47 menerangkan bahwa kuat atau lemahnya suatu sistem inovasi, bisa saja sangat tergantung
pada satu aktor, yakni masyarakat community. Selanjutnya, model ini menerangkan bahwa masyarakat bukan saja sebagai perantara antara pemerintah, akademisi dan pelaku bisnis, tapi
masyarakat juga bisa sebagai pencipta ide, inovasi, pengetahuan atau teknologi yang bisa berbasis pada pengalaman, kebutuhan, budaya atau kearifan lokal mereka Fuzi,2013.
Menurut Arnkil 2010, Fuzi 2013 dan Aiman 2013, Quadruple Helix Model adalah sebuah model untuk sistem inovasi yang sangat ideal untuk bisa diterapkan di berbagai level
untuk membantu negara berkembang, terutama untuk menanggulangi isu kemiskinan dengan teknologiinovasi. Hal ini dikarenakan beberapa sebab: 1. Pendekatan Quadruple Helix dapat
mengakomodir peran penting masyarakat sebagai pengguna teknologi sekaligus sebagai yang paling tau tentang teknologiinovasi apa yang bisa dikembangkan untuk membantu mereka; 2.
Pendekatan Quadruple Helix juga menempatkan masyarakat sebagai aktor penghasil teknologi, terutama berdasarkan pengetahuan tradisional ataupun kearifan lokal; 3.
Pendekatan Quadruple Helix merupakan jembatan antara masyarakat miskin dengan pelaku dominan untuk pengembangan teknologi yakni pemerintah, pelaku bisnis, dan pelaku
litbangperguruan tinggi; hal ini memungkinkan terjadinya pengurangan gap atau kesenjangan di antara mereka Arnkil, 2010 dan Fuzi,2013.
Lebih jauh, beberapa pakar ekonomi berargumen bahwa Quadruple Helix Model sangat sesuai untuk mendorong lahirnya inovasi level akar rumput atau grassroot innovation.
Pendekatan Quadruple Helix Model memberi kesempatan, terutama bagi masyarakat untuk mengetahui permasalahan sekaligus sebagai pencetus ide lahirnya inovasi. Sebagai contoh
adalah pada proyek atau program pengentasan kemiskinan di berbagai wilayah berbeda di negara berkembang. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab:
- Berbagai wilayah miskin di suatu negara berkembang memiliki masalah dan solusi teknologi
yang berbeda untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat-nya. Quadruple Helix Model memberi peluang antar berbagai aktor, terutama masyarakat itu sendiri untuk secara aktif
berkomunikasi dan kemudian melahirkan inovasi yang spesifik sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut Aiman,2013.
- Quadruple Helix Model terlebih dahulu menfasilitasi terbentuknya suatu sistem inovasi dari
skala kecil lokal Arnkil,2010. Jika berhasil, maka sistem-sistem inovasi lokal tersebut dapat dirangkum dalam suatu sistem inovasi nasional yang bersifat agregat. Sistem inovasi
agregat ini kemudian menjadi dasar dari lahirnya suatu kebijakan teknologi yang demokratis atau pro dengan kesejahteraan rakyat.
- Selama ini, banyak negara berkembang termasuk Indonesia, telah banyak mengeluarkan
produk kebijakan penguatan sistem inovasi yang bersifat top-down. Kelemahan kebijakan ini adalah, bahwa banyak pemerintah negara berkembang telah gagal melahirkan program-
program yang efektif dan efisien untuk pengentasan kemiskinan dengan teknologi Aiman,2013. Hal ini karena kebijakan tersebut bersifat sangat umum, tidak bersifat
praktikal, dan tidak berdasar kebutuhan ataupun ide dari masyarakat langsung.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Adapun data yang digunakan adalah berbagai data sekunder yang berasal dari berbagai dokumen ataupun
literatur yang terkait dengan tema penelitian. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Informasi Umum tentang Desa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul
48 Desa Karangrejek merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta DIY. Desa Karangrejek memiliki jarak sekitar 42 km dari kota Yogyakarta. Adapun total wilayah desa Karangrejek
adalah sekitar 514 Hektar yang sebagian besar terdiri dari tanah merah dengan tekstur pasiran, berbukit dan tingkat kemiringan tanah adalah 20 derajat Desa Karangrejek, 2012. Total area
wilayah desa Karangrejek terdiri dari tanah kering non produktif 48 persen dari total area, area persawahan 12 persen dari total area, area pemukiman 10 persen dari total area, area publik
13 persen dari total area dan lain-lain sekitar 17 persen dari total area Desa Karangrejek,2013.
Jumlah penduduk desa Karangrejek berjumlah sekitar 5.091 orang tahun 2011 Desa Karangrejek,2013. Sebagian besar penduduk desa Karangrejek adalah petani kecil. Namun,
karena sifat mayoritas kondisi lahan yang rentan kekeringan, maka komoditas yang dihasilkan mayoritas adalah palawija dari lahan kering, antara lain ketela pohon, jagung, dan ubi jalar
Wahyuni, 2008.
4.2 Profil Proyek Pendirian Perusahaan Pelayanan Air Bersih Mandiri di Desa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul
Kondisi geografis yang didominasi tanah kering menyebabkan desa Karangrejek sangat rentan terhadap kekeringan, terutama saat kemarau. Masyarakat desa-pun sering mengalami
kesulitan untuk mendapatkan akses air bersih. Selama bertahun-tahun masyarakat mengeluhkan permasalahan mereka, namun tidak juga ada solusi. Sampai akhirnya pada
tahun 2007, masyarakat desa Karangrejek mendapat informasi tentang ditemukannya potensi sumber air sungai bawah tanah di daerah mereka. Ide inovasi pun datang dari masyarakat,
bahwa: 1mereka butuh teknologi untuk pengeboran dan pembangunan jaringan air; dan 2 mereka ingin mengelola jaringan air tersebut secara swadaya, karena buruknya manajemen
pelayanan dari PDAM harga yang mahal dan debit air yang tidak teratur. Maka pada tahun 2007, warga desa Karangrejek berhasil melakukan inisiasi pendirian perusahaan pelayanan air
bersih mandiri yang dengan nama PAB Tirta Kencana Pelayan Air Bersih Tirta Kencana di bawah koordinasi Badan Usaha Milik Desa Karangrejek Wahyuni,2008; Zulhamdani
Rahayu,2013; dan Desa Karangrejek,2013.
Pengelola PAB Karangrejek berasal dari 10 orang perwakilan warga desa Karangrejek yang kemudian dibantu oleh tiga orang pengawas satu orang tokoh masyarakat, satu orang
perwakilan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan satu orang dari Badan Permusyaratan Desa. Setiap tahun, hasil kinerja PAB Tirta Kencana akan dilaporkan oleh
Kepala Desa Karangrejek kepada masyarakat Desa Karangrejek, 2013.
Hingga akhir tahun 2012, PAB Tirta Kencana memiliki enam unit sumur bor dengan kedalaman 100 meter dan lima liter per detik debit air. Jaringan PAB Tirta Kencana telah
berhasil dijangkau oleh hampir 700 rumah penduduk di dua desa, yakni desa Karangrejek dan desa Siraman Desa Karangrejek, 2013. Selain itu, PAB Tirta Kencana juga mengalirkan air
dalam penampungannya untuk beberapa area pertanian di desa Karangrejek Harian-Jogja, 2012.
Menurut pihak pengelola PAB Tirta Kencana, biaya per meter untuk berlangganan air dari PAB Tirta Kencana sangat terjangkau oleh masyarakat, yakni dengan abonemen sekitar
Rp. 5.000 per bulan. Kepuasan masyarakat pun diikuti dengan profit usaha yang cukup optimal dari perusahaan. Pada tahun 2011, perusahaan tersebut berhasil mengalirkan dana
keuntungan ke kas pemerintah desa sekitar Rp. 31 juta tiga kali lipat dari keuntungan pada tahun 2008 Wahyuni, 2008 dan Desa Karangrejek,2012.
49
Aplikasi Quadruple Helix Model untuk Proyek Pendirian Pendirian Perusahaan Penyedia Air Mandiri PAB Tirta Kencana di Desa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul
Aplikasi Quadruple Helix Model sebagai model ideal untuk pembangunan sistem inovasi lokal di Desa Karangrejek, terutama terkait dengan terbangunnya PAB Tirta Kencana dapat
dilihat dari beberapa indikator, yakni 1 Pada prosesfase terbangunnya PAB Tirta Kencana; 2 Pada derajat hubungan antara empat sektor helix: masyarakat, pemerintah, penyedia
teknologiinovasi dan sektor bisnis untuk pembangunan PAB Tirta Kencana; dan 3 Pada Pembagian Tugas Fungsi masing-masing keempat sektor helix.
Sumber: Desa Karangrejek,2013
Gambar 2 Empat Fase yang Melatarbelakangi Kesuksesan Proyek Pendirian Perusahaan
Penyedia Air Mandiri PAB Tirta Kencana di Desa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul
Karangrejek sering
dilanda kekeringan
kurangnya ketersediaan
air bersih
Pra 1999 2007
2008 2013
1999
Inisiasi pembangunan
instalasi jaringan PDAM
di beberapa wilayah di
Kabupaten Gunungkidul
tapi tidak optimal
2005
Penambahan sumur bor dan
fasilitas jaringan PDAM
di Gunungkidul
termasuk di Karangrejek
pelayanan tidak optimal
dan mahal Inisiasi
pendirian PAB Tirta
Kencana di Karangrejek
Adopsi teknologi untuk
pengeboran sumber air
sungai bawah tanah dan
instalasi jaringan air PAB Tirta
Kencana Operasi
usaha PAB Tirta
Kencana mulai
berjalan
Hampir semua warga
Karangrejek mendapat
akses jaringan PAB Tirta
Kencana Jaringan
PAB Tirta Kencana
berhasil menjangkau
beberapa wilayah di
sekitar Karangrejek
Fase 2: lahirnya ide
untuk inovasi
Fase 3: produksi dan adaptasi inovasi
Fase 4: peningkatan
kesesejahteraan Fase 1: butuh inovasi sebagai solusi
50 Berdasarkan Gambar 2 dapat kita lihat bahwa di desa Karangrejek terjadi empat fase
yang melatarbelakangi beroperasinya PAB Tirta Kencana. Fase-fase tersebut memperlihatkan bahwa inovasiteknologi dapat digunakan sebagai solusi untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat dalam skala mikro. Selanjutnya, fase-fase tersebut juga memperlihatkan bahwa masyarakat juga berperan aktif sebagai sumber lahirnya ide inovasi,
meskipun dalam prakteknya, masyarakat Karangrejek belum bisa memproduksi sendiri inovasi tersebut. Mereka membutuhkan dukungan dari pemerintah, pihak produsen teknologi, dan
sektor usahaindustri yang bisa menyederhanakan dan memproduksi teknologi tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Adapun fase-fase yang dilalui desa Karangrejek untuk membangun PAB Tirta Mandiri adalah sebagai berikut: fase 1: yakni masa mencuatnya kebutuhan inovasi karena
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat; diikuti oleh fase 2: yakni lahirnya ide inovasi yang berasal dari masyarakat, yakni ingin membangun jaringan air sendiri dengan
mengekskploitasi potensi sumber air sungai bawah tanah di desa Karangrejek; kemudian fase 3: masa produksi dan adaptasi dari inovasi yang melibatkan empat aktor yakni masyarakat itu
sendiri, kemudian pihak pemerintah, pihak penyedia teknologiinovasi pengeboran dan pembangunan jaringan, dan pihak industri atau sektor usaha yakni penyedia peralatan ataupun
bahan untuk mendukung aplikasi dari teknologiinovasi tersebut; dan terakhir adalah fase 4 yakni meningkatnya kesejahteraan masyarakat karena penggunaan teknologiinovasi baru.
Lebih jauh, jika kita lihat pada fase 3, maka kita dapat melihat terjadinya peningkatan intensitas hubungan antara masyarakat Karangrejek, pemerintah, pihak penyedia teknologi,
dan sektor usaha. Hubungan tersebut berlangsung dalam beberapa kurun waktu, yakni antara tahun 2007 hingga tahun 2013. Menurut Wahyuni 2008, Yuliar 2009, HarianJogja 2012,
dan DesaKarangrejek 2013, hubungan antara ke empat aktor helix tersebut ternyata tidak berhenti begitu saja setelah PAB Tirta Kencana beroperasi. Hingga saat ini mereka masih
saling berkomunikasi, terutama untuk perawatan jaringan dan untuk antisipasi berbagai keluhan masyarakat terhadap berbagai gangguan jaringan yang kadang terjadi. Selain itu,
Pravita 2012, Setkab RI 2012 dan HarianJogja 2012 menambahkan bahwa desa Karangrejek masih memiliki beberapa potensi lain untuk menanggulangi masalah kekurangan
pasokan air, terutama untuk membantu sektor pertanian. Antara lain dengan membangun peta potensi sumber air bawah tanah secara lebih komprehensif di Kabupaten Gunungkidul untuk
bisa membangun jaringan air yang lebih besar untuk menyokong sektor pertanian. Lebih jauh, Setkab 2012 juga menambahkan bahwa keeratan jaringan antara masyarakat, pemerintah,
pengahasil teknologi dan sektor bisnis bisa selalu terjalin melalui undangan-undangan temu warga di Kabupaten Gunungkidul. Sebab, setelah keberhasilan Desa Karangrejek, ada
beberapa tempat lain di Kabupaten Gunungkidul yang mencoba untuk mencontoh keberhasilan PAB Tirta Kencana. Oleh karena itu, di masa selanjutnya sangat dimungkinkan bagi keempat
aktor helix tersebut untuk selalu berinteraksi. Dasar uraian ini selanjutnya dapat digambarkan sebagai dasar terbangunnya sistem inovasi lokal yang terdiri dari empat helix aktor, yakni
masyarakat, pemerintah, penyedia teknologi, dan sektor bisnis Lihat Gambar 3.
51
Sumber: dikonstruksikan dari Wahyuni 2008 dan Desa Karangrejek 2013
Gambar 3 Proses Interaksi Terus-menerus antara Para Aktor dalam Proyek Penyediaan Air
Bersih sebagai dasar lahirnya Sistem Inovasi Lokal dengan Quadruple Helix Model
Tiap –tiap aktor helix dalam sistem inovasi untuk penyediaan air bersih di desa
Karangrejek tentu memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Gambar 4. memperlihatkan bahwa masing-masing helix melakukan fungsi untuk menguatkan sistem inovasi, di mana
masyarakat adalah sebagai helix inti yakni pengguna utama sekaligus sebagai penentu bekerjanya helix-helix yang lain. Helix aktor I berfungsi untuk menyediakan
informasipengetahuan tentang potensi sumber air dan pelatihan. Helix aktor II berfungsi untuk menterjemahkan inovasipengetahuan dari penyedia teknologi ke dalam suatu
Waktu
Helix I para penyedia
pengetahuan dan teknologi
Unit Analis PDAM
Unit Analis dari Satker
Sumberdaya Air-Dinas Pekerjaan Umum Propinsi
DIY
Lembaga Pelatihan
Pengelola Keuangan
Para Tenaga Teknisi Jaringan air
Helix II sektor
industribis nis
Supplier
Perangkat Jaringan Air
Kontraktor Pembangun
an Jaringan Air
Helix III pemerintah
Pemerintah
Desa Karangrejek
Dinas
Pemukiman dan
Prasarana Wilayah
Propinsi DIY
Helix IV masyarakat
Warga Desa
Karangrejek
Tahun 2007
52
Helix II Sektor
Industribisnis
Mengakomodir permintaan kebutuhan perangkat
pengeboran dan pembangunan jaringan dari
masyarakat Karangrejek.
Helix I Penyedia pengetahuan dan teknologi
Memberi info langsung tentang potensi
pengeboran sumber air sungai bawah tanah
Menyediakan pelatihan pengelolaan keuangan
untuk karyawan perusahaan pengelola jaringan air mandiri
Menyediakan pelatihan teknis pengelolaan
jaringan air untuk karyawan perusahaan pengelola jaringan air mandiri
Helix III Pemerintah
Menyediakan forum dialog antara perangkat pemerintah, pihak
kontraktor,menyediakaan bantuan danakebijakan untuk
pembangunan jaringan air dan bantuan pelatihan keuangan
teknis pengelolan jaringan air.
Helix IV masyarakat
- Memberi ide untuk mengelola penyediaan air bersih secara
mandiri oleh warga ide lahirnya PAB Tirta Mandiri.
-Membangun proyek eksploitasi jaringan dari sumber air
sungai bawah dengan basis kearifan lokal dan rasa sosial .
produkperalatanbahan yang dibutuhkan masyarakat. Helix aktor III berfungsi untuk memberi naungan kebijakan dan bantuan yang mendukung, terutama untuk masyarakat. Helix aktor
IV berfungsi sebagai tempat lahirnya ide, yakni inovasi atau pengetahuan apa yang dibutuhkan masyarakat sesungguhnya untuk menyelesaikan persoalan yang ada di mereka. Atau dapat
dikatakan bahwa inovasiteknologi yang diproduksi dalam sistem inovasi didesain bersama masyarakat.
Sumber: Konstruksi sendiri berdasarkan data dari Wahyuni 2008, Yuliar 2009, Fuzi 2013 dan Desa Karangrejek 2013
Gambar 3 Peran Masing-masing Aktor Helix dalam Proyek Penyediaan Air Bersih PAB Tirta
Kencana dengan Quadruple Helix Model
53
5. KESIMPULAN