Remedial Yesus Taat Pada Allah

88 | Buku Guru Kelas V SD

G. Yesus Mengajarkan Pengampunan

Kompetensi Inti 3 Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah 4 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia Kompetensi Dasar 3.4. Memahami makna karya keselamatan Allah yang berpuncak pada sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus 4.1. Mensyukuri karya keselamatan Allah yang berpuncak pada sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Indikator Peserta didik dapat 1. Menceritakan kembali “Perumpamaan Anak yang Hilang” dalam Luk 15:11- 32 2. Menyebutkan sikap Bapa di dalam“Perumpamaan Anak yang Hilang” 3. Menjelaskan mengapa Bapa mengampuni Si Bungsu dan bukannya menghukum dan juga menemui si Sulung yang marah. 4. Menjelaskan makna “Perumpamaan Anak yang Hilang” dalam Luk 15:11- 32 bagi hidupnya. Tujuan 1. Dengan mendalami Luk 15:11-32 peserta didik dapat menjelaskan mengapa Bapa mengampuni Si Bungsu yang telah berbuat dosa. 2. Dengan mendalami Luk 15:11-32 peserta didik bersedia mengampuni orang yang berbuat salah kepadanya. Bahan Kajian 1. Berita tentang pencuri yang dihakimi massa dan diselamatkan polisi. 2. Kisah Luk 15: 11-32 3. Pengalaman hidup peserta didik dan guru tentang mengampuni Pendidikan Agama Katholik dan Budi Pekerti | 89 Sumber Belajar 1. Kitab Suci Luk 15:11-32 2. Doa Bapa Kami 3. Kieser, Bernhard SJ. 1987. Moral Dasar, Kaitan Iman dan Perbuatan. Yogyakarta: Kanisius. 4. _____________. 1991. Paguyuban Manusia dengan Dasar Firman. Yogyakarta: Kanisius. 5. Komkat KWI. Menjadi Sahabat Yesus. Pendidikan Agama Katolik untuk SD kelas V. Yogyakarta: Kanisius, 2010 6. Komkat KWI. Seri Murid-Murid Yesus. Pendidikan Agama Katolik untuk SD kelas V. Yogyakarta: Kanisius, 2006 7. Suarakawan.com. 4 Februari 2013. Diakses 20 Oktober 2013. 8. Nyanyian “mengasihi lebih sungguh” Pendekatan Kateketis dan saintifik Metode Observasi, wawancara, diskusi, cerita, informasi, refleksi Waktu 4 jam pelajaran 4 x 35 menit Pemikiran Dasar Dalam surat kabar, sering kali kita temukan seorang pencuri diadili oleh masyarakat. Beberapa di antaranya berakhir dengan sakit parah bahkan kematian. Mungkin masyarakat kesal, mungkin juga dendam, terhadap ulah pencuri tersebut, tetapi apakah dalam Negara hukum masyarakat boleh ‘main hakim’ sendiri, masyarakat boleh menghukum tanpa melalui proses pengadilan? Main hakim sendiri tidak saja terjadi pada pencuri tetapi juga terjadi pada konflik antar warga kampung, antar suku, dan antar kelompok. Konflik tersebut biasanya terjadi secara berkepanjangan. Konflik yang berkepanjangan itu karena mereka yang terlibat selalu diliputi rasa dendam. Mereka yang terlibat ingin membalas perbuatan musuhnya secara setimpal dengan perbuatannya. Bagi kelompok-kelompok tersebut berlaku hukum “mata ganti mata gigi ganti gigi”. “Tidak ada ampun bagimu”. Masyarakat yang berbudaya menyadari tindakan main hakim sendiri tidak mencerminkan keluhuran manusia. Sehubungan dengan itu manusia membuat hukum. Hukum mengatur dan mengadili tidak atas dasar emosi balas dendam tetapi didasarkan pada bukti-bukti yang benar. Dengan itu kesalahan penghakiman diharapkan tidak terjadi. Dengan hukuman yang tidak bersifat langsung diharapkan manusia tidak terjebak dalam rantai balas dendam. Dengan adanya hukum masyarakat dapat hidup dalam damai.