yang bermakna antara status perkawinan dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai EPC3 di proyek Banyu
Urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mauludi 2009 pada 100
pekerja diproses produksi kantong semen pbd paper bag division PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, dimana didapatkan Pvalue sebesar
0,045 yang berarti terdapat hubungan antara status perkawinan dengan kelelahan.
Perbedaan hasil temuan ini sangat mungkin disebabkan oleh data yang kurang bervariasi. Data pada tabel 5.5. dapat diketahui bahwa
sebagian besar pekerja memiliki status kawin. Data yang tidak bervariasi inilah yang mungkin dapat menyebabkan tidak terlihat adanya hubungan
antara status kawin dengan kelelahan pada pekerja pembuatan pipa dan menara tambat lepas pantai EPC3 di proyek Banyu Urip
PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Selain itu jika mengacu pada pernyataan Puspita 2009 dapat
disimpulkan bahwa kelelahan lebih cenderung terjadi pada pekerja wanita. Hal ini disebabkan karena pada pekerja wanita yang sudah menikah
setelah pulang dari bekerja, wanita atau istri lebih memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarga, seperti melayani anak dan suami
serta melakukan pekerjaan rumah seperti memasak dan menyapu.
Sehingga hal ini tidak sesuai dengan populasi dalam penelitian ini yaitu pekerja dengan jenis kelamin laki-laki.
5. Konsumsi Rokok
Merokok dapat menurunkan kapasitas kerja akibat kelelahan yang disebabkan adanya penurunan oksigen yang dibawa oleh darah Bridger,
2003. Orang yang mengkonsumsi satu pak atau lebih rokok dalam sehari dapat menurunkan denyut jantung dua atau tiga denyutan tiap menitnya
Hanson dan Venturelli, 1983. Berdasarkan tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
pekerja mengkonsumsi rokok. Berdasarkan wawancara pada beberapa pekerja penyebab pekerja mengkonsumsi rokok adalah bahwa dengan
merokok pekerja merasa lebih percaya diri bergairah, lebih berkonsentrasi dan dapat menghilangkan rasa lelah sehingga mengkonsumsi rokok
menjadi kebiasaan yang dilakukan pekerja. Konsumsi rokok yang sudah menjadi sebuah kebiasaan dapat menyebabkan zat-zat yang terdapat di
rokok seperti nikotin, tar, benzene, arsen dan sebagainya menumpuk didalam tubuh perokok yang menyebabkan terjadinya kelelahan.
Namun berdasarkan hasil analisis bivariat dengan chi square menunjukan nilai Pvalue sebesar 0,084 yang berarti konsumsi rokok tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan di tempat kerja. Hasil penelitian ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mauludi 2009 pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD
Paper Bag Division PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk Citeureup- Bogor Tahun 2010 yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara konsumsi rokok dengan kelelahan. Tidak adanya hubungan antara konsumsi rokok dengan kelelahan
dapat disebabkan oleh adanya kemungkinan bahwa pekerja yang tidak merokok atau perokok pasif juga terpapar oleh asap rokok baik di
lingkungan kerja ataupun dirumah. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan pekerja beristirahat saat bekerja secara bersama-sama dan
tidak tersedianya tempat khusus merokok di tempat kerja tempat istirahat pekerja yang merokok dengan yang tidak merokok sama yang
menyebabkan pekerja yang tidak merokok juga terpapar asap rokok yang dihasilkan dari perokok aktif. Sehingga dalam hal ini, pekerja yang tidak
merokok juga merasakan kelelahan yang sama dengan pekerja yang merokok.
Asumsi ini diperkuat oleh teori yang dikemukakan Susanto 2011 dimana bahwa secara kimia, kandungan zat-zat atau substansi yang
terdapat didalam asap rokok hampir sama, yang membedakan adalah konsentrasinya. Hal ini menyebabkan pekerja yang tidak merokok atau
perokok pasif mengalami keadaan yang sama seperti yang dialami perokok aktif. Selain itu, hasil yang menunjukan bahwa tidak adanya
hubungan antara konsumsi rokok dengan kelelahan karena ada kecenderungan bahwa efek yang ditimbulkan dari bahaya rokok bersifat