104
Bahasa Indonesia XII Program Bahasa
Sepasang tubuh berhadap-hadapan Adalah sepasang bintang jatuh
Di langit kosong cakrawala.
Sumber: Horison, November 2000, hlm. 26
c. Afrizal Malna
Soda Susu dan Bahasa Indonesia Buat Radhar
Aku minum soda susu bersama teman-teman. Dan teman-teman minum soda susu bersamamu, Radhar. Meja tempat kita minum seperti
gedung rumah sakit yang sudah ditinggalkan. Kini jadi bangunan tua. Sisa-sisa jarum suntik telah berkarat. Pisau-pisau bedah tak mau berkarat,
seperti menjagamu agar tak ada kawat berduri dalam tubuhmu.
Setiap malam terjadi perdebatan di gedung rumah sakit tua itu. Suasana sering jadi sinis, dendam yang mengintip di setiap akhir
kalimat, kecerdasan dan kasih sayang yang sedih. Aku pinjam uangmu 300 ribu untuk makan dan naik taxi. Dan cerita di jalan yang mencari
jalan pulang di antara barisan rumah dan pagar besi.
Kita sedang minum soda susu bersama teman-teman. Dan pisau bedah untuk memotong roti bakar. Aku tak tahu kapan pertama kali
roti bakar membuat sejarah, pertemuannya yang penting dengan susu dan mentega. Dan ginjalmu membuat tubuh yang lain dari malam
yang lain. Kisahnya aku dengar sejak musim dingin di Paris. Sejak bahasa Indonesia seperti rumah sakit yang meninggalkanmu seorang
diri dengan soda susu di sebuah makan malam.
Ini mentega, Radhar. Dan ini diriku. Aku tak tahu, berapa yang harus kita bayar untuk menyewa hidup ini. Aku tak tahu, hujan yang
mana yang akan membuat box untuk pakaian yang pernah kita kenakan. Udara di bawah dagu kita, dan kilauan air di lantai.
Sumber: Kompas, 6 Maret 2005, hlm. 20.
2. Membandingkan Nilai Estetika dan Etika yang Dianut oleh
Penyair dalam Puisinya Nilai-nilai estetika merupakan suatu penilaian indah atau buruk,
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu hal atau objek. Penilaian ini muncul dari diri sendiri secara subjektif atau akibat pengaruh
lingkungan dan pengalaman.
Mengenal nilai-nilai estetika dan etika yang dianut para penyair dalam puisi-puisinya dan membandingkan satu sama lain dimaksudkan agar kita
Mengisi Hidup dengan Berkreasi
105
L atihan
5.2
lebih memahami nilai estetika dan etika yang ada di tengah kehidupan di era globalisasi yang multidimensional dan multikultural. Dalam konteks
ini, apa yang dilakukan penyair biasanya sesuai dengan keyakinan, pandangan hidup, filsafat, nilai-nilai kehidupan, dan keimanan yang
dianutnya.
Nilai-nilai estetika dalam puisi bersumber dari keyakinan dan filsafat hidup yang dianut para penyair. Karena penyair ini berasal dari berbagai
bangsa dengan berbagai latar belakang budaya dan agama, maka muncullah nilai-nilai estetika dan etika yang bersifat agamis, mistik, fatalis,
pesimistis, agnostik, dan sebagainya. Nilai-nilai etika ini ada yang bersumber dari keyakinan akan agama tertentu, namun adakalanya
bersumber dari filsafat kehidupan misalnya paham agnostik yang mengakui adanya Tuhan tanpa jalur agama tertentu.
Berikut ini beberapa nilai yang dianut oleh penyair. 1.
Mistikisme adalah paham penyatuan diri dengan Tuhan atau kehendak Tuhan.
2. Fatalisme memandang segala sesuatu secara fatal, sikap ekstrem, tidak
peduli. 3.
Pesimisme menyikapi kehidupan dengan pandangan muram penuh kekhawatiran.
4. Hedonistik, yaitu mengutamakan kesenangan hidup dan kemewahan.
5. Permisif adalah pandangan hidup yang serbaboleh, amoral,
mengabaikan nilai-nilai moral. 6.
Satanis yaitu tidak lagi takut berbuat dosa dan ingkar pada Tuhan. Ada beberapa puisi yang mengikuti paham-paham seperti yang sudah
dijelaskan di atas. Namun, sebagai karya imajinatif, puisi tidak selalu merefleksikan kehidupan masyarakat atau pribadi penyair secara nyata.
Oleh karena itu, mengidentifikasi puisi harus disikapi hati-hati.
1. Identifikasikanlah nilai-nilai estetika dan etika yang dianut penyair
yang tercermin pada puisi-puisi pada Latihan 5.1 2.
Diskusikanlah dengan teman-teman sekelas