Sutardji Calzoum Bachri Membandingkan Berbagai Penyimpangan Bahasa dalam Puisi

Mengisi Hidup dengan Berkreasi 103 Ah rasa yang dalam aku telah tinggalkan puri pura-puraMu yang mana sungai selain derai yang mana gantung selain sambung yang mana nama selain mana yang mana gairah selain resah yang mana tahu setelah waktu yang mana tanah selain tunggu yang mana tiang selain Hyang mana Kau selain aku? nah rasa yang dalam tinggalkan puri puramu kasih jangan menampik masuk kau padaku Sumber: Laut Biru Langit Biru, susunan Ayip Rosidi, Pustaka Jaya, 1977, hal. 507, 508, 509, 511.

b. Octavio Paz

Sepasang Tubuh Sepasang tubuh berhadap-hadapan Adalah sepasang ombak Dan malam adalah lautnya Sepasang tubuh berhadap-hadapan Adalah sepasang batu Dan malam adalah gurunnya Sepasang tubuh berhadap-hadapan Adalah sepasang akar Menjalar ke pusat malam Sepasang tubuh berhadap-hadapan Adalah sepasang pisau Dan malam mengguriskan kilatnya 104 Bahasa Indonesia XII Program Bahasa Sepasang tubuh berhadap-hadapan Adalah sepasang bintang jatuh Di langit kosong cakrawala. Sumber: Horison, November 2000, hlm. 26

c. Afrizal Malna

Soda Susu dan Bahasa Indonesia Buat Radhar Aku minum soda susu bersama teman-teman. Dan teman-teman minum soda susu bersamamu, Radhar. Meja tempat kita minum seperti gedung rumah sakit yang sudah ditinggalkan. Kini jadi bangunan tua. Sisa-sisa jarum suntik telah berkarat. Pisau-pisau bedah tak mau berkarat, seperti menjagamu agar tak ada kawat berduri dalam tubuhmu. Setiap malam terjadi perdebatan di gedung rumah sakit tua itu. Suasana sering jadi sinis, dendam yang mengintip di setiap akhir kalimat, kecerdasan dan kasih sayang yang sedih. Aku pinjam uangmu 300 ribu untuk makan dan naik taxi. Dan cerita di jalan yang mencari jalan pulang di antara barisan rumah dan pagar besi. Kita sedang minum soda susu bersama teman-teman. Dan pisau bedah untuk memotong roti bakar. Aku tak tahu kapan pertama kali roti bakar membuat sejarah, pertemuannya yang penting dengan susu dan mentega. Dan ginjalmu membuat tubuh yang lain dari malam yang lain. Kisahnya aku dengar sejak musim dingin di Paris. Sejak bahasa Indonesia seperti rumah sakit yang meninggalkanmu seorang diri dengan soda susu di sebuah makan malam. Ini mentega, Radhar. Dan ini diriku. Aku tak tahu, berapa yang harus kita bayar untuk menyewa hidup ini. Aku tak tahu, hujan yang mana yang akan membuat box untuk pakaian yang pernah kita kenakan. Udara di bawah dagu kita, dan kilauan air di lantai. Sumber: Kompas, 6 Maret 2005, hlm. 20.

2. Membandingkan Nilai Estetika dan Etika yang Dianut oleh

Penyair dalam Puisinya Nilai-nilai estetika merupakan suatu penilaian indah atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu hal atau objek. Penilaian ini muncul dari diri sendiri secara subjektif atau akibat pengaruh lingkungan dan pengalaman. Mengenal nilai-nilai estetika dan etika yang dianut para penyair dalam puisi-puisinya dan membandingkan satu sama lain dimaksudkan agar kita