56 banyak ditinggalkan akibat dampak lingkungan, rendahnya nilai tambah yang diperoleh, dan
komplikasi abu ke lapangan sebagai pengganti pupuk kalium Goenadi dkk., 1998. Pengolahan limbah tandan kosong kelapa sawit dapat dilakukan secara biologis melalui proses
fermentasi. Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimiawi dari senyawa –senyawa
organik seperti karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lain baik dalam keadaan aerob maupun anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan mikroba. Selanjutnya dikatakan bahwa
fermentasi dapat terjadi karena aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai dan dapat menyebabkan perubahan sifat bahan makanan sebagai akibat
pemecahan dari mikroba. Proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme merupakan upaya untuk meningkatkan zat-zat makanan dan nilai energi, mengurangi atau menghilangkan
pengaruh negatif dari bahan pakan tertentu Prescott dan Dune, 1982.
Jamur yang diperlukan untuk proses fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit harus merupakan jamur yang dapat memecah ikatan kompleks senyawa lignoselulosa atau
jamur dengan aktivitas enzim selulase dan ligninase yang paling baik misalnya saja jamur lignoselulolitik. Pada penelitian sebelumnya mengenai isolasi, identifikasi dan seleksi bakteri
dan jamur lignoselulolitik asal limbah tandan kosong kelapa sawit, telah didapatkan tiga isolate jamur lignoselulolitik asal limbah tandan kosong kelapa sawit yang berpotensi dalam
menguraikan komponen lignoselulosa, yaitu Rhizopus oryzae, Penicillium citrinum dan Aspergillus nidulans Safitri, dkk., 2012.
Rhizopus oryzae dapat menghasilkan glukoamilase. Enzim glukoamilase mampu menghidrolisis pati secara sempurna menjadi glukosa. Enzim ini bersifat eksoamilase, yaitu
dapat memutuskan rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian yang tidak mereduksi dari molekul tersebut Tjokroadikoesoemo, 1986. Selain itu, Rhizopus oryzae juga
dapat menghasilkan enzim ekstraseluler endoglukanase melalui Liquid State Fermentation LSF dan Solid State Fermentation SSF berbagai limbah pertanian sehingga dapat
digunakan untuk komersial selulase Karmakar dan Ray, 2011. Penicillium citrinum merupakan jamur yang dapat memproduksi endoglukanase dan FPase. Selain itu, Penicillium citrinum juga
dapat mensekresikan enzim lignin peroksidase LiP yang berperan dalam perombakan komponen lignoselulosa Bhende dan Dawande, 2010.
Aspergillus nidulans merupakan jamur yang bersifat selulolitik. Enzim selulase yang dihasilkan oleh Aspergillus nidulans dapat dimanfaatkan dalam bidang industri seperti untuk
biofinishing serat kapas. Aspergillus nidulans dapat menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi dinding sel tanaman,seperti poligalakturonase dan pektat lyase. A. nidulans
membutuhkan substrat yang mengandung glukosa untuk dapat menginduksi sekresi enzim poligalakturonase dan pektat lyase Dean dan Timberlake, 1989. Berdasarkan uraian tersebut,
maka penting dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan jamur Rhizopus oryzae, Penicillium citrinum dan Aspergillus nidulans baik secara tunggal maupun konsorsium dalam
proses fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit untuk mendapatkan jamur lignoselulolitik yang potensial dan spesifik beserta dosis inokulum yang efektif dalam proses penguraian
komponen lignoselulosa dari limbah tandan kosong kelapa sawit dengan jangka waktu selama 30 hari.
2. METODOLOGI Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah autoklaf, cawan penyaring, erlenmeyer, labu ukur, mikropipet, neraca analitik, oven dan pompa vakum. Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah ADS cetyl trimethyl ammonium bromide dalam asam sulfat 1 N, asm sulfat 72, aseton, aquades, dekalin, kultur jamur lignoselulolitik wild type, medium fermentasi meliputi:
limbah tandan kosong kelapa sawit TKKS; medium starter meliputi: beras, tepung kedelai, tepung tandan kosong kelapa sawit dan tepung tongkol jagung; Na
2
SO
3
, dan Potato Dextrose Agar PDA dari OXOID
®
.
57
Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dan eksperimental. Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap pembuatan inokulum starter, tahap
fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit dan serta tahap pengambilan sampel dan pengukuran parameter. Metode eksperimental digunakan pada tahap ketiga, yaitu tahap
fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit dengan Rancangan Acak Lengkap RAL pola faktorial 4 x 3, yang terdiri dari tiga faktor. Faktor I adalah jenis jamur J, yaitu Rhizopus oryzae
j1, Penicillium citrinum j2, Aspergillus nidulans j3 serta konsorsium Rhizopus oryzae, Penicillium citrinum dan Aspergillus nidulans j4. Faktor II adalah dosis inokulum D, yaitu
dosis inokulum 0 d0, 5 d1 dan 10 d2. Parameter yang diukur meliputi kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin Metode Van Soest. Data yang diperoleh diuji secara statistik dengan
menggunakan uji Analisis Variansi ANAVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur. Apabila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan dengan taraf nyata 5.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kadar Lignin selama Proses Fermentasi Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
Lignin merupakan molekul komplek yang tersusun dari unit fenilpropan yang terikat dalam struktur tiga dimensi. Lignin termasuk material yang paling kuat di dalam biomassa dan
mengandung karbon yang relatif tinggi dibandingkan selulosa dan hemiselulosa. Oleh karena itu, sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis maupun, kimia Isroi,
2008.
Persentase penurunan kadar lignin limbah tandan kosong kelapa sawit setelah fermentasi akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Varian [ANAVA].
Hasil Analisis Varian tersebut menunjukkan bahwa faktor jenis jamur dan faktor dosis inokulum memberikan penurunan kadar lignin limbah tandan kosong kelapa sawit yang berbeda. Selain
itu terdapat interaksi faktor jenis jamur dan faktor dosis inokulum yang berpengaruh terhadap penurunan kadar lignin limbah tandan kosong kelapa sawit.
Perbedaan penurunan kadar lignin yang dihasilkan dianalisis dengan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf nyata 5 Tabel 1.
58
Tabel 1 Uji jarak berganda Duncan Persentase Penurunan Kadar Lignin Limbah Tandan
Kosong Kelapa Sawit
Spesies Jamur J dan Dosis Inokulum D Secara Tunggal dan Campuran
Penurunan Kadar Lignin
Kontrol 1,89a
Rhizopus oryzae 5
10,38 b
Rhizopus oryzae 10
18,65 e
Penicillium citrinum 5 20,31 ef
Penicillium citrinum 10 22,82 f
Aspergillus nidulans 5 16,76de
Aspergillus nidulans 10
17,13de
Konsorsium R. oryzae, P. citrinum dan A. nidulans 5 14,12cd
Konsorsium R. oryzae, P. citrinum dan A. nidulans 10
11,50bc
Keterangan : huruf kecil dibaca ke segala arah dan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5
Uji jarak berganda Duncan pada interaksi antara spesies jamur dan dosis inokulum Tabel 1 dapat dilihat bahwa jamur Penicillium citrinum dengan dosis inokulum 5 dan 10
menghasilkan persentase penurunan kadar lignin yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan jenis jamur dan dosis inokulum lainnya. Penicillium citrinum merupakan jamur yang bersifat
lignoselulolitik karena selain dapat menghasilkan enzim selulase, spesies jamur ini juga dapat memproduksi enzim LiP Lignin Peroksidase. Lignin peroksidase LiP adalah salah satu
enzim yang dapat memecah lignin Isroi, 2008.
Bhende dan Dawande 2010 mengemukakan bahwa pada pH netral atau basa dan suhu ± 25 C°, enzim LiP yang dihasilkan oleh Penicillium citrinum dapat digunakan untuk
delignifikasi bahan lignoselulosa dalam industri kertas. Selain itu, enzim LiP yang dihasilkan oleh Penicillium citrinum dapat diaplikasikan untuk pengolahan limbah industri pertanian.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Penicillium citrinum yang menghasilkan enzim LiP dapat bekerja secara optimal dalam menurunkan kadar lignin pada saat proses
fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit.
Namun fermentasi oleh Penicillium citrinum dosis inokulum 5 menghasilkan persentase penurunan kadar lignin yang setara dengan Penicillium citrinum dosis inokulum
10. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan Penicillium citrinum dosis inokulum 5 lebih efektif digunakan untuk menurunkan kadar lignin yang terkandung dalam limbah tandan kosong
kelapa sawit.Grafik kadar lignin limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal dan akhir fermentasi dapat dilihat pada Gambar 1.
59
Gambar 1 Grafik Kadar Lignin Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Awal dan Akhir
Fermentasi Berdasarkan grafik pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa setiap jenis jamur dengan dosis
yang berbeda memberikan persentase penurunan kadar lignin yang berbeda. Kadar lignin limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal fermentasi adalah sebesar 18,74. Perlakuan
Penicillium citrinum dosis inokulum 5 dan 10 mampu memberikan persentase penurunan kadar lignin tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, masing
–masing sebesar 20,31, dari 18,74 menjadi 14,93 dan 22,82, dari 18,74 menjadi 14,46.
Penicillium citrinum mampu menghasilkan persentase penurunan kadar lignin yang tinggi karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim ligninase. Enzim ligninase
tersebut dapat mendegradasi lignin yang terkandung dalam limbah. Penicillium citrinum mampu menghasilkan enzim LiP Lignin Peroksidase yang dapat digunakan untuk proses delignifikasi.
Delignifikasi merupakan suatu proses pembebasan lignin dari suatu senyawa kompleks Gunam, dkk., 2010. Hal inisejalan dengan penelitian Islam dan Borthakur 2011 yang
menunjukkan bahwa Penicillium citrinum mampu mendegradasi lignin yang terlihat dari penurunan berat kering jerami padi hingga 23,27 selama 60 hari. Penicillium citrinum dapat
berperan sebagai pendegradasilignin yang efektif.
Lignin merupakan zat organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan setelah selulosa. Lignin juga berperan dalam memberikan perlindungan terhadap tanaman
seperti menahan fermentasi. Polimer ini sangat resisten terhadap fermentasi dan hanya jamur tingkat tinggi yang mampu mendegradasi polimer ini melalui reaksi oksidatif Schoemaker dan
Piontek, 1996.
3.2. Kadar Selulosa selama Proses Fermentasi Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
Selulosa merupakan polimer glukosa de ngan ikatan β-1,4-glikosidik dan tidak
bercabang, bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk atau terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan
menggunakan asam atau enzim lalu dapat difermentasikan menjadi etanol Isroi, 2008. Oleh karena itu, semakin tinggi glukosa yang dihasilkan pada saat fermentasi maka jumlah selulosa
pada substrat fermentasi akan semakin berkurang.
Persentase penurunan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit setelah fermentasi akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Varian ANAVA.
Hasil analisis varians menunjukan bahwa semua perlakuan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap penurunan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan penambahan setiap kombinasi berupa spesies jamur secara
60 tunggal dan campuran dan dosis inokulum, penurunan kadar selulosa yang dihasilkan
cenderung sama. Perbedaan persentase penurunan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit selama proses fermentasi, dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf
nyata 5 Tabel 2 .
Tabel 2 Uji Jarak Berganda Duncan Faktor Dosis Inokulum terhadap Persentase Penurunan
Kadar Selulosa Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
Dosis Inokulum D
Persentase Penurunan Kadar Selulosa 8,10 a
5 8,99 b
10
9,30 b
Keterangan : huruf kecil dibaca ke segala arah dan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5
Hasil pada Tabel 2 menunjukkan dosis inokulum 5 dan 10 mampu menghasilkan persentase penurunan kadar selulosa yang tinggi. Akan tetapi dosis inokulum 5 dengan
jumlah jamur yang lebih sedikit pada awal fermentasi menghasilkan persentase penurunan kadar selulosa yang setara dengan dosis inokulum 10. Hal tersebut menyimpulkan bahwa
dosis inokulum 5 lebih efektif digunakan untuk menurunkan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit dibandingkan dosis inokulum 10. Dosis inokulum sampai batas tertentu
akan meningkatkan pertumbuhan miselium hingga menutupi substrat, sehingga enzim yang dihasilkan untuk memasuki jaringan serat mencukupi semakin banyak Musnandar, 2003.
Persentase penurunan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit tidak sebesar persentase penurunan kadar ligninnya. Adanya tautan silang polimer lignin dengan komponen
dinding sel lainnya memperkecil akses selulosa dan hemiselulosa terhadap enzim mikrobial, sehingga mereduksi kemampuan cerna enzim mikrobial tersebut terhadap selulosa dan
hemiselulosa Sigit, 2008. Gambar 2 Grafik Kadar Selulosa Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Awal dan Akhir
Fermentasi
Persentase penurunan kadar selulosa Gambar 2, menunjukan bahwa bahwa setiap jenis jamur dengan dosis yang berbeda memberikan penurunan kadar selulosa yang bervariasi.
61 Kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal fermentasi adalah sebesar
34,06. Perlakuan konsorsium Rhizopus oryzae, Penicillium citrinum dan Aspergillus nidulans dosis inokulum 5 dan 10 mampu memberikan persentase penurunan kadar selulosa
tertinggi dibandingkan dengan perlakuan tunggal, yaitu masing – masing sebesar 9,62, dari
34,06 menjadi 30,79 dan 9,86, dari 34,06 menjadi 30,70. Hal tersebut dikarenakan konsorsium terdiri dari tiga jamur yang dapat menghasilkan enzim selulase sehingga
perombakan selulosa pada limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi lebih efektif. Enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glikosida pada selulosa adalah selulase, Enzim ini terbagi
menjadi tiga enzim lain, yaitu endoglukanase, eksogluk
anase, dan β–glukosidase. Endoglukanase berperan dalam memotong rantai ikatan glikosida yang menghasilkan
oligosakarida. Selanjutnya eksoglukanase mengurai selulosa menjadi selobiosa dan glukosa, selobiosa tersebut akan diurai lagi oleh β–glukosidase menjadi glukosa Lynd, dkk., 2002.
Penicillium citrinum mampu menghasilkan enzim endoglukanase dan FPase, Selain itu, Rhizopus oryzae juga mampu untuk menghasilkan enzim ekstraseluler endoglukanase
Karmakar dan Ray, 2008. 3.3. Kadar Hemiselulosa selama Proses Fermentasi Limbah Tandan Kosong Kelapa
Sawit
Hemiselulosa berbeda dengan selulosa dalam hal komposisi unit gula penyusun, rantai molekul hemiselulosa lebih pendek dan memiliki percabangan rantai molekul. Hemiselulosa
memiliki berat molekul rendah dan biasanya berjumlah antara 15-30 dari berat kering bahan lignoselulosa Taherzadeh dan Karimi, 2007.
Persentase penurunan kadar hemiselulosa limbah tandan kosong kelapa sawit setelah fermentasi akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Varian ANAVA.
Hasil Analisis Varian tersebut menunjukkan bahwa faktor jenis jamur dan faktor dosis inokulum memberikan terhadap penurunan kadar hemiselulosa. Selain itu terdapat interaksi faktor jenis
jamur dan faktor dosis inokulum dalam menghasilkan penurunan kadar hemiselulosa.
Penurunan kadar hemiselulosa yang dihasilkan dalam proses fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit, dianalisis dengan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf nyata 5. Uji
interaksi spesies jamur dan dosis inokulum terhadap persentase penurunan kadar hemiselulosa limbah tandan kosong kelapa sawit setelah proses fermentasi dapat dilihat pada
Tabel 3. Tabel 3 Uji Interaksi Antara Jenis Jamur dan Dosis Inokulum terhadap Persentase Penurunan
Kadar Hemiselulosa Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Keterangan : huruf kecil dibaca ke segala arah dan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak
berbeda pada taraf 5
Jenis Jamur J dan Dosis Inokulum D Persentase Penurunan Kadar
Hemiselulosa Kontrol
6,73 ab
Rhizopus oryzae 5 4,33
a
Rhizopus oryzae 10 15,97
e
Penicillium citrinum 5 11,97
cd
Penicillium citrinum 10 15,59
e
Aspergillus nidulans 5 14,07
de
Aspergillus nidulans 10 11,06
c
Konsorsium R. oryzae, P. citrinum dan A. nidulans 5
11,27 cd
Konsorsium R. oryzae, P. citrinum dan A. nidulans 10
9,53
bc
62 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan jamur Rhizopus oryzae dosis
inokulum 10, Penicillium citrinum dosis inokulum 10 dan Aspergillus nidulans dosis inokulum 5 menghasilkan penurunan kadar hemiselulosa yang lebih tinggi dibandingkan
perlakuan konsorsium ketiganya. Rhizopus oryzae, Penicillium citrinum dan Aspergillus nidulans merupakan jamur yang bersifat selulolitik karena dapat menghasilkan enzim selulase.
Enzim selulase yang dihasilkan tidak hanya dapat merombak selulosa tetapi juga dapat merombak hemiselulosa yang terkadung dalam limbah tandan kosong kelapa sawit.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan menggunakan Rhizopus oryzae dosis inokulum 10,Penicillium citrinum dosis inokulum 10 dan Aspergillus
nidulans dosis inokulum 5 lebih efektif digunakan untuk menghasilkan penurunan kadar hemiselulosa yang tinggi pada limbah tandan kosong kelapa sawit. Grafik kadar hemiselulosa
limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal dan akhir fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Grafik kadar hemiselulosa limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal dan akhir
fermentasi. Berdasarkan grafik pada Gambar 3, kadar hemiselulosa limbah tandan kosong kelapa
sawit pada awal biodegradasi adalah sebesar 28,75. Perlakuan Rhizopus oryzae mampu memberikan persentase penurunan kadar hemiselulosa yang tertinggi, yaitu sebesar 15,97,
dari 28,75 menjadi 24,16. Rhizopus oryzae merupakan salah satu jamur yang dapat menghasilkan enzim protease Gandjar dan Syamsurizal, 2006. Hemiselulosa umumnya
dilaporkan berasosiasi secara kimia dengan polisakarida, protein atau lignin Isroi, 2008. Sehingga Rhizopus oryzae diduga dapat mendegradasi hemiselulosa yang berikatan dengan
protein dalam limbah tandan kosong kelapa sawit.
Wachid 2011 membuktikan bahwa dalam fermentasi kulit ari kedelai dengan kandungan utama hemiselulosa yang sama dengan bonggol jagung oleh Rhizopus oryzae
dalam kondisi anaerob tidak terkendali dapat menghasilkan etanol dengan kadar 3. Hal tersebut membuktikan bahwa Rhizopus oryzae juga mampu menghasilkan enzim yang dapat
mengdegradasi hemiselulosa dalam limbah tandan kosong kelapa sawit melalui proses fermentasi.
Berdasarkan hasil uji selulolitik, Rhizopus oryzae mampu menghasilkan enzim selulase sehingga dapat mendegaradasi selulosa yang terkandung dalam medium selulosa PDA + 5
CMC. Kemampuan Rhizopus oryzae dalam mendegradasi selulosa dapat dilihat dari zona bening yang terbentuk pada medium. Enzim selulase ini tidak hanya dapat merombak selulosa,
akan tetapi juga diketahui dapat merombak hemiselulosa Lynd, dkk., 2002.
63
4.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Penicillium citrinum secara tunggal pada dosis inokulum 5 memiliki kemampuan yang
efektif dalam menurunkan kadar lignin limbah tandan kosong kelapa sawit sebesar 20,31, selulosa 9,42 dan hemiselulosa 11,97 sedangkan konsorsium Rhizopus
oryzae, Penicillium citrinum dan Aspergillus nidulans pada dosis inokulum 10 efektif menurunkan kadar lignin sebesar 11,50, selulosa 9,86 dan hemiselulosa 9,53.
2. Dosis inokulum padat yang efektif dalam proses fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit adalah dosis inokulum 5 yang dapat menurunkan kadar lignin sebesar
20,31, selulosa 9,42, dan hemiselulosa 11,97. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; Laboratorium Analisis Pakan
Ternak, Fakultas Peternakan; serta seluruh pihak yang terkait dalam penelitian ini atas seluruh bantuan yang diberikan selama penelitian berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Bhende, V. dan Dawande, A.Y., 2010. Production and characteristics analysis of ligninperoxidase from Penicillium citrinum, Fusarium oxysporum and Aspergillus terreus
using n-propanol as substrate. Asiatic J. Biotech. Res.2010; 01: 1-7.
Budiman, N. 2010. Fermentasi. Diunduh 28 Januari 2012.Tersedia dari : http:www.kompas.comkompas-cetak 0302 28Ilpeng151875.htm.
Gandjar, I. dan W. Syamsurizal, 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Goenadi, D., H. Away dan Y. Sukin, 1998. Teknologi Produksi Kompos Bioaktif Tandan Kosong Kelapa Sawit. Pertemuan Teknis Bioteknologi Perkebunan Untuk Praktek. Unit
Penelitian Bioteknologi Perkebunan. Bogor. hal. 1-4, 10-11. Gunam, I.B.W., K. Buda, I M.Y.S. Guna, 2010. Pengaruh Perlakuan Delignifikasi dengan
Larutan NaOH dan Konsentrasi Substrat Jerami Padi terhadap Produksi Enzim Selulase dari Aspergillus niger NRRL A-II, 264. Jurnal Biologi, 142: 55-61.
Islam, N.F. dan Borthakur S.K., 2011. Study of fungi associated with decomposition of rice stubble and their role in degradation of lignin and holocellulose. Mycosphere.26:627-
635. Isroi., 2008. Karakteristik Lignoselulosa sebagai Bahan Baku Bioetanol. Diunduh 28 Januari
2012. Tersedia dari : http: isroi.wordpress.com20080501karakteristik-lignoselulosa-sebagai-bahan-baku-
bioetanol. Karmakar, M. dan R.R. Ray, 2011. Saccharification of agro wastes by the Endoglucanase of
Rhizopus oryzae. Annals of Biological Research. 2 1 : 201-208.
Lynd L.R., P.J. Weimer, W.H. van Zyl WH dan I.S. Pretorius, 2002. Microbial Cellulose
Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiol, Mol. Biol. Rev.663:506-577.
Prescott, S.C., dan Dune, C. G., 1982. Industrial Microbiology. McGraw-Hill. New York. Robert, A. S., Ellen S. H. dan Connie A. N. 1981. Introduction to Food-Borne Fungi.
Centraalbureau voor Schimmelcultures. The Netherlands. Sillia, S.B., 2003. Enviromental Application of Biotechnology. Diunduh 28 Januari 2012.
Tersedia dari :http:.fbae.org. Swisher, R. D., 1987. Surfactant Biodegradation. Diunduh 28 Januari 2012. Tersedia dari
http:www.lasinfo.orglas_ environment.html. Taherzadeh, M. J. dan Karimi K., 2007. Process for ethanol from lignocellulosic materials I :
Acid-based hydrolysis processes. BioResources 23. 472-449.
64 Wachid M., 2011. Penelitian Pendahuluan Ethanol Bonggol jagung oleh Rhizopus oryzae. FPP.
UMM. Malang. Wardani, D. I., 2012. Tandan Kosong Kelapa Sawit TKKS sebagai Alternatif
Pupuk Organik. Diunduh 28 Januari 2012. Tersedia dari : http:uwityangyoyo.wordpress.com20120104tandan-kosong-kelapa-sawit-tkks-
sebagai-alternatif-pupuk-organik. Wymelenberg, A.V., 2006. Structure Organization and Transcriptional Regulation of A Family
of Copper Radical Oxidase Genes in Lignin Degrading Phanerochaete chrysosporium. Applied And Environmental Microbiology. 72 7: 4871-4877.
Zabel, R. A. dan Morrell, J. J., 1992. Wood Microbiology : Decay and Its Prevention. Academic Press Inc. New York.
65
KOLABORASI ILMIAH DI PERGURUAN TINGGI DAN LEMBAGA PENELITIAN SEBAGAI PENGUNGKIT INOVASI DI INDUSTRI BERBASIS ILMU PENGETAHUAN SCIENCE-
BASED INDUSTRY: STUDI KASUS PENGEMBANGAN INOVASI MEDIS BERBASIS SEL PUNCA DAN REKAYASA BIOLOGI
Kusnandar
1
, Sigit Setiawan
2
, Radot Manalu
3
, Dini Oktaviyanti
4
, Trina Fizzanty
5
Pusat Penelitian Perkembangan Iptek PAPPIPTEK-LIPI Email: kussrai0779yahoo.co.id
1
, sigitsetiawanyahoo.com
2
, radotmanaluyahoo.com
3
, dini.oktaviyantigmail.com
4
, fizzantyyahoo.com
5
ABSTRAK
Keterkaitan ilmuwan di perguruan tinggi dan lembaga litbang dengan industri adalah sebuah keniscayaan untuk mendorong munculnya inovasi industri, bahkan juga pada pengembangan inovasi
industri berbasis ilmu pengetahuan dicirikan oleh peran intensif litbang. Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, dengan sumberdaya riset terbatas dan minimnya investasi litbang oleh
industri, ternyata inovasi industri berbasis ilmu pengetahuan ini bisa muncul. Fenomena ini diungkapkan berdasarkan kajian studi kasus pada pengembangan inovasi industri medis tulang dan jaringan pada
manusia berbasis riset sel punca stem cell dan pengembangan bio-engineering di Indonesia. Data diperoleh dari wawancara mendalam dengan sejumlah ilmuwan stem cell di universitas, bio-engineering
di lembaga riset publik, dan kalangan medis di rumah sakit serta industri kesehatan di Indonesia dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi ilmiah telah berperan penting dalam meningkatkan
kompetensi para ilmuwan Indonesia di bidang stem cell dan biomaterial yang menjadi dasar bagi pengembangan inovasi industri medis tulang dan jaringan. Kompetensi para pelaku Iptek terbangun
dari hasil proses interaksi yang panjang, dinamis, dan kompleks karena melibatkan banyak pelaku- pelaku Iptek, yakni perguruan tinggi dan lembaga penelitian di Indonesia dan mitra di negara lain. Inovasi
industri medis tersebut didukung oleh uji pre-klinis dan klinis di sejumlah rumah sakit di Indonesia sehingga menjadi daya tarik bagi perusahaan farmasi lokal untuk melakukan investasi pada industri
rumah sakit bagi pengembangan inovasi ini pada skala industri scale-up. Belajar dari pengembangan inovasi industri medis ini, diperoleh sejumlah pelajaran penting bagi penguatan inovasi berbasis ilmu
pengetahuan ini di Indonesia. Kata kunci: kolaborasi ilmiah internasional, inovasi industri berbasis pengetahuan, stem cell, bio
engineering, medis, Indonesia
1. PENDAHULUAN
Isu keterkaitan akademisi dan industri telah menjadi perhatian di berbagai negara dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang dilakukan oleh
beberapa negara untuk mendorong keterkaitan tersebut. Seperti di Amerika Serikat, melalui beberapa programnya, pemerintah mendorong perguruan tinggi untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi dan inovasi pada wilayah dimana perguruan tinggi tersebut berada. Hal yang sama juga terjadi di negara Eropa, Jepang dan beberapa negara maju lainnya Youtie
and Shapira, 2008. Keterkaitan antara akademisi dan industri juga menjadi perhatian negara berkembang seperti China. Perguruan tinggi di China didorong untuk mendirikan unit bisnis
dalam rangka mengkomersialisasikan iptek yang dihasilkan. Dari hasil kebijakan tersebut beberapa perusahaan elektronik dengan pangsa pasar terbesar seperti Lenovo, Founder, dan
Tongfang adalah perusahaan yang awalnya didirikan oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian, yaitu Peking University, Tsinghua University dan Chinese Academic of Sciences
Eun, et al., 2006.
Kolaborasi antara akademisi dan industri di negara maju dan beberapa negara berkembang seperti China, saat ini telah berhasil meningkatkan inovasi yang berkontribusi
pada pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, hal tersebut sangat berbeda dengan negara berkembang lainnya seperti Indonesia. Hasil-hasil penelitian dari perguruan tinggi dan lembaga
penelitian masih belum maksimal berkontribusi pada inovasi di industri. Masalah keterkaitan
66 akademisi dan industri, sebenarnya telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Hal tersebut
dapat dilihat dari dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia MP3EI 2011-2025. Dalam dokumen tersebut terdapat program penguatan iptek
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis inovasi. Tidak hanya itu saja, pemerintah pun bertanggung jawab untuk memberikan dukungan bagi perguruan tinggi dan
lembaga litbang dalam rangka kerja sama internasional di bidang iptek. Kerja sama yang dilaksanakan haruslah saling menguntungkan dengan tidak merugikan kepentingan nasional,
serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002.
Salah satu syarat susksesnya kerja sama akademisi dan industri dalam mencapai inovasi adalah kapasitas dari masing-masing aktor, termasuk kapasitas akademisi dalam
menghasilkan iptek yang dibutuhkan oleh industri dalam rangka memenuhi tuntutan pasar. Banyak strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas iptek, salah satunya
adalah kolaborasi ilmiah internasional Schubert Sooryamoorthy, 2010. Hal tersebut diperkuat oleh beberapa kajian yang menunjukkan bahwa kolaborasi ilmiah internasional dapat
meningkatkan output baik yang bersifat ilmiah seperti publikasi internasional maupun produk inovasi Sooryamoorthy, 2009; Veugelers, 2010; Katerndahl, 2012; Kim and Park, 2008; Van
Riejnsoever Hessels, 2011.
Kajian mengenai keterkaitan akademisi dengan industri telah banyak dilakukan. Eun, et all 2006 dan Fiaz 2013 mengkaji bagaimana perguruan tinggi dan lembaga penelitian di
China dalam mengkomersialisasikan hasil risetnya dan berkolaborasi dengan industri, Youtie and Shapira 2008 menerangkan evolusi peran perguruan tinggi dari yang hanya melakukan
riset dan pendidikan secara konvensional menjadi pendukung inovasi. Selain itu, Siegel, et al., 2004, Gilsing, et al., 2011, dan Fiaz 2013 menjelaskan mengenai transfer teknologi dari
akademisi ke industri. Kajian-kajian tersebut lebih menitikberatkan bagaimana suatu institusi akademik dapat berperan dalam inovasi di industri, tetapi bagaimana institusi akademik dapat
meningkatkan kapasitas iptek melalui kolaborasi ilmiah internasinal dan dapat berkontribusi sebagai pengungkit inovasi di industri, khususnya industri berbasis ilmu pengetahuan science-
based industry. Inovasi berbasis ilmu pengetahuan dicirikan dengan penggunaan komersial dari knowledge yang umumnya merupakan sesuatu yang terkini yang dihasilkan dari kegiatan
penelitian dan pengembangan Coriat, et al., 2003.
Makalah ini akan membahas bagaimana kolaborasi ilmiah dapat menjadi pengungkit inovasi di industri berbasis ilmu pengetahuan. Kajian mengambil studi kasus pada
pengembangan stem cell yang melibatkan satu perguruan tinggi yaitu Universitas Airlangga, satu lembaga penelitian dan pengembangan yaitu Badan Atom Nasional Batan, satu industri
manufaktur yaitu PT Kimia Farma Persero Tbk. dan satu rumah sakit yaitu RS Dr. Soetomo. 2. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kolaborasi Ilmiah
Kolaborasi ilmiah merupakan hal yang menyangkut perilaku manusia, antara dua atau lebih ilmuwan, dimana terjadi pertukaran pengetahuan dalam penyelesaian tugas yang dibagi
secara bersama untuk mencapai sasaran Sonnewald, 2007. Sementara itu, Katz and Martin 1997 memberikan batasan kolaborasi riset dengan lebih luas lagi, yaitu tidak hanya
menyangkut pencapaian sasaran tetapi juga kontribusi input.
Batasan mengenai kolaborasi riset mengacu pada Katz and Martin 1997, yaitu seseorang atau institusi yang mecakup 1 bekerja sama dalam proyek penelitian baik dalam
keseluruhan waktu ataupun hanya sebagian dari waktu yang ada,ataupun orang-orang yang memberikan kontribusi secara keseluruhan ataupun hanya sebagian; 2 namanya terdapat
dalam proposal penelitian; 3 bertanggung jawab terhadap satu ataupun lebih dari elemen penelitian misalnya terhadap elemen dari desain penelitian, analisis dan interpretasi data, atau
yang bertanggungjawab terhadap hasil akhir penelitian; 4 bertanggung jawab terhadap setiap kunci tingkatan misalnya: ide asli penelitian, hipotesis; dan 5 Pengusul proyek danatau
penggalangdana.
67
2.2. Evolusi Peran Perguruan Tinggi
Youtie and Shapira 2008 membagi evolusi peran perguruan tinggi menjadi tiga tahapan Gambar 1. Pada mode pertama atau disebut mode tradisional, perguruan tinggi
berperan sebagai akumulator pengetahuan. Pada tahap ini universitas memiliki jarak yang sangat jauh dengan masyarakat bahkan dianggap kaum sangat elit. Tahapan berikutnya
adalah perguruan tinggi sebagai ‘knowledge factory”. Tahapan ini terjadi setelah Perang Dunia II yang ditandai dengan pertumbuhan industri dengan produksi massal mass production. Pada
tahapan ini perguruan tinggi banyak melakukan penelitian untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pelatihan teknis pada mahasiswa untuk memenuhi
kebutuhan industri. Tahap tiga dari evolusi peran perguruan tinggi adalah “knowledge hub”. Tahapan tersebut terjadi saat ini dimana kondisi ekonomi lebih digerakan oleh ilmu
pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Pada tahapan ini perguruan tinggi dituntut untuk terlibat langsung dalam sistem inovasi dan aktif berinteraksi untuk dapat mengaitkan penelitian dengan
aplikasi dan komersialisasi.
Tahap 1
Storehouse of knowledge
Economic context Craft Production
University is clerical or elitist “above
society”
Tahap 2
Knowledge factory Economic context
Industrial mass production
University is “supplier” of inputs
and outputs, a technology
developer
Tahap 3
“Knowledge hub” Economic context
Post-industrial age, knowledge-driven
University: integrated institution in an
intelligent region. Promotes indigenous
development, new capabilities
Gambar 1 Evolusi Peran Perguruan Tinggi Youtie and Shapira, 2008
Dalam perkembangannya, integrasi antara perguruan tinggi dengan dunia industri kemudian melahirkan konsep ‘triple helix” Eun, et al., 2006, yaitu interaksi antara akademisi,
industri, dan pemerintah yang merupakan faktor kunci dalam inovasi dan pembangunan pada era ekonomi berbasis pengetahuan Etzkowitz, 2008. Akan tetapi tidak semua ilmuwan setuju
dengan konsep kedekatan akademisi dengan industri, beberapa ilmuwan menentang hal tesebut dan menyatakan bahwa kebijakan jangka pendek untuk merubah sumber daya menjadi
aplikasi komersial dari ilmu pengetahuan akan merusak kapasitas negara dalam mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan Eun, et al., 2006.
2.3.
Peran Akademisi dalam Transfer Iptek Terdapat beberapa cara bagi akademisi berperan dalam transfer iptek pada industri
untuk menciptakan inovasi. Dalam kerangka yang dibangun oleh Eun, et al. 2006 terdapat dua dimensi, pertama secara vertikal menggambarkan apakah akademisi memiliki peran dalam
entrepreneurial atau tidak. Dimensi kedua secara horizontal, menggambarkan cara yang dipilih akademisi apakah lebih hierarki atau diserahkan ke pasar Gambar 2.
Secara vertikal peran akademisi mulai dari hanya sebagai tempat proses belajar, kemudian ke atas ditambah dengan peran penelitian, dan yang paling atas sudah dapat
berperan dalam entrepreneurial dari hasil penelitian yang dilakukan. Secara horizontal, ketika akan melakukan transfer iptek, apabila baru berupa ilmu dasar maka hanya dapat dilakukan
melalui conference. Ketika sudah ada yang berpotensi untuk diaplikasikan, akademisi dapat memilih apakah diserahkan pada pasar dengan mekanisme paten, lisensi atau penjualan
teknologi. Cara lain adalah dengan membangun sendiri lingkungan industri dengan mekanisme science park, incubator, spin-off aray university run entreprise Eun, et al., 2006.
68
Less Entrepreneurial More Entrepreneurial
Efficiency concideration H
is to
ri c
a ll
y fo
rm e
d s
o c
ia l
c o
n ttr
a c
t
Ma rke
t- like
H ie
ra rch
ica l
Teaching Univ. Research Univ.
Entrepreneural Univ.
Education More pedagogical
More applied Joint
research Center
Joint research
Joint Conference
Tech Sales
Patent license
Sp in-
off Incubator
Univ, Run Enterprise
Sci en
ce pa
rk
Sumber: Eun, et al. 2006 Gambar 2 Kerangka Peran Akademisi Dalam Transfer Iptek
2.4. Industri Berbasis Ilmu Pengetahuan
Industri berbasis ilmu pengetahuan dicirikan dengan kuatnya ketergantungan industri pada hasil-hasil penelitian. Peran akademisi dalam industri ini sangat besar, karena
membutuhkan pengetahuan dasar dengan nilai ilmiah yang tinggi Gilsing, et al., 2011. Contoh dari industri berbasis ilmu pengetahuan misalnya industri pesawat luar angkasa, pesawat
terbang, robotik, bioteknologi, industri kimia, dan farmasi Niosi, 2000.
Aktivitas pengembangan produk pada industri berbasil ilmu pengetahuan dilakukan melalui proses penelitian dan pengembangan. Aktivitas tersebut dapat dilakukan secara
mandiri di dalam perusahaan atau berkolaborasi dengan pihak perguruan tinggi atau lembaga penelitian Niosi, 2000.
2.5. Stem Cell dan Biomaterial
Stemcell atau sel punca adalah satu tipe sel yang belum terspesialisasi dan dapat berkembang menjadi tipe sel tertentu. Proses pembentukan sel punca menjadi satu tipe sel
disebut diferensiasi. Dan sekali proses diferensiasi berjalan, maka sel punca tidak dapat berubah menjadi sel tipe lain University of Wiscosin-Madison, 2008
Untuk menempatkan sel punca atau sel pengganti dalam tubuh manusia, maka seringkali dibutuhkan biomaterial yang dapat mendukung pembentukan jaringan secara 3
dimensi yang biasa disebut scaffold. Scaffold dapat berupa gel, lembaran atau hanya berupa cairan pendukung dalam percobaan in vitro di lab Leor, et al., 2005. Scaffold merupakan
biomaterial karena digunakan dalam jaringan tubuh manusia. Dalam penggunaan di tubuh manusia atau di jaringan in vivo, sel punca ditempatkan dalam jaringan dengan bantuan
scaffold. Keduanya ditempatkan pada luka parut di jaringan Leor, et al., 2005 Gambar 3.
69 Sumber: Leor, et al. 2005
Gambar 3 Struktur Stem Cell 3. METODOLOGI
Kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan satu studi kasus mengenai pengembangan stem cell dan biomaterial yang dihasilkan dari kolaborasi ilmiah. Aktor utama
dari kolaborasi tersebut adalah Universitas Airlangga Unair, RS Dr. Soetomo, Badan Tenaga Atom Nasional Batan, dan PT Kimia Farma Persero Tbk. Masing-masing aktor tersebut
memiliki kolaborasi ilmiah dengan berbagai institusi internasional.
Data dan informasi didapatkan melalui wawancara mendalam dengan para aktor terkait dan dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung. Untuk mengidentifikasi para pelaku
terkait lainnya, dilakukan dengan teknik snow ball. Wawancara pertama dilakukan pada peneliti di Unair yang menjadi koordinator pengembangan stem cell, dari hasil wawancara tersebut
didapatkan informasi keterkaitan dengan RS Dr Soetomo, Batan dan PT Kimia Farma Persero Tbk. Kemudian dilakukan wawancara dengan personil yang terlibat dengan pengembangan
stem cell di institusi tersebut. Untuk satu institusi wawancara dilakukan satu sampai dua kali untuk mendapatkan informasi yang mendalam dan komprehensif. Data dan informasi yang
dihasilkan kemudian dianalisis bagaimana latar belakang aktor dapat terlibat dan peran masing-masing aktor, serta bagaimana kolaborasi ilmiah yang terjadi dapat menjadi pengungkit
inovasi di sektor medis. 4. HASIL
4.1. Latar Belakang dan Keterkaitan Aktor dalam Pengembangan Stem Cell dan
Biomaterial
4.1.1. Pengembangan Stem Cell dan Biomaterial di Unair
Pengembangan stem cell dan biomaterial di Unair berawal dari seorang staf yang menyelesaikan studi S3 mengenai stem cell di Jerman pada tahun 1987. Ketika kembali ke
Unair, staf tersebut memperkenalkan teknologi stem cell di lingkungan Unair. Karena teknologi tersebut merupakan teknologi baru, bahkan di tingkat internasional masih dalam tahap
pengembangan, sehingga memerlukan waktu cukup lama bisa diterima di lingkungan Unair.
Titik masuk yang dilakukan oleh staf Unair dalam pengembangan teknologi stem cell adalah melalui kegiatan penelitian untuk desertasi yang dilakukan oleh mahasiswa S3. Selain
itu, juga dilakukan kerja sama yang terintegerasi dengan RS Dr. Soetomo. Kerja sama tersebut terutama dalam hal pengembangan biomaterial untuk struktur buatan sebagai tempat tumbuh
sel atau biasa disebut scaffold.
Kerja sama dengan RS Dr Soetomo dalam hal pengembangan biomaterial sudah dimulai sejak sekitar tahun 1994. Karena RS Dr Soetomo merupakan rekanan dari Unair
terutama dalam pendidikan ilmu kedokteran, maka hubungan di antara kedua institusi tersebut
70 sangat erat dan sudah berlangsung sejak lama, bahkan beberapa staf Unair juga merupakan
dokter di RS Dr Soetomo. Hal tersebut berdampak pada kerja sama pengembangan biomaterial yang dilakukan dengan intensif secara bersama-sama yang didukung oleh kedekatan
geografis, maka aliran informasi terjadi secara seimbang. Feedback informasi dari kedua belah pihak berlangsung lancar sehingga dapat direspon dengan cepat.
Berkembangnya riset stem cell yang didukung oleh kerja sama dengan RS Dr Soetomo, membuat ketertarikan akan bidang stem cell di lingkungan Unair semakin meningkat. Akhirnya
setelah lebih dari 20 tahun saat pertama kali diperkenalkan, pada tahun 2008 terbentuklah kelompok penelitian stem cell di lingkungan Unair, tepatnya menjadi bagian dari Lembaga
Penyakit Tropis LPT Unair. Pembentukan kelompok tersebut juga ditandai dengan kesuksesan pertama kali dilakukan kultur stem cell di Unair, yang kemudian pada tahun yang
sama berhasil diaplikasikan ke manusia di RS Dr Soetomo.
Dalam perkembangannya, kelompok tersebut aktif memperluas jaringan kerja sama pada tingkat internasional. Pada tahun 2010 dijalin kerja sama dengan Melbourne University
dalam hal teknologi sel. Kerja sama internasional juga dijalin untuk meningkatkan teknologi biomaterial, kerja sama tersebut dijalin dengan Leed University, Hiroshima University, dan
salah satu institusi di Malaysia dan Sigapura. Kerja sama di bidang teknologi material juga melibatkan RS Dr Soetmomo. Kerja sama tersebut penting dilakukan karena mengingat
biomaterial yang saat ini masih tergantung dari jasad manusia ketersediaannya sudah sangat terbatas, sehingga dilakukan pengembangan, baik yang alami dari hewan seperti sapi, serta
tumbuhan, juga dari bahan yang bersifat sintesis.
4.1.2. Pengembangan Stem Cell dan Biomaterial di RS. Dr. Soetomo
Pada tahun 1990, RS Dr. Soetomo berkomitmen mengembangan biomaterial dengan mendirikan Bank Tulang Bone Bank. Bank Tulang tersebut didirikan sebagai tempat untuk
mengumpulkan, memproses, mengawetkan, mensterilkan, dan menyimpan biomaterial tulang yang nantinya akan berguna untuk penyembuhan penyakit pasien. Pasa saat RS Dr. Soetomo
memiliki program pengembangan teknologi biomaterial, Batan sebagai badan penelitian dan pengembangan tenaga nuklir nasional menawarkan program pelatihan yang dibiayai oleh IAEA
International Atomic Energy Agency. Pelatihan tersebut dilakukan oleh National University Hospital di Singapura. Kemudian pihak RS Dr. Soetomo mengirimkan beberapa stafnya untuk
mengkuti program tersebut, bahkan dilanjutkan dengan pelatihan beberapa bulan di Batan untuk aplikasi sterilisasi biomaterial dengan teknik radiasi. Setelah itu, pada tahun 2000, Bank
Tulang RS Dr Soetomo berubah menjadi Pusat Biomaterial, sehingga yang diproses tidak hanya biomaterial tulang, tetapi berbagai biomaterial lainnya seperti kulit, tendon, jaringan
amnion, dan lain-lain.
Perkembangan teknologi biomaterial di RS Dr. Soetomo disatukan dengan penelitian teknologi sel di Unair untuk menghasilkan teknologi stem cell. Hasil kerja sama tersebut
membuahkan hasil pada tahun 2008, yaitu pertamakalinya dilakukan pengobatan dengan teknologi stem cell pada manusia di RS Dr. Soetomo. Keberhasilan tersebut diikuti oleh
aplikasi-aplikasi stem cell berikutnya. Sampai pada ditulisnya laporan ini, jumlah pasien yang berhasil diobati dengan teknologi stem cell di RS Dr. Soetomo sebanyak 18 pasien. Biaya yang
tinggi diakui masih menjadi penghambat dalam perkembangan aplikasi teknologi stem cell pada pasien.
Setelah berhasil melakukan aplikasi stem cell pada pasien pertama kali,pihak RS Dr. Soetomo terus melakukan pengembangan teknologi biomaterial. Hal tersebut dilakukan melalui
kerja sama dengan pihak-pihak internasional yang juga diikuti oleh peneliti dari Unair. Kerja sama teknologi biomaterial dilakukan dengan institusi yang kompetensinya telah diakui oleh
internasional, seperti Leeds University, Hiroshima University, serta institusi dari Malaysia dan Singapura.
71
4.1.3. Pengembangan Biomaterial di Batan
Batan merupakan lembaga penelitian dan pengembangan yang bertugas melakukan kajian dalam pemanfaatan nuklir untuk energi dan kepentingan manusia lainnya. Energi nuklir
merupakan sumber energi yang dianggap berbahaya, maka dalam aktivitasnya berada di bawah pengawasan badan internasional yaitu IAEA International Atomic Energy Agency.
IAEA juga aktif menjalankan beberapa program untuk peningkatan pemanfaatan energi nuklir untuk kehidupan manusia.
Sebelum tahun 1990, Batan mulai mengembangkan teknologi biomaterial untuk kesehatan dengan melakukan kajian bekerja sama dengan RS Cipto Mangunkusomo Jakarta
untuk pengujian amnion. Amnion merupakan pembungkus bayi yang berguna bagi penyembuhan luka. Sebelumnya, Batan memanfaatkan nuklir di bidang kesehatan lebih
banyak untuk sterilisasi alat-alat kesehatan.
Pada tahun 1990, terdapat program dari IAEA untuk pengembangan aplikasi radiasi untuk biomaterial. Dalam program tersebut terdapat program pelatihan yang dilaksanakan oleh
National University Hospital of Singapore. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan di dunia internasional dalam hal teknologi biomaterial untuk kesehatan. Hasil training yang
dilakukan melalui program IAEA kemudian disosialisasikan oleh Batan kepada beberapa rumah sakit di dalam negeri. Tidak semua rumah sakit menanggapi positif teknologi tersebut, karena
teknologi tersebut masih baru sehingga banyak pimpinan rumah sakit yang tidak berani mengambil resiko.
Dalam program training dari IAEA, Batan juga mengajak beberapa staf dari beberapa rumah sakit yang tertarik, kemudian diajak untuk menjalin kerja sama dalam pengembangan
biomaterial. Dari beberapa rumah sakit tersebut yang paling tertarik dalam pengembangan biomaterial adalah RS Dr. Soetomo. Selain dengan rumah sakit, Batan juga bekerja sama
dengan industri farmasi yaitu PT Kimia Farma Persero Tbk. dalam pengembangan biomaterial. Kerja sama tersebut terjalin pada sekitar tahun 2009.
4.1.4. Pengembangan Stem Cell Biomaterial di PT Kimia Farma Persero Tbk.
PT Kimia Farma Persero Tbk. mulai masuk pada bisnis biomaterial sekitar tahun 2008. Hal tersebut diawali dari berubahnya visi perusahaan untuk memproduksi produk-produk
bioteknologi yang dapat menguasai pasar. Kerja sama yang pertama dalam hal biomaterial dilakukan dengan RS Pertamina dalam pengembangan sel kulit untuk luka bakar. Dalam
pengembangan tersebut, PT Kimia Farma mendapatkan bantuan teknis dari Singapore General Hospital. Akan tetapi kerja sama dengan RS Pertamina tersebut terhambat dan
akhirnya berhenti. Pada saat yang sama PT Kimia Farma juga bekerja sama dengan RS Cipto Mangunkusumo RSCM Jakarta dalam pengembangan stem cell. Pada saat itu, RSCM
ditunjuk oleh pemerintah sebagai pusat pengembangan stem cell. Dalam kerja sama tersebut juga terlibat lembaga internasional yaitu CellSafe dari Malaysia untuk mengembangkan Bank
Sel di Indonesia.
Dalam pengembangan biomaterial, PT Kimia Farma terus mengembangkan jarigan kerja sama, salah satunya dengan Batan dalam produk radioisotof. Dalam hal teknologi stem
cell, walaupun pemerintah telah menetapkan RSCM sebagai pusat stem cell, tetapi perkembangannya lebih pesat di RS Dr Soetomo Surabaya, bahkan telah berhasil melakukan
aplikasi pada manusia. Oleh karena itu, pada tahun 2011 dijalin kerja sama antara PT Kimia Farma dengan RS Dr. Soetomo. Dalam kerja sama tersebut disepakati, bahwa PT Kimia Farma
menyediakan peralatan untuk scale up produksi biomaterial, karena sampai saat ini yang diproduksi oleh RS Dr Soetomo masih dalam skala laboratorium.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka latar belakang dan keterkaitan aktor pada terbentuknya kerja sama antara Unair, RS Dr. Soetomo, Batan, dan PT Kimia Farma dalam
pengembangan teknologi Stem Cell dapat digambarkan dalam Chronological Order seperti yang disajikan pada Gambar 4.
72
Staff Unair Selesai PhD di
bidang Stem Cell
1987 1988
Memperkenalkan dan mengembangkan penelitian Stem Cell di lingkungan Unair
2008 Isolasi dan
kultur stem cell pertama
kali
1990 2000
Unair
1990 2010
Batan
Mendirikan Bone Bank
Berubah menjadi
Pusat Biomaterial
Kajian aplikasi radioisotop untuk
sterilisasi alat kesehatan
Kajian aplikasi radioisotop untuk Biomaterial dan sosialisasi ke rumah sakit di Indonesia
Program dari International Atomic Energy Agency IAEA,
pengembangan radioisotop untuk biomaterial. Termasuk program
training dgn General Hospital of Singapore
Training Biomaterial di GHS
Program IAEA dengan BATAN
Mengembangkan kajian mengenai Biomaterial
Mulai Mengemba
ngkan aplikasi
biomaterial Terbentuk
kelompok penelitian
Stem Cell
Training aplikasi radiosotop pada
biomaterial di Batan
Melanjutkan kajian dan menjalin kerjasama dengan
rumah sakit Mengembang
kan aplikasi biomaterial
skala lab 2008
Aplikasi Stem Cell ke Manusia
pertamakali 2010
Kerjasama dengan
Melbourne University
untuk teknologi sel
2010 Kerjasama
dengan Hiroshima dan
Leeds, Singapura dan
Malaysia dalam pengembangan
Biomaterial 2013
18 pasien menggunapan
teknologi stem cell
2013
Kimia Farma 2011
Terjalin kesepakatan: kimia farma menyediakan peralatan
untuk memproduksi biomaterial, RS Soetomo menyediakan
ruangan Kimia Farma
memiliki visi untuk
mengembanga n biomaterial
Kerjasama dgn Pertamina tp
berhenti. Kemudian
dengan RSCM dan CellSafe Malaysia
membangun Bank Sel
2009 Batan
kerjasama dgn KF
Riset Amniom.
Uji amniom
dgn RSCM
1992 Pengembangan untuk
tulang kerjasama dgn Fatmawati tapi
penerapan pertamakali di RS Siaga Raya
Pejanten
RS Dr. Soetomo
Sumber: Dikonstruksi oleh Penulis Gambar 4 Chronological Order Kerja sama Pengembangan Stem Cell Antara Unair,
RS Dr.Soetomo, Batan, dan PT Kimia Farma 4.2.
Peran Tiap Aktor dalam Pengembangan Stem Cell Keberhasilan teknologi stem cell diaplikasikan di RS Dr. Soetomo merupakan hasil
kolaborasi dari berbagai aktor. Berdasarkan statusnya, aktor yang terlibat terdiri dari perguruan tinggi, lembaga litbang, dan industri. Sementara itu berdasarkan geografis, aktor yang terlibat
terdiri dari insititusi nasional dan internasional. Aktor-aktor yang terlibat memiliki peran yang berbeda sesuai dengan kompetensinya
Gambar 5. Unair merupakan aktor pelopor yang memperkenalkan teknologi stem cell dan meyakinkan pada aktor lain bahwa teknologi tersebut dapat dikuasai dan diaplikasikan di
Indonesia. Sebagai akademisi, Unair berperan dalam riset dasar di bidang teknologi sel dan biomaterial untuk stem cell. Selain itu, Unair juga berperan dalam hal sosialisasi dan edukasi
teknologi stem cell melalui pendidikan S3. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S3 di bawah bimbingan staf Unair berperan penting dalam peningkatan riset dasar stem cell di
unair.
Peran RS Dr Soetomo dalam pengembangan stem cell sangat penting karena berperan sebagai institusi yang mentransfomasikan hasil-hasil penelitian dasar dari Unair menjadi
teknologi yang dapat diaplikasikan. Proses transformasi tersebut bukan merupakan hal yang mudah dan sederhana, tetapi memerlukan kajian mendalam dan biaya yang cukup tinggi,
karena teknologi yang diaplikasikan termasuk teknologi tinggi. Selain itu, teknologi di bidang medis yang berhubungan langsung dengan manusia memiliki resiko yang cukup tinggi. Oleh
karena itu diperlukan keberanian dari pimpinan institusi untuk mendukung program tersebut.
Dalam aktivitasnya, peneliti Unair dan RS Dr Soetomo melakukan penelitian dan pengembangan secara bersama dengan membentuk kelompok penelitian stem cell. Walaupun
secara formal kelompok penelitian baru terbentuk tahun 2008, akan tetapi secara non formal kajian bersama stem cell telah dilakukan sebelum tahun 2000. RS Dr. Soetomo lebih berperan
dalam pengembangan biomaterial dan aplikasi uji klinis stem cell.
73
Less Entrepreneurial More Entrepreneurial
Teaching. Research
Entrepreneural.
Unair RS Dr
Soetomo
Batan PT Kmia
Farma
Pusat Riset Stem Cell
Penelitian dasar stem cell
dan biomaterial, serta
edukasi melalui pendidikan formal
S3 Pengembangan
biomaterial dan aplikasi stem cell
Sosialisasi dan edukasi aplikasi
radiasi untuk pengembangan
biomaterial Dukungan
peralatan untuk scale up produksi
biomaterial
Peningkatan kapasitas
Pen in
gka ta
n ka
p a
si ta
s
National University
Hospital Edukasi aplikasi
radiasi untuk pengembangan
biomaterial
R ise
t d
a n
Pe ng
e mba
n g
a n
IAEA Donor
Univ. di Jerman
Peningkatan kapasitas melalui
pendidikan formal di bidang stem cell
Melbour ne Univ.
Peningkatan kapasitas melalui
kolaborasi ilmiah di bidang teknologi sel
Hiroshima Univ.
Leeds Univ.
Malasyia Singapore
Pe n
in g
ka ta
n ka
p a
si ta
s
me la
lu i
ko la
b o
ra si
i lmi
a h
d i
b id
a n
g b
io ma
te ri
a l
CellShafe Malaysia
Peningkatan kapasitas di bidang
bank sel melalui kolaborasi bisnis
Keterangan: Aktor dalam negeri
Aktor luar negeri
Sumber: Dikonstruksi oleh Penulis Gambar 5 Peran Tiap Aktor dalam Pengembangan Teknologi Stem Cell
Batan merupakan lembaga penelitian dan pengembangan yang memiliki kompetensi berbeda dengan dengan dua aktor sebelumnya. Batan memiliki kompetensi dalam bidang
teknik radiasi tenaga nuklir untuk berbagai kepentingan yang salah satu aplikasinya adalah untuk biomaterial yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Dalam pengembangan stem cell
ini Batan berperan dalam sosialisasi dan edukasi aplikasi radiasi untuk biomaterial. Sosialisasi yang dilakukan pada berbagai rumah sakit di dalam negeri membuahkan hasil dengan
tertariknya RS Dr Soetomo untuk mengembangkan teknik tersebut. Batan juga berperan memfasilitasi staf RS Dr Soetomo untuk mendapatkan pelatihan dari National University
Hospital Singapore, yang dilanjutkan dengan pelatihan oleh institusi Batan sendiri. Peran pelatihan tersebut sangat penting bagi perkembangan teknologi biomaterial di RS Dr Soetomo,
yang mendukung aplikasi teknologi stem cell, karena dalam teknologi stem cell memerlukan biomaterial yang baik agar sel dapat tumbuh dengan efektif.
Perkembangan teknologi biomaterial dan stem cell di RS Dr Soetomo menimbulkan ketertarikan industri farmasi nasional. Salah satu industri farmasi yang tertarik adalah PT Kimia
Farma yang sebelumnya telah memiliki pengalaman kerja sama dalam hal biomaterial dan teknologi sel baik dengan rumah sakit dalam negeri lainnya, maupun dengan institusi
internasional. Dengan kapasitas yang telah dimiliki dan melihat perkembangan potensi pasar, PT Kimia Farma bersedia berperan dalam scale up produksi biomaterial untuk stem cell
scaffold. Saat ini produksi scaffold di RS Dr Soetomo masih terbatas pada skala lab sehingga dalam hal biaya tidak efisien. Dalam perencanaan ke depan, PT Kimia Farma akan
menyediakan peralatan produksi scaffold untuk digunakan oleh RS Dr Soetomo dalam skala besar.
Selain aktor dalam negeri yang berperan dalam pengembangan teknologi stem cell, aktor internasional juga memiliki peran yang sangat penting. Aktor-aktor internasional tersebut
berperan melalui kolaborasi ilmiah dengan aktor-aktor di Indonesia. Institusi internasional pertama yang beperan adalah perguruan tinggi tempat staf Unair menyelesaikan pendidikan
S3 di Jerman. Pendidikan formal dan penelitian akhir yang dilakukan menjadikan staf Unair memiliki kompetensi di bidang stem cell, yang kemudian kompetensi tersebut terus
dikembangkan di Indonesia.
74 Institusi internasional berikutnya yang memiliki peran cukup besar adalah IAEA dan
National University Hospital of Singapore yang berperan dalam capacity building peneliti Indonesia di bidang aplikasi radiasi untuk biomaterial. IAEA memfasilitasi dan memberi
dukungan dana serta menunjuk National University Hospital of Singapore sebagai trainer dalam program pelatihan pemanfaatan radiasi untuk biomaterial bagi institusi anggotanya, termasuk
Batan. Program dalam jangka waktu yang panjang tersebut tidak hanya meningkatkan kapasitas Batan, tetapi juga membuka kesempatan bagi institusi lain di Indonesia untuk
berpartisipasi dalam training. Hal tersebut berdampak pada menyebarnya ilmu aplikasi radiasi untuk biomaterial yang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh RS Dr Soetomo dan Unair dalam
pengembangan stem cell.
Pengembangan stem cell yang dilakukan oleh Unair dan RS Dr Soetomo tidak berhenti hanya sampai teknologi tersebut berhasil diaplikasikan pada manusia. Kedua aktor tersebut
terus melakukan pengembangan melalui kolaborasi ilmiah dengan insititusi internasional. Untuk teknologi sel, Unair bekerja sama dengan Melbounre University yang memiliki
kompetensi di bidang sel multifungsi. Kemudian untuk teknologi biomaterial, dilakukan kerja sama dengan institusi yang memiliki kapasitas di bidang itu, yaitu Hiroshima University, Leed
University, serta Institusi dari Malaysia dan Singapura. Kerja sama tersebut berperan dalam peningkatan teknologi dan kemampuan Unair dan RS Dr Soetomo dalam pengembangan stem
cell.
5. PEMBAHASAN
Kolaborasi antara empat aktor utama dalam pengembangan teknologi stem cell dan biomaterial di Indonesia, yaituUnair, RS Soetomo, Batan, dan PT Kimia Farma Persero Tbk.,
bukan merupakan kolaborasi yang dirancang dari awal oleh keempat aktor tersebut dengan tujuan tertentu. Akan tetapi kolaborasi yang terbentuk merupakan proses pengembangan
network dari setiap aktor yang terlibat dalam jangka waktu yang panjang. Setiap aktor memiliki network masing-masing yang pada akhirnya saling terkait untuk mendukung pengembangan
teknologi stem cell dan biomaterial.
Keterlibatan setiap aktor dalam kolaborasi pengembangan teknologi stem cell dan biomaterial didasarkan pada kompetensi yang dimiliki masing-masing aktor. Kompetensi
tersebut didapatkan dari kajian yang sebelumnya telah lama dilakukan serta hasil proses sharing knowledge dari kerja sama yang dilakukan oleh masing-masing aktor dengan berbagai
institusi baik nasional maupun internasional.
Unair sebagai lembaga perguruan tinggi telah berhasil meningkatkan perannya sebagai pendukung inovasi di industri medis, yang merupakan industri berbasis ilmu pengetahuan.
Inovasi tersebut dihasilkan dari riset dasar dalam kurun waktu yang panjang. Dalam penyampaian teknologi pada pengguna, Unair memilih strategi membentuk kelompok riset
bersama dengan RS Dr Soetomo. Riset bersama dengan menggunakan kerangka yang disusun Eun, et al. 2006 yang berada di tengah-tengah antara strategi hierarki atau
membentuk usaha sendiri dengan diserahkan sepenuhnya pada pasar. Pemilihan strategi tersebut dilakukan karena pengembangan dari hasil riset menjadi inovasi di industri medis
memerlukan waktu yang lama, biaya, dan resiko yang besar. Dengan keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh perguruan tinggi di negara berkembang, kerja sama dengan industri
merupakan strategi yang paling tepat dalam pengembangan produk inovasi di bidang medis.
RS Dr Soetomo sebagai industri pelayanan kesehatan, menyadari bahwa dalam perbaikan kualitas pelayanannya sangat tergantung pada iptek yang dihasilkan dari kegiatan
penelitian para akademisi. Oleh karena itu, disamping pekerjaan pelayanan kesehatan, dilakukan juga kerja sama dengan berbagai lembaga akademisi untuk meningkatkan teknologi
medis yang dikuasai. Dalam kebijakan pengembangan stem cell dan biomaterial diperlukan keberanian dalam menghadapi resiko, karena teknologi tersebut masih termasuk teknologi
baru. Oleh karena itu peran pimpinan sangat penting dalam proses ini.
75 Faktor lain yang menentukan keberhasilan pengembangan inovasi pada teknologi stem
cell dan biomaterial di Indonesia adalah integrasi multidisiplin ilmu. Selain kompetensi di bidang kesehatan, pengembangan stem cell, dan biomaterial juga memerlukan kompetensi
bioengineering. Oleh karena itu, Batan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut mengambil peran yang sangat penting.
Sementara itu, peran kolaborasi ilmiah internasional dalam pengembangan stem cell ini sangat menentukan dalam peningkatan kompetensi masing-masing aktor di Indonesia, dimana
kompetensi stem cell berawal dari riset dalam pendidikan formal S3 di Jerman oleh staf Unair. Kompetensi teknologi biomaterial yang dimiliki oleh Batan didapatkan dari pelatihan National
University Hospital of Singapore di bawah program IAEA. Kemudian Batan menjembatani RS Dr Soetomo untuk terlibat pada program tersebut, serta memberikan pelatihan sehingga RS Dr
Soetomo memliki kompetensi di bidang teknologi biomaterial. Pengembangan kompetensi juga terus dilakukan setelah teknologi stem cell berhasil diaplikasikan melalui kerja sama kelompok
riset stem cell dengan Melbourne University di bidang teknologi sel, serta kerja sama dengan Leed University, Hiroshima University, dan Malaysia dan Singapura untuk pengembangan
teknologi biomaterial. Sementara itu, industri farmasi PT Kimia Farma Persero Tbk. mendapatkan kompetensi stem cell dan biomaterial dari kerja sama bisnis dengan CellSafe
Malaysia
6. KESIMPULAN