21 Cina, Brazil, atau India Masud, 2008. Sebagai simbol dari perubahan paradigma ini, Gus Dur
mengubah nama perusahaan ini menjadi PT. Dirgantara Indonesia PT. DI. Pemberian nama baru ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 526KMK.052000 Tanggal
20 Desember 2000 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 771KMK.042001 Tanggal 1 Mei 2001 Tyassari, 2008. Rizal mengubah seluruh peralatan dan mesin produksi berbiaya
tinggi menjadi lebih murah agar biaya produksi dapat ditekan dan PT. DI dapat kembali menghasilkan profit. Selain itu, manajemen puncak PT. DI pun diganti dengan orang-orang
didikan Habibie yang menguasai aspek teknis pembuatan pesawat maupun yang memiliki jaringanluas di industri pesawat internasional. Restrukturisasi ini mendorong pemulihan kondisi
finansial PT. DI dengan meningkatnya penjualan dari Rp 508 milyar pada tahun 1999 menjadi Rp 1,4 trilyun pada tahun 2001. Bahkan perusahaan ini dapat menghasilkan keuntungan
sebesar Rp 11 milyar pada tahun 2001, setelah dua tahun sebelumnya mengalami kerugian sebesar Rp 75 milyar Masud, 2008.
Sayangnya ketika tahun 2001 Presiden Megawati menjabat, PT. DI lagi-lagi mengalami penurunan kinerja. Hal ini disebabkan oleh penggantian manajemen perusahaan ini yang
sebelumnya sudah solid, dengan orang-orang baru yang tidak memiliki jaringan bisnis dengan pelaku usaha di industri pesawat terbang internasional Masud, 2008. Akibatnya jumlah
penjualan PT. DI kembali mengalami penurunan, bahkan perusahaan ini mengalami kerugian hingga 1,5 trilyun. Tahun 2004 keadaan makin memburuk. Untuk menyelamatkan perusahaan
ini, terpaksa dilakukan pemutusan hubungan kerja PHK hingga 6.651 orang. Ini merupakan pengurangan pegawai terbesar yang pernah dilakukan oleh PT. DI.Terbebani utang yang
besar, PT. DI tidak mampu membayar gaji pegawainya tepat waktu, juga tidak mampu membayar kompensasi bagi mantan-mantan pegawai yang dirumahkan. Banyak tenaga-
tenaga ahli pesawat terbaik di negeri ini yang akhirnya mengundurkan diri dan direkrut oleh perusahaan pesawat luar negeri yang menjadi rekan kerja sama PT. DI, seperti Boeing, British
Aerospace, dan CASA.
PT. DI mencapai titik terendah pada tahun 2007, ketika Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan kepailitan pada PT. DI karena
kompensasi dan dana pensiun mantan pegawai perusahaan ini belum juga dibayarkan. Permohonan pailit diajukan oleh tiga orang mantan karyawan PT. DI.Tetapi PT. DI mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung dan keputusan pailit ditolak karena sebagai perusahaan BUMN, permohonan pailit PT. DI hanya bisa diajukan oleh Menteri Keuangan. Kasus ini membuat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan untuk memperbaiki PT. DI. Pada tahun yang sama, manajemen perusahaan produsen pesawat ini kembali diganti dan Budi Santoso
ditunjuk menjadi Direktur Utama.
3.4. Periode 2008-Sekarang: Restrukturisasi
Di bawah kepemimpinan Budi Santoso, PT. DI dibawa menuju paradigma baru. Selain menguasai teknologi, perusahaan dituntut untuk menguasai pasar. Konsumen-konsumen PT.
DI selama ini lebih banyak dari pihak pemerintah, baik pemerintahan Indonesia maupun luar negeri. Produk-produk pesawat PT. DI memang lebih banyak digunakan untuk kepentingan
militer. Agar mencatat profit, orientasi pasar PT. DI harus dialihkan ke pesawat penumpang komersial.Maka mulai dikembangkan lagi model pesawat NC-212, CN-235, dan N-219 yang
diperuntukkan bagi keperluan sipil.
Agar perusahaan dapat berjalan, tentunya masalah finansial harus diselesaikan. Sepanjang tahun 2003 hingga 2007, ditemukan bahwa PT. DI memiliki utang-utang pajak juga
utang untuk operasional perusahaan. Langkah pertama yang dilakukan adalah audit oleh BPK dan lembaga pajak. Kemudian utang ke pemerintah juga diselesaikan melalui konversi utang
menjadi modal.Langkah-langkah perubahan ini mulai menunjukkan hasil. Walaupun masih merugi, namun nilai defisit perusahaan menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, PT. DI
mencatat kerugian sebesar Rp 157 milyar, namun pada tahun berikutnya turun menjadi Rp 126 milyar Tempo, 2011. Sayangnya, pada tahun 2011, kerugian perusahaan ini justru meningkat
lebih besar dari tahun 2009, yaitu sebesar Rp 356,52 milyar detikfinance, 2012.
22 Untuk menyelamatkan PT. DI dari kebangkrutan lagi, pemerintah mengutus
Perusahaan Pengelola Aset PPA untuk melakukan restrukturisasi perusahaan dalam bidang keuangan.Melalui PP No. 70 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden SBY, PT. DI
mendapatkan suntikan dana pemerintah sebesar Rp 1 trilyun. Seperti efek bola salju, aliran modal pemerintah ini mengundang kepercayaan konsumen luar negeri bahwa PT. DI telah
bangkit. Hingga kini PT. DI dipercaya sebagai pemasok utama komponen pesawat perusahaan Airbus. Hal ini juga mengembalikan citra perusahaan di dunia industri pesawat internasional
dengan keberhasilannya bermitra dengan salah satu perusahaan produsen pesawat terbang terbesar di dunia. Bahkan Airbus telah memutuskan untuk memindahkan pabrik pesawat C-
295 dari Spanyol ke Bandung Antara News, 2013. Selain dengan Airbus, PT. DI menandatangani kontrak kerja sama sebagai perusahaan subkontrak dengan Eurocopter
Family, CTRM, dan Korean Air. Selain perusahaan luar negeri, PT. DI juga berhasil menjalin kesepakatan dengan perusahaan penerbangan dalam negeri, yaitu Lion Air, yang, yang telah
membeli 100 unit pesawat penumpang 19 kursi, yaitu N-219 Vivanews, 2013.
PT. DI sendiri juga melakukan restrukturisasi dan revitalisasi dalam bidang organisasi, SDM, teknologi informasi, permesinan, dan lain-lain. Langkah-langkah yang dilakukan antara
lain peremajaan dan pembelian fasilitas permesinan, perekrutan dan resdiposisi sumber daya manusia, modernisasi sistem informasi teknologi IT, proses perampingan bisnis, serta
pengembangan produk pesawat terbang agar tetap kompetitif di pasar Vivanews, 2013. Penyertaan modal oleh pemerintah telah digunakan oleh PT. DI untuk membeli mesin-mesin
baru.Mulai tahun 2010, telah dilakukan perekrutan pegawai baru secara bertahap, baik untuk insinyur penerbangan maupun operator mesin.Sistem IT yang digunakan sekarang adalah
Enterprise Resources Planning ERP dengan keunggulan data lebih akurat, visibilitas dan kontrol lebih baik, dan aliran data lebih mulus di antara seluruh unit dalam perusahaan,
dibandingkan dengan sistem sebelumnya, Integrated Resources PlanningIRP. Sebanyak 18 unit bisnis perusahaan kini dilebur menjadi empat unit saja, meliputi aircraft integration, aircraft
services, aerostructure, dan technology and development. Produk pesawat yang kini dikembangkan adalah pesawat CN-235-220, pesawat CN 295, pesawat NC-212-200,
helikopter BELL-412 EP, helikopter NAS-332C1, helikopter EC 725, dan helikopter AS 365 N3. Program restrukturisasi ini menunjukkan hasil positif, yaitu dengan dicatatnya keuntungan
bersih senilai Rp 40 milyar pada akhir tahun 2012. Walaupun sudah berhasil memperoleh profit, pekerjaan PT. DI ke depan masih berat. Penjualan produk komponen dan pesawat masih harus
digenjot agar perusahaan ini dapat melakukan ekspansi.
Tantangan yang dihadapi oleh PT. DI selanjutnya adalah masalah SDM. Perekrutan insinyur penerbangan terakhir dilakukan pada periode 1984-1985, artinya sudah 30 tahun
perusahaan ini tidak mempekerjakan tenaga ahli baru. Kini sekitar 45 pegawai sudah memasuki masa pensiun sehingga nasib perusahaan akan terancam jika tidak ada regenerasi.
Pada tahun 2010, perusahaan secara bertahapmulai merekrut pegawai baru. Namun untuk menjadikan seorang insinyur penerbangan menjadi tenaga ahli, dibutuhkan waktu sekitar 4-5
tahun.Untuk mempertahankan kelangsungan generasi ahli di PT. DI, beberapa pegawai yang sudah memasuki usia pensiun tetap dipertahankan untuk dijadikan sebagai pembimbing
pegawai baru. Selain masalah SDM, PT. DI juga membutuhkan regenerasi mesin-mesin baru. Sebagian besar mesin-mesin yang digunakan sekarang sudah melewati masa optimalnya,
sehingga produktivitasnya menurun jauh. Mesin-mesin yang sudah berusia tua ini sudah sulit dicari suku cadangnya, boros energi, memakan jam kerja lebih banyak, dan reabilitasnya sudah
berkurang. Akibat yang terasa adalah terlambatnya penyelesaian pesanan karena mesin sering bermasalah.
4. PENUTUP