146 gas dari program pemerintah, tetapi mereka tidak menggunakannya karena harga gas yang
mahal untuk ukuran keuangan mereka, serta distribusi dan pasokan gas yang sering tidak tersedia di desa ini. Selain itu, sebagian warga juga merasa takut untuk menggunakan kompor
gas. Ketakutan warga kemungkinan besar karena tidak ada sosialisasi dalam penggunaan kompor gas yang baik.
Dalam melakukan sosialisasi TSHE Yayasan Dian Desadibantu oleh kelompok relawan, seperti Kelompok Wanita Tani KWT Nusa Indah dan kelompok lainnya dimana setiap
kelompok terdiri dari 15 orang. Tokoh relawan ini menggunakan cara visual dengan gambar dan peragaan dalam sosialisasi pembuatan dan penggunaan TSHE. Untuk mensukseskan
program ini, dua keluarga dijadikan percontohan dan kader untuk membantu melakukan sosialisasi TSHE kepada masyarakat sekitarnya. Selain itu, anggota KWT Nusa Indah yang
telah membuat TSHE juga harus melakukan sosialisasi penggunaan TSHE ke masyarakat lainnya.
Pembuatan tungku dilakukan dengan cara kredit dari Yayasan Dian Desa atau dalam bentuk arisan kelompok. Penyediaan skema arisan dan kredit oleh Yayasan Dian Desa telah
meringankan masyarakat. Untuk mempermudah pembangunan TSHE, setiap kelompok harus memiliki kader teknisi yaitu dua orang laki-laki atau lebih yang dilatih oleh Yayasan Dian Desa.
Dengan cara inilah transfer teknologi dapat dilakukan. Kegiatan sosialisasi, penggunaan, dan produksi TSHE di kedua dusun ini cukup berhasil hingga salah seorang warga menjadi
produsen TSHE bagi dusun ini dan dusun lainnya.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah pengguna tungku tradisional di wilayah pedesaan di Kulon Progo, terutama di Kelurahan Samigaluh masih memiliki angka yang tinggi dibandingkan dengan jumlah pengguna
TSHE. Namun demikian, sosialisasi dan pelatihan terkait dengan TSHE terus dilakukan dengan dukungan Yayasan Dian Desa. Program TSHE ini juga mendapat dukungan berbagai pihak
termasuk pemerintah Indonesia dan Bank Dunia karena program TSHE dapat meminimalkan dampak negatif seperti penggundulan hutan yang disebabkan oleh pembalakan liar kayu bakar,
erosi tanah, pendangkalan sungai, serta dampak lainnya. Sedangkan penggunaan tungku tradisional banyak menghasilkan asap yang berbahaya bagi kesehatan penggunanya.
Dengan penggunaanTSHE, masyarakat akan lebih sehat karena TSHE tidak memproduksi asap di dalam dapur. Selain itu, TSHE lebih hemat energi karena tungku ini
memiliki penutup celah pada lubang kuali sehingga panas tidak akan keluar dan proses pemasakan lebih cepat dan memiliki efisiensi tinggi dalam penggunaan kayu bakar. Manfaat
lainnya adalah dapur dan peralatan memasak lebih bersih.
Berikut ini beberapa tantangan dalam keberlanjutan program TSHE yang harus dihadapi untuk keberlanjutan difusi TSHE oleh berbagai pihak, terutama Yayasan Dian Desa
yang telah memelopori program TSHE, dan juga untuk keberhasilan adopsi TSHE oleh masyarakat.
4.1 Sosialisasi dan Difusi
Untuk keberlanjutan penggunaan TSHE, program sosialisasi dan difusi TSHE harus terus dilakukan sampai masyarakat menyadari benar bahwa TSHE memberikan keuntungan bagi
mereka, yaitu lebih aman, efektif, dan efisien. Program sosialisasi harus dilakukan dengan interaksi kepada masyarakat secara langsung. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi antar
individu maupun interaksi dengan kelompok yang akan melahirkan proses yang disebut sosialisasi. Menurut David A. Goslin dalam Diniarti 1999, sosialisasi adalah proses belajar
yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan norma- norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam keluarga masyarakatnya. Dengan
sosialisasi ini, Brice dalam Laensugi 2011 menegaskan bahwa seseorang akan memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan dasar yang membuat mereka mampu atau tidak mampu
menjadi bagian anggota dari suatu kelompok.
147 Pada kasus TSHE masih diperlukan agen sosialisasi, yaitu orang atau institusi yang
mampu menarik orang di sekitarnya untuk menggunakan atau memproduksi TSHE. Tahapan sosialisasi ini dapat dibagi dua, yaitu i sosialisasi di dalam keluarga atau biasa disebut dengan
sosialisasi primer dan ii sosialisasi sekunder sosialisasi yang lebih luas lagi atau sosialisasi di luar keluarga. Dalam sosialisasi sekunder, banyak yang menjadi agen sosialisasi di luar
keluarga, antara lain lembaga pendidikan, lembaga pekerjaan, media massa, dan lingkungan sekitarnya
25
. Selain sosialisasi, difusi TSHE juga harus terus dilakukan karena masih banyak warga
masyarakat yang belum mampu membuat TSHE. Difusi inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan dikomunikasikan melalui saluran-saluran
tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial
26
. Menurut Roger 1995, difusi adalah jenis perubahan sosial, yang didefinisikan sebagai proses terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Ketika ide-ide baru diciptakan, disebarkan, dan diadopsi atau ditolak, mengarah ke konsekuensi tertentu, perubahan sosial terjadi, tetapi
perubahan tersebut dapat terjadi dalam cara lain. Selain itu, difusi juga merupakan suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa
gagasan baru Roger, 1961 dalam Mulyana, 2009. Roger juga menyatakan bahwa proses difusi inovasi terdapat empat elemen pokok, yaitu i inovasi: gagasan, tindakan, atau barang
yang dianggap baru oleh seseorang. Konsep baru dalam ide yang inovatif tidak harus baru
sama sekali, ii saluran komunikasi; ‘alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima, iii jangka waktu, proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang
mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan iv sistem sosial, kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerja sama untuk
memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Sosialisasi dan difusi TSHE ke masyarakat yang awalnya hanya dilakukan oleh Yayasan Dian Desa pada saat ini harus mengikutsertakan masyarakat pengguna. Selain dengan cara
pembagian kaos bergambar TSHE, sosialisasi sebaiknya dilakukan melalui poster atau media cetak lainnya. Selain itu, perlu dilakukan penggunaan radio dan televisi sebagai media
sosialisasi karena radio dan televisi memiliki daya jangkau yang sangat luas, sehingga sangat efektif jika digunakan sebagai media sosialisasi. Hasil kunjungan ke desa tersebut
menunjukkan bahwa hampir seluruh rumah tangga memiliki radio dan televisi.
Pelatihan membuat TSHE adalah bagian dari sosialisasi yang dilakukan oleh Yayasan Dian Desa. Pelatihan ini menghasilkan satu contoh TSHE di satu wilayah dusun atau desa.
Sosialisasi dengan cara ini sebaiknya dilakukan secara berkelompok, seperti untuk kelompok gula semut, perkumpulan wanita tani, kelompok pak tani, kelompok ibu-ibu pengajian dan
lainnya. Cara ini ditempuh agar masyarakat merasakan langsung manfaat TSHE.
4.2 Adopsi oleh pengguna