Sistem Persanksian

4. Sistem Persanksian

a. Persanksian dalam Islam sebagai zawajir dan jawabir

H izbut Tahr ir ber pendapat bahw a Allah Sw t. mensyar i'atkan sejumlah sanksi dalam Islam berfungsi sebagai zawajir dan jawabir.

1. Sanksi Sebagai Z awajir Sanksi dalam Islam itu dinamai zawajir adalah karena mencegah manusia dari melakukan tindakan kriminal yang serupa. Hal ini ditetapkan berdasarkan nash al-Qur'an. Allah Swt. berfirman:

"Dan dalam qishaash it u ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bert akwa." 132

Arti bahwa Allah Swt. telah menjadikan kehidupan pada qishash adalah bahw a dengan menjatuhkan qishash kehidupan akan tetap berlangsung. Hal ini tidak berarti berlangsungnya kehidupan orang yang dijatuhi qishash , karena qishash adalah kematiannya, bukan kehidupannya. N amun berlangsungnya kehidupan itu bagi orang yang menyaksikan pelaksanaan eksekusi qishash . Sebab, bagi orang yang masih mempunyai akal sehat biasanya, ketika ia mengetahui dan melihat bahwa siapa saja yang membunuh orang lain sanksinya harus dibunuh juga, maka ia tidak akan berani melakukan pembunuhan. Demikianlah keadaan semua sanksi,

yakni menjadi 133 zawajir .

2. Sanksi sebagai jawabir Sanksi dalam Islam dinamakan dengan jawabir adalah karena dapat menebus adzab Allah Swt. pada hari kiamat dari seorang muslim. Dari Ubadah bin Shamit ra yang berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada kami dalam satu majelis:

Lihat: N izhom al-Islam , hlm. 125; M uqaddimah ad-Dust ur , hlm. 420; dan N asyrah Hizbut Tahrir yang berjudul " Siyasah at -Ta'lim ", 15 D zil Q a'dah 1397 H./27 O ktober 1977 M..

QS. Al-Baqarah [2] : 179.

Lihat: al-Fikr al-Islami , hlm. 54; dan N izhom al-'Uqubat , pengacara Abdurrahman al-Maliki, 1385 H./ 1965 M., hlm. 7, 8.

"Kalian akan membaiat ku at as dasar t idak menyekut ukan Allah dengan sesuat u apapun, t idak mencuri, t idak berzina, t idak membunuh anak-anak kalian, t idak berbohong yang kalian membuat -buat nya diant ara t angan dan kaki kalian, dan t idak mendurhakai kema'rufan. Barang siapa di ant ara kalian yang menepat i, maka pahalanya disisi Allah. Barang siapa yang mengerjakan sesuat u dari padanya lalu dia dijat uhi sanksi di dunia, maka sanksi it u penebus dosa baginya. Dan barang siapa yang mengerjakan sesuat u dari padanya lalu Allah menut upinya, maka perkaranya diserahkan kepada Allah kalau D ia menghendaki, maka di a mengadzabnya, dan kal au D ia menghendaki, maka Dia memaafkannya. Lalu kami membaiat nya at as dasar t ersebut ." 13 4

Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa sanksi di dunia yang dijatuhkan oleh seorang imam atau wakilnya atas dosa tertentu itu dapat menggugurkan sanksi ( adzab ) di akhirat. Oleh karena itu, banyak dari kaum muslimin yang datang kepada Rasulullah Saw. lalu mereka mengakui tindakan kr iminal (dosa-dosa) yang telah mer eka lakukan supaya Rasululllah menjatuhkan sanksi kepada mereka di dunia, sehingga dapat menggugurkan adzab Allah kelak di akhirat pada hari kiamat. Mereka rela merasakan pedih dan sakitnya had dan qishash didunia, karena semua itu lebih ringan dibandingkan dengan adzab Allah di akhirat. 135

Dengan demikian, sanksi dalam Islam berfungsi menjadi zawajir dan jawabir . Z awajir karena dapat mencegah manusia dari mengerjakan dosa, melakukan tindak kriminal, dan pelanggaran; dan jawabir karena dapat menebus sanksi akhirat, maka gugur lah sanksi akhirat itu dari orang muslim.

3. Sanksi Tidak Boleh Dijatuhkan Kecuali Terhadap Pelaku Kriminal Sanksi-sanksi ini tidak boleh dijatuhkan keculai terhadap pelaku

HR. Bukhari. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-6, hlm. 2637.

Lihat: al- Fikr al-Islamiy , hlm. 56; dan N izhom al-Uqubat , hlm. 7, 8.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Sesungguhnya Allah Swt. telah menciptakan manusia, dan Dia telah menciptakan pula dalam diri manusia sejumlah naluri ( gharaiz ) dan kebutuhan jasmani ( hajat 'udhawiyah ). Sejumlah naluri dan kebutuhan jasmani ini mer upakan potensi kehidupan ( t haqah hayawiyah ) pada manusia yang mendorongnya untuk berusaha memenuhinya. Sehingga manusia mau melakukan per buatan kar ena untuk pemenuhan ini. Sedangkan membiar kan akt ivit as pemenuhan t anpa sist em yang mengaturnya dapat menyebabkan kekacauan dan kegoncangan, dan menyebabkan pemenuhan yang salah atau bahkan pemenuhan yang ganjil (tidak wajar).

Allah Swt. telah mengatur cara pemenuhan terhadap sejumlah naluri ( gharaiz ) dan kebutuhan jasmani ( hajat 'udhawiyah ) ini, ketika Allah Swt. mengatur aktivitas manusia dengan hukum-hukum syara'. Syari'at Islam telah menjelaskan pemecahan (solusi) terhadap amal perbuatan manusia dalam garis-garis besar berupa al-Qur'an dan as-Sunnah. Dan apa yang ada dalam garis-garis besar ini dijadikan sebagai tempat hukum atas setiap peristiwa yang terjadi pada manusia, serta disyari'atkannya halal dan haram. Dengan demikian, syari'at Islam telah datang membawa sejumlah nash yang darinya digali hukum untuk setiap perbuatan manusia, dan menjelaskan segala sesuatu yang diharamkannya bagi manusia. Karena itu, syara' datang dengan seperangkat perintah dan larangan. Selanjutnya, syara' mewajibkan kepada manusia untuk mengerjakan perkara-perkara yang diper intahkan kepadanya, dan menjauhi per kara-per kara yang manusia dilarang melakukannya. Apabila manusia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ketentuan syara' tersebut, maka sungguh ia telah melakukan perbuatan buruk, yakni tindak kriminal (kejahatan), sama saja apakah perbuatan itu berupa tidak melaksanakan apa yang diperintahkan syara' atau mengerjakan apa yang dilarangnya. D alam dua keadaan tersebut-meninggalkan apa yang diperintahkan dan sebaliknya melakukan

b. Macam-macam sanksi

Syari'at Islam telah menjelaskan bahwa berbagai tindak kriminal (kejahatan) itu memiliki sanksi di akhirat dan sanksi di dunia. 137

1. Sanksi di akhirat Sanksi di akhirat adalah sanksi yang akan dijatuhkan Allah Swt. t er hadap pelaku kr im inal, m aka Allah pada har i kiam at akan mengadzabnya. Allah Swt. berfirman:

"Orang-orang yang berdosa dikenal dengan t anda-t andanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka." 138

Dan firman-N ya:

"Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam." 139

Dan firman-N ya:

"Beginilah (keadaan mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) t empat kembali yang buruk, (yait u) neraka Jahannam, yang mereka masuk ke dalamnya; maka amat buruklah Jahannam

it u sebagai t empat t inggal." 140

Lihat: al-Fikr al-Islamiy , hlm. 54, 55; dan N izhom al-Uqubat , hlm. 5, 6.

Lihat: al- Fikr al-Islamiy , hlm. 55; dan N izhom al-Uqubat , hlm. 7.

Q S. Ar-Rahman [55] : 41.

QS. Fathir [35] : 36.

Q S. Shad [38] : 55-56.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

Dan firman-N ya:

"Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rant ai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala." 141

Dan masih banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang adzab Allah dengan penjelasan yang pasti ( qat h'i ), dan dengan metode yang mu'jiz (tidak ter bantahkan). Sungguh ketika manusia mendengar ayat-ayat tersebut, maka manusia akan menjadi ketakutan dan gemetar. Bahkan siksaan, kesulitan dan kesengsaraan hidup di dunia semua terasa ringan ketika ia membayangkan adzab akhir at dan kengeriannya. D engan demikian, manusia tidak berani melanggar apa yang perintah Allah dan larangan-N ya, kecuali ketika ia melupakan adzab dan kengeriannya. 142

2. Sanksi di dunia Sedangkan sanksi di dunia, maka asy-Syari' (pembuat hukum) benar- benar telah menjelaskannya dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, baik secara global maupun terperinci. Dan asy-Syari' telah menjadikan daulah (negara) sebagai institusi yang berwenang melaksanakannya. Sanksi dalam Islam yang wajib dijatuhkan terhadap pelaku tindak kriminal di dunia itu harus ditegakkan oleh imam atau wakilnya, yakni ditegakkan oleh Daulah Islamiyah dengan menerapkan hudud Allah dan sanksi-sanksi selain hudud seperti t a'zir dan berbagai macam kafarat . Sanksi dunia atas dosa tertentu yang dijatuhkan oleh daulah itu bisa menggugurkan sanksi di akhirat dari orang yang berdosa. 143

Sanksi dunia itu terbagi menjadi empat macam jenis sanksi, yaitu: hudud, jinayat, takzir, dan mukhalafat.

a. H udud Yang dimaksud dengan hudud ialah sanksi at as pelanggar an (perbuatan dosa) yang telah ditentukan karena melanggar hak Allah. Sanksi untuk pelanggaran ini dinamai dengan hudud . Sebab, ia dapat mencegah orang yang bermaksiat kembali mengulangi perbuatan dosa, yang karena

QS. Al-Insan [76] : 4.

Lihat: al-Fikr al-Islamiy , hlm. 55, 56; dan N izom al-Uqubat , hlm. 7.

Lihat: al-Fikr al- Islamiy , hlm. 56,57; dan N izom al-Uqubat , hlm. 7,8.

"It ulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekat inya." 144

Sebagaimana kata had digunakan untuk sanksi per buatan dosa tersebut. Kata had dan hudud dengan konotasi sanksi perbuatan dosa itu tidak dapat digunakan kecuali terhadap perbuatan dosa yang merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, dan tidak dapat digunakan untuk yang lainnya. Dalam hal ini tidak sah pengampunan dari hakim (penguasa), dan tidak pula dari pihak yang dizalimi, karena itu merupakan hak Allah, sehingga dalam kondisi apapun t idak ada seor ang pun yang bisa

menggugurkannya. 145

b. Jinayat (sanksi pidana) Istilah jinayat digunakan untuk penganiayaan terhadap badan di antara perkara yang mewajibkan qishash atau harta. Dengan demikian, jinayat mencakup penganiayaan terhadap jiw a dan penganiayaan ter hadap anggota tubuh. Sementara yang dimaksud dengan jinayat di sini adalah sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap tindak penganiayaan tersebut. Sanksi-sanksi tersebut di dalamnya terdapat hak hamba. Dan selama berkaitan dengan hak hamba, maka si pemilik hak (pihak yang dianiaya) boleh memberi maaf kepada pihak yang menganiaya. Allah SWT berfirman:

"M ak a bar angsi apa yang m en dapat su at u pem a` af an dar i saudaranya." 146

Ayat ini ada sesudah firman Allah:

QS. Al-Baqarah [2] : 187.

Lihat: N izhom al-Uqubat , hlm. 12.

QS. Al-Baqarah [2] : 178.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

"H ai orang-orang yang beriman, diwajibkan at as kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanit a dengan wanit a. " 147

Artinya, barang siapa yang dimaafkan oleh saudara seagamanya di antara orang-orang yang menguasai darah (keluarga korban) dari hak mereka dalam qishash ….. Hal ini menunjukkan atas bolehnya pemilik jinayat (keluarga korban) memberi maaf dengan tidak mengambil haknya. Apalagi ada banyak hadits selain ayat di atas yang menjelaskan bolehnya

pemilik hak memberi maaf. 148

c. Takzir Takzir adalah sanksi terhadap pelanggaran yang dalam hal ini tidak ada had dan kafarat . Apabila suatu pelanggaran (kemaksiatan) dilakukan, maka pelanggaran itu perlu dianalisa. Jika kemaksiatan itu termasuk di antarar perbuatan dosa (pelanggaran) yang sanksinya telah ditetap oleh Allah Swt., yakni termasuk dalam wilayah hudud, maka pelakunya dijatuhi had (sanksi) yang telah disyari'atkan oleh Allah Swt., dan ketika itu tidak ada t akzir . Adapun jika kemaksiatan itu tidak termasuk dalam wilayah hudud , dan asy-Syari' (pembuat hukum) tidak menjadikan kafarat bagi pelanggaran (kemaksiatan) tersebut, maka pelanggaran (kemaksiatan) itu termasuk dalam wilayah t akzir. Sedangkan penganiayaan (pelanggaran) terhadap badan, maka dalam kasus ini tidak ada t akzir karena asy-Syari' (pembuat hukum) telah menetapkan sanksinya.

Dalam hal ini, sungguh Hizbut Tahrir telah menjelaskan perbedaan antara t akzir , hudud , dan jinayat melalui tiga aspek: Pertama , hudud dan jinayat masing-masing memiliki sanksi tertentu yang telah ditetapkan oleh syara' dan bersifat mengikat, sehingga tidak boleh diganti, ditambah, dan dikurangi. Sedangkan t akzir adalah sanksi yang jenis dan bentuknya tidak ditetapkan dan tidak mengikat.

Kedua , hudud dan jinayat itu tidak menerima maaf dan pengangguran dari hakim (penguasa), kecuali pengampunan dari pemilik hak jinayat (kor ban atau keluarga kor ban). Hal ini berbeda dengan t akzir yang menerima pengampunan dan pengguguran sanksi dar i seorang yang seharusnya dijatuhi sanksi. Rasulullah Saw. tidak menakzir orang yang tidak suka dengan pembagian ghanimah yang beliau lakukan dengan berkata: "Sungguh pembagian ghanimah ini tidak untuk mendapatkan ridha

QS. Al-Baqarah [2] : 178.

Lihat: N izhom al-Uqubat , hlm. 12, 13.

Allah". Rasulullah Saw. memaafkan orang tersebut. 149 Padahal orang tersebut-dengan perkatannya itu-telah melakukan kemaksiatan yang berhak dijatuhi sanksi.

Ketiga , hudud dan jinayat itu tidak berbeda disebabkan perbedaan manusia (pelakunya). Semua manusia (pelaku kejahatan dalam wilayah ini) dipandang sama, karena keumuman dalil-dalilnya. Berbeda dengan t akzir , dimana dalam t akzir boleh berbeda disebabkan perbedaan manusia (pelakunya). Sehingga dalam hal ini dipertimbangkan apakah ia seorang residivis, orang yang sebenarnya baik atau yang lainnya. Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"M aafkanlah kesalahan orang-orang yang berkelakuan baik kecuali masalah hudud". 150

Yang dimaksud dengan kat a at sarat dalam hadit s ini adalah pelanggaran mereka terhadap perintah Allah dan larangan-N ya dengan dalil sabda N abi, "kecuali masalah hudud ". Dan N abi Saw. bersabda:

"Shahabat Anshar adalah keluargaku dan t empat rahasiaku, sedang manusia akan banyak dan sedikit , maka t erimalah (khabar) dari orang Anshar yang baik, dan maafkanlah orang Anshar yang buruk". 151

Maksud dari memaafkan orang yang buruk meliputi orang yang melakukan kemaksiatan, kar ena ia adalah or ang yang melakukan keburukan. Semua ini-dalam pandangan H izbut Tahrir-menunjukkan bahwa takzir itu boleh berbeda ukuran (jenis) sanksinya disebabkan perbedaan situasi dan kondisi manusia (pelakunya). Seseorang boleh dijatuhi sanksi dengan dipenjar a atas pelanggar an yang ia lakukan,

HR. Bukhari Muslim. Lihat: Shahih al-Bukhari , vol. ke-3, hlm. 1148; dan Shahih M uslim , vol. ke-2, hlm. 73 9.

HR. al-Imam Ahmad. Syu'aib al-Arnauth berkata: "Hadits ini jayyid jalan dan pendukungnya". Lihat: M usnad Ahmad bin H anbal,

vol. ke-6, hlm. 181.

HR. Bukhari Muslim. Lafal matan menurut Bukhari. Lihat: Shahih al- Bukhari, vol. ke-3, hlm. 1383; dan Shahih M uslim , vol. ke-4, hlm. 1949.

Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200 Tsaqofah dan M etode Hizbut Tahrir 200

d. M ukhalafat Yang dimaksud dengan mukhalafat adalah sanksi yang dijatuhkan oleh penguasa terhadap orang yang menyalahi perintah penguasa, sama saja apakah ia khalifah atau yang lain, seperti mu'awin , wali , amil dan yang sejenisnya, yaitu orang yang memiliki aktivitas pemerintahan dan memiliki w ew enang mengeluar kan per int ah dan lar angan. Sesungguhnya mukhalafat dijadikan sebagai sanksi dari sejumlah sanksi yang telah diperintahkan oleh asy-Syari' (pembuat hukum). Sebab, melanggar perintah penguasa merupakan pelanggaran (kemaksiatan) di antara kemaksiatan- kemaksiatan. Allah benar-benar telah memerintahkan agar menaati ulil amri melalui al-Qur'an dengan sangat jelas. Allah Swt. berfirman:

"H ai orang-orang yang beriman, t a` at ilah Allah dan t a` at ilah Rasul (N ya), dan ulil amri di ant ara kamu." 153

Rasulullah Saw. juga telah memer intahkan agar menaati amir (pemimpin) melalui as-Sunnah dengan sangat jelas. Beliau Saw. bersabda:

"Dengarkanlah dan t aat ilah oleh kalian, meskipun kalian dipimpin oleh budak berkebangsaan H absyi yang kepalanya sepert i dompolan anggur." 154

Hadits ini menunjukkan atas wajibnya taat kepada amir (pemimpin). Rasulullah Saw. juga bersabda:

Lihat: N izhom al-Uqubat , hlm. 14.

QS. An-N isa' [4] : 59.

HR. Bukhari. Lihat : Shahih al-Bukhari , vol. ke-1, hlm. 246.

"Barang siapa yang t aat kepada amir (pemimpin), maka ia benar-benar t aat kepadaku, dan barang siapa yang mendurhakai amir (pemimpin), maka ia benar-benar t elah mendurhakaiku". 155

H adit s ini jelas menunjukkan bahw a menent ang penguasa merupakan kemaksiatan yang pelakunya layak mendapatkan sanksi. Sebab asy-Syari' (pembuat hukum) tidak menetapkan sanksi tertentu, maka penguasa atau hakim mempunyai wewenang untuk menetapkan sanksi atas kemaksiatan tersebut. Oleh karena itu ada sebagian fuqaha' (ulama fikih) yang memasukkan mukhalafat kedalam bab t akzir . Mengungat ia mer upakan kemaksiatan yang asy-Syari' (pembuat hukum) tidak menetapkan sanksi tertentu baginya. N amun, Hizbut Tahrir berpendapat bahwa mukhalafat tidak termasuk kedalam bab takzir. Alasannya, karena takzir merupakan sanksi atas pelanggaran terhadap perintah Allah dan larangan-N ya yang belum ada sanksi tertentu baginya. Mukhalafat tidak seperti itu, mukhalafat adalah pelanggaran terhadap perintah Allah agar taat kepada penguasa, sehingga untuk mukhalafat ada sanksi khusus yang dit ent ut kan oleh pem er int ah dan dengan ukur an yang menjadi wewenangnya. Hizbut Tahrir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mukhalafat di sini adalah mengenai perkara-perkara yang pengaturannya oleh asy-Syari' diserahkan kepada penguasa, dan dalam perkara-perkara yang bukan kemaksiatan terhadap Allah Swt., jika perkara itu merupakan kemaksiatan kepada Allah, maka tidak termasuk mukhalafat. 156

Terakhir, sesungguhnya Hizbut Tahrir telah menjelaskan hukum untuk masing-masing keempat jenis sanksi tersebut secara mendetail dan rinci dalam kitab N izom al-Uqubat (sistem persanksian).