Membandingkan Nilai Estetika dan Etika yang Dianut oleh

Mengisi Hidup dengan Berkreasi 105 L atihan 5.2 lebih memahami nilai estetika dan etika yang ada di tengah kehidupan di era globalisasi yang multidimensional dan multikultural. Dalam konteks ini, apa yang dilakukan penyair biasanya sesuai dengan keyakinan, pandangan hidup, filsafat, nilai-nilai kehidupan, dan keimanan yang dianutnya. Nilai-nilai estetika dalam puisi bersumber dari keyakinan dan filsafat hidup yang dianut para penyair. Karena penyair ini berasal dari berbagai bangsa dengan berbagai latar belakang budaya dan agama, maka muncullah nilai-nilai estetika dan etika yang bersifat agamis, mistik, fatalis, pesimistis, agnostik, dan sebagainya. Nilai-nilai etika ini ada yang bersumber dari keyakinan akan agama tertentu, namun adakalanya bersumber dari filsafat kehidupan misalnya paham agnostik yang mengakui adanya Tuhan tanpa jalur agama tertentu. Berikut ini beberapa nilai yang dianut oleh penyair. 1. Mistikisme adalah paham penyatuan diri dengan Tuhan atau kehendak Tuhan. 2. Fatalisme memandang segala sesuatu secara fatal, sikap ekstrem, tidak peduli. 3. Pesimisme menyikapi kehidupan dengan pandangan muram penuh kekhawatiran. 4. Hedonistik, yaitu mengutamakan kesenangan hidup dan kemewahan. 5. Permisif adalah pandangan hidup yang serbaboleh, amoral, mengabaikan nilai-nilai moral. 6. Satanis yaitu tidak lagi takut berbuat dosa dan ingkar pada Tuhan. Ada beberapa puisi yang mengikuti paham-paham seperti yang sudah dijelaskan di atas. Namun, sebagai karya imajinatif, puisi tidak selalu merefleksikan kehidupan masyarakat atau pribadi penyair secara nyata. Oleh karena itu, mengidentifikasi puisi harus disikapi hati-hati. 1. Identifikasikanlah nilai-nilai estetika dan etika yang dianut penyair yang tercermin pada puisi-puisi pada Latihan 5.1 2. Diskusikanlah dengan teman-teman sekelas 106 Bahasa Indonesia XII Program Bahasa Seberapa sering kalian membaca cerita pendek? Cerita pendek merupakan karya sastra yang kemunculannya di media cetak paling sering. Hampir setiap minggu, koran, majalah, maupun tabloid selalu memuat cerpen di dalamnya. Cerpen juga banyak yang sudah diterbitkan berupa buku kumpulan cerpen, hasil karya seorang cerpenis maupun beberapa orang cerpenis sekaligus. Cerpen-cerpen yang muncul kadang bersifat konvensional dan ada pula yang bersifat inkonvensional absurd, aneh, tidak umum. Bentuk absurditasnya antara lain ketidaklogisan penalaran di dalam cerita, ketidakjelasan cerita, namun biasanya masih bisa diurut sesuai alurnya sesuai urutan waktu. Cerpen-cerpen karya Danarto dan Putu Wijaya kebanyakan dianggap bersifat absurd. Di dalam sebuah cerpen dapat ditemukan standar budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah sebagai ekspresi gambaran masyarakat cerita tersebut. Bahkan di dalam cerpen sering dijumpai beberapa standar budaya yang dimunculkan secara bersamaan. Sejarah sastra Indonesia dibagi menjadi beberapa periode dan masing- masing periode bisa dijumpai cerpen yang dianggap penting. Cerpen tersebut ditulis oleh para cerpenis yang terkenal pada zamannya. Di antara mereka, ada pula yang masih produktif dan kreatif pada periode sesudahnya. Bacalah kutipan cerpen karya Seno Gumira Ajidarma berikut ini dengan saksama

C. Membaca dan Menanggapi Cerpen

Setelah mempelajari materi pembelajaran ini kalian diharapkan mampu: 1. mengenal cerita pendek Indonesia, 2. menganalisis cerpen yang dianggap penting pada setiap periode, 3. menemukan standar budaya yang dianut masyarakat. Saksi Mata Saksi mata itu datang tanpa mata. Ia berjalan tertatih-tatih di tengah ruang pengadilan dengan tangan meraba-raba udara. Dari lobang pada bekas tempat kedua matanya mengucur darah yang begitu merah bagaikan tiada warna merah yang lebih merah dari merahnya darah yang mengucur perlahan-lahan dan terus-menerus dari lobang mata itu. Mengisi Hidup dengan Berkreasi 107 Darah membasahi pipinya membasahi bajunya membasahi celananya membasahi sepatunya dan mengalir pelan-pelan di lantai ruang pengadilan yang sebetulnya sudah dipel bersih-bersih dengan karbol yang baunya bahkan masih tercium oleh para pengunjung yang kini menjadi gempar dan berteriak-teriak dengan emosi meluap-luap sementara para wartawan yang selalu menanggapi peristiwa menggemparkan dengan penuh gairah segera memotret Saksi Mata itu dari segala sudut sampai menungging-nungging sehingga lampu kilat yang berkeredup membuat suasana makin panas. Terlalu Edan Sadis Bapak Hakim yang Mulia, yang segera tersadar, mengetuk- ngetukkan palunya. Dengan sisa wibawa yang masih ada ia mencoba menenangkan keadaan. Tenang saudara-saudara Tenang Siapa yang mengganggu jalannya pengadilan akan saya usir keluar ruangan Syukurlah para hadirin bisa ditenangkan. Mereka juga ingin segera tahu, apa yang sebenarnya telah terjadi. Saudara Saksi Mata. Saya Pak. Di manakah mata saudara? Diambil orang Pak. Diambil? Saya Pak. Maksudnya dioperasi? Bukan Pak, diambil pakai sendok. Haa? Pakai sendok? Kenapa? Saya tidak tahu kenapa Pak, tapi katanya mau dibikin tengkleng. Dibikin tengkleng? Terlalu Siapa yang bilang? Yang mengambil mata saya Pak. Tentu saja, bego Maksud saya siapa yang mengambil mata saudara pakai sendok? Dia tidak bilang siapa namanya Pak. Sumber: www.ukzn.ac.za Gambar 5.1 Seno Gumira Ajidarma