: al-Qiyam bi Amali Kufrin Kufrun Shurahun , dikeluarkan Hizbut Tahrir, 8 Rajab 1380 H ./26 D esember 1960 M.. Memorandun ini dikeluarkan t idak lama set elah Perdana Ment eri Lebanon yang Muslim, Shaib Salam, Ket ua Parlemen yang Muslim, Shabri Hamadah, para Ment eri yang mereka itu Muslim, beberapa anggota Parlemen yang mereka juga Muslim melakukan shalatnya Kaum N asrani dalam Bakrki di Lebanon. Memorandum dengan judul: Z u'ama' al-M uslimin Yu'duna al- Jizyah li al-H ukkam an-N ashara Shalat an fi al-Kana'is wa Irt idadan an al-Islam , dikeluarkan Hizbut Tahrir, 18 Rajab 1281 H./16 D esember 1961 M.; dan Jaw ab Su'al, 25 Maret 1969 M.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Dalam Soal Jawab seputar persoalan, apabila kaidah hukum yang tidak diketahui (dikhususkan) contohnya diterapkan atas orang yang melakukan perbuatan di antar a perbuatan-per buatan kufur, seperti membantu perlengkapan gereja, sedang ia tidak mengerti hukum dalam hal ini. Hizbut Tahrir menjawab: "Sesungguhnya kaidah yang tidak diketahui (dikhususkan) contohnya, maka kaidah umum mencakup orang yang melakukan perbuatan di antar a perbuatan-per buatan kufur, seperti membangun gereja. Hanya saja ia tidak mengerti hukum di antara hukum- hukum yang tidak diketahui contohnya itu". 149

Di antara perkara-perkara penting yang dikaji oleh Hizbut Tahrir terkait dengan masalah pengkafiran adalah bahasan tentang berhukum dengan selain hukum yang dit ur unkan Allah. Lalu, H izbut Tahr ir menyebutkan firman Allah SWT.:

"Barangsiapa yang t idak memut uskan menurut apa yang dit urunkan Allah, maka mereka it u adalah orang-orang yang kafir". 150

Dan firman-N ya:

"Barangsiapa t idak memut uskan perkara menurut apa yang dit urunkan Allah, maka mereka it u adalah orang-orang yang zalim". 151

Lihat: Memorandum dengan judul: al-Qiyam bi Amali Kufrin Kufrun Shurahun , dikeluarkan Hizbut Tahrir, 8 Rajab 1380 H ./26 Desember 1960 M.. Memorandun ini dikeluarkan tidak lama set elah Perdana Ment eri Lebanon yang Muslim, Shaib Salam, Ketua Parlemen yang Muslim, Shabri Hamadah, para Ment eri yang mereka itu Muslim, beberapa anggota Parlemen yang mereka juga Muslim melakukan shalatnya Kaum N asrani dalam Bakrki di Lebanon.

Lihat: Jawab Su'al , 25 Maret 1969 M..

QS. Al-Maidah [5] : 44.

QS. Al-Maidah [5] : 45.

Dan firman-N ya:

"Barangsiapa t idak memut uskan perkara menurut apa yang dit urunkan Allah, maka mereka it u adalah orang-orang yang fasik". 152

Melalui ayat-ayat ini, Hizbut Tahrir berpendapat bahwa barangsiapa yang berhukum kepada selain yang diturunkan Allah SWT., maka ia tidak lepas dar i dua per kar a: mungkin ia ber hukum kepada selain yang diturunkan Allah SWT., dan ia meyakini bahwa Islam sudah tidak layak lagi untuk diterapkan, maka orang yang demikian ini kafir, keluar dari agama Islam; atau mungkin juga ia ber hukum kepada selain yang diturunkan Allah SWT., namun ia masih meyakini bahwa Islam layak dan pantas untuk diterapkan, maka orang yang demikian ini hanya berkaisat, tidak kafir. Adapun cara menentukannya, maka perhatikan, sesungguhnya sikap dan perbuatan para penguasa menunjukkan hal itu. Barangsiapa yang sikap dan perbuatannya menunjukkan pada tidak adanya keyakinan bahwa Islam layak dan pantas untuk diterapkan-meski ia menampakkan selain itu-maka atasnya diterapkan firman Allah SWT.: "Mereka itu adalah orang-orang yang kafir". Sebab mereka tidak beriman kepada kelayakan Islam untuk pemerintahan dan peradilan. Mereka dikafirkan sebab sikap dan perbuatannya ini, yakni mereka tidak beriman dengan Islam. Mereka, tidak diragukan lagi adalah kafir. Sebab mereka bebas (tidak terbebani) ketika menerapkannya. Adapaun apabila para penguasa itu masih beriman kepada kelayakan Islam, namun hubungannya dengan orang-orang kafir membuat mereka menerima hukum selain hukum Allah, mungkin karena takut, atau mungkin karena mereka yakin bahwa mereka tidak mampu menerapkan Islam, maka mereka tidak kafir, selama iman mereka masih ada. Sebab m er eka t idak m er asa bebas (t er bebani) ket i ka menerapkannya. Akan tetapi dengan perbuatannya itu mereka zalim dan fasik. Karena mereka melakukan keharaman.

Sebagaimana Hizbut Tahrir menjelaskan bahwa berhukum dengan selain yang diturunkan Allah itu kufur, zalim dan fasik tidak terbatas untuk para penguasa saja, namun untuk manusia dalam menjalani hubungan yang sifatnya individual, atau pada semua hubungannya. Sesungguhnya, siapa saja yang meyakini bahwa Islam tidak layak untuk solusi problem ini

QS. Al-Maidah [5] : 47.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

H izbut Tahr ir juga menjelaskan: "D ar i sini, keyakinan unt uk memisahkan agama dari kehidupan, atau memisahkannya dari negara adalah kekufuran yang nyata". 154 Sebab Hizbut Tahrir berpendapat bahwa mayoritas penguasa kaum Muslim tidak hanya bermaksiat, atau berbuat fasik saja, namun mer eka melakukan kekufur an secar a nyata, yang mengeluarkannya dari agama Islam. Sesungguhnya mulut-mulut dan pena- pena yang dijadikan alat pembenaran oleh mereka para penguasa, dan pembenaran bagi sistem kufur yang diterapkannya adalah mulut-mulut dan pena-pena yang pemiliknya orang-orang munafik, kufur, mereka kufur yang sebenarnya, yang akan mengeluarkannya dari agama Islam. Sesungguhnya mereka yang setuju dengan sepenuh hati terhadap para penguasa dan dengan sistem kufur yang mereka terapkan adalah kafir, kufur yang sebenarnya, yang akan mengeluarkannya dari agama Islam. 155

Di dalam Soal Jawab tentang menghina agama: "Menghina agama adalah kufur jika penghinaan terhadap agama dilakukan dengan sengaja, dan memang diniati untuk menghina agama. Adapun apabila penghinaan terhadap agama itu kebiasaannya ketika marah, atau pada saat bertengkar dengan orang lain, maka ia dianggap bermaksiat, bukan kufur. Dan apa yang terjadi pada manusia sekarang, yang akhir-akhir ini mereka banyak mencela agama, bahwa mayoritas mereka tidak bermaksud mencela dan melecehkan agama, maka dengan cacian dan penghinaan ini mereka hanya bermaksiat dan berdosa saja. Mereka bukan orang-orang kafir yang murtad. Sedang orang yang bermaksiat dan melakukan dosa besar tidak menyebabkan perceraian dengan istrinya, sehingga hubungan suami istri tetap berlangsung antara keduanya". 156

Dan kami mengakhiri masalah pengkafiran ( t akfir ) menurut Hizbut Tahrir dengan mengutip apa yang diyatakannya mengenai hukum murtad. Hizbut Tahrir berkata: "Hukum murtad bagi seorang Muslim adalah jika

Lihat: N izhom al-H ukmi fi al-Islam , hlm. 240; pamplet dengan judul: H ukm al-Islam fi at -Taqayyud bi Ahkam al-Islam , dikeluarkan oleh H izbut Tahrir, 16 Dzul Qa'dah 1395 H./11 September 1975 M.; nasyrah "Syahru Ramadhana Alladzi Unzila fihi al-Qur'ana H udan li Annasi wa Bayyinat in min al-H uda wa al- Furqan ", Hizbut Tahrir/w ilayah Yordania, 29 Sya'ban 1403 H./10 Juni 1963 M.; dan Jawab Sua'al, 1395 H./1975 M.. Di sini perlu ditegaskan bahw a masalah menghukumi penguasa yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah dengan kufur, fasik dan zalim, bukan masalah melaw an penguasa ketika penguasa menampakkan kekufuran secara nyat a.

Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah , vol. I, hlm. 27.

Lihat: N asyrah " Syahru Ramadhana Alladzi Unzila fihi al-Qur'ana H udan li Annasi wa Bayyinat in min al-

H uda wa al-Furqan ", Hizbut Tahrir/w ilayah Yordania, 29 Sya'ban 1403 H./10 Juni 1963 M..

Lihat: Jawab Su'al , 15 Pebruari 1977 M..

"Barangsiapa yang menggant i agamanya, maka ia harus dibunuh". 157

Sebab orang-or ang kafir adalah satu agama. Hanya saja, jika ia seorang kafir kitabi yang keluar dan masuk ke dalam agama lain yang bukan kitabi, maka sembelihannya tidak boleh dimakan, dan jika perempuan tidak boleh dinikahi, artinya ia diperlakukan seperti perlakuan terhadap pemeluk agama yang murtad. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara yang ada di N egara Islam dengan yang ada di N egara Kafir. Atas dasar itu, seorang Muslim apabila menjadi penganut Baath, Sosialis, atau

D r uze, maka ia sungguh telah mur tad dar i Islam. Selanjutnya, ia diperlakukan seperti perlakuan terhadap orang-orang murtad. Adapun bukan Muslim apabila ia menjadi penganut Baath, maka ia tidak murtad dari agamanya, sebab penganut Baath menyatakan pemisahan agama dari negara, sehingga ia tidak murtad dari agamanya. Sedang apabila ia menjadi penganut Sosialis atau Dr uze, maka ia mur tad dar i agamanya. D an selanjutnya ia diper lakukan seperti perlakuan ter hadap orang-orang Musyrik. Sehingga jika ia perempuan, maka ia tidak boleh dinikahi, dan sembelihannya tidak boleh dimakan". 158

Ber dasar kan metodologi sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Hizbut Tahrir mengkaji sejumlah permasalahan-permasalahan yang terkait

Diriw ayatkan oleh Bukhari. Lihat : Shahih Bukhari , vol. VI, hlm. 2537.

Lihat: Jawab Su'al , 2 Juni 1970 M..

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

qodho'

dan 159 qodar

wahyu, 164 petunjuk dan kesesatan, tawakkal, sifat-sifat Allah SWT., rezeki, 165 kematian, 166 dan lainnya. Beberapa permasalah ini tidak jauh

berbeda dengan yang dikemukakan para ulama. N amun beberapa yang dikritisi oleh Hizbut Tahrir, dan menempatkannya sebagai topik yang memang diperdebatkan, serta menjelaskan pendapat-pendapat ulama terkait dengan hal itu. Kemudian Hizbut Tahrir mengelurkan pendapat yang berbeda dengan yang lain, di antara pendapat-pendapat yang telah ada sebelumnya.