pelatihan dan pengalaman. Apabila uji terus dilakukan, maka gejala kelelahan akan muncul dengan sendirinya Kroemer dan Grandjean, 1997.
5. Uji Fusi Kelipan flicker fusion test
Menurut Suma’mur 2009 flicker fusion test merupakan salah satu metode
pengukuran kelelahan
kerja. Frekuensi
kerlingan mulus
Flicker Fusion Frequency dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya yang dipancarkan secara terus-
menerus. Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang
diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja
Tarwaka dkk, 2004. Cara melakukan uji fusi kelipan adalah menempatkan responden yang
diteliti kemampuannya di depan sumber cahaya yang berkedip. Kedipan dimulai dari lambat frekuensi rendah, kemudian perlahan-lahan dinaikkan
semakin cepat dan lama-lama cahaya tersebut akan menjadi cahaya yang kontinu mulus. Frekuensi batasambang dari kelipan itulah disebut
”frekuensi kelipan mulus”. Bagi orang yang tidak lelah, frekuensi ambang jika memakai cahaya
pendek adalah 2 Hertz atau 0.6 Hertz jika memakai cahaya siang day light. Jika seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari
2 Hertz atau 0.6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah
menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias antara 0.5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang yang sedang
dalam keadaan tidak lelah Sastrowinoto,1985.
6. Electroenchepalography EEG
Electroenchepalography EEG merupakan metode pengukuran kelelahan yang paling tepat. Yaitu dengan mengukur gelombang listrik pada
otak. Metode ini banyak digunakan dalam penelitian laboratorium. Pengukuran kelelahan dengan EEG yaitu dengan merekam gelombang listrik
yang terdapat di otak, sehingga diketahui berbagai amplitudo dan frekuensi yang menunjukan keadaan kelelahan Kroemer dan Grandjean, 1997.
F. Dampak Kelelahan
Kelelahan pada pekerja akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, antara lain menurunnya perhatian, perlambatan dalam persepsi, lambat dan sulit
dalam berpikir, menurunnya keinginan atau dorongan untuk melakukan pekerjaan dan berkurangnya efisiensi kegiatan fisik dan mental Depnakertrans,
2004. Salah satu dampak yang pasti dari adanya perasaan kelelahan pada tenaga kerja adalah berkurangnya tingkat kewaspadaan, yang disebabkan tenaga kerja
tidak mampu untuk berkonsentrasi secara terus-menerus untuk aktifitas fisik ataupun mental. Akibatnya, akan terjadi gangguan persepsi dan kecepatan reaksi
akan berkurang Sastrowinoto, 1985.
Tenaga kerja yang merasa lelah akan mengalami penurunan daya tahan tubuh, sulit berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaan, menurunnya
produktivitas kerja, bahkan biasa menyebabkan kecelakaan bagi tenaga kerja. Workcover NSW 2008 juga mengatakan bahwa apabila seseorang mengalami
kelelahan, maka pekerja tersebut beresiko mengidap penyakit diabetes,asma, tekanan darah tinggi, depresi, penyakit ginjal, penyakit jantung dan menderita
anxiety.
G. Faktor- Faktor Penyebab Kelelahan
1. Jenis Kelamin
Bridger,2003
Suma’mur, 1999 Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan wanita. Secara
umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 23 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki
Suma’mur, 1999. Walaupun dengan umur, berat badan dan kondisi fisik yang sama, dapat dipastikan bahwa wanita
memiliki kekuatan yang lebih rendah dari pria Lehto dan Buck, 2008. Tenaga kerja wanita mengalami siklus biologis menstruasi setiap
bulan sehingga mempengaruhi kondisi fisik maupun psikisnya dan hal ini menyebabkan tingkat kelelahan wanita akan lebih besar dari pada tingkat
kelelahan pria Suma’mur, 2009. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Virgy 2011 disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan kelelahan pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo, Jakarta.