Quadruple Helix Model: Model Sistem Inovasi Ideal Untuk Negara Berkembang

46

2.2 Hubungan Triple Helix Model dan Quadruple Helix Model

Beberapa ahli berargumen bahwa Quadruple Helix Model merupakan penyempurnaan dari Triple Helix Model. Arnkil 2010, Wallin 2010, dan Fuzi 2013 menyebutkan bahwa masyarakat atau “community” harus dimasukkan menjadi aktor baru dalam Triple Helix Model. Alasannya adalah bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam menentukan inovasi jenis apa yang harus dikembangkan atau diproduksi dalam sebuah sistem inovasi, terutama dalam skala nasional. Menurut Fuzi 2013, diadopsinya elemen masyarakat dalam sistem inovasi secara eksplisit akan menghasilkan suatu sistem inovasi yang berbasis demokrasi berkesinambungan yang terbentuk dari interaksi timbal balik dan saling mempengaruhi antara masyarakat dan aktor dominan penentu perkembangan inovasiteknologi pelaku bisnis, pemerintah, dan perguruan tinggipelaku litbang. Namun demikian, ada beberapa ahli yang tetap sepakat bahwa Triple Helix Model merupakan model yang masih ideal untuk menguraikan suatu sistem inovasi. Menurut Amaral 2010 dan Lydesdorff 2012, eksistensi masyarakat memang tidak bisa dikesampingkan, namun tidak harus menjadi aktor baru, tapi lebih cocok menjadi lembaga perantara intermendiate organzations yang harus mendorong kinerja dari tiga aktor dalam Triple Helix Model, yakni pemerintah, pelaku bisnis, dan perguruan tinggipelaku litbang. Pendapat ini dikeluarkan dengan alasan bahwa masyarakat bisa bersifat independen, tidak memiliki orientasi mencari keuntungan. Sehingga masyarakat dalam tataran ini diharapkan dapat menjadi perantara yang aktif dan netral dalam menyokong suatu sistem inovasi. Lebih jauh, Lydesdorff 2012 menambahkan bahwa masyarakat bisa juga terdiri dari merupakan gabungan dari pemerintah dan pihak pelaku bisnis, sehingga jika elemen ini disematkan sebagai aktor baru, maka akan terjadi tumpang-tindih pembagian tugas dalam suatu sistem inovasi.

2.3 Quadruple Helix Model: Model Sistem Inovasi Ideal Untuk Negara Berkembang

Pro dan kontra dengan adanya pengenalan Quadruple Helix Model memang telah banyak diulas. Beberapa ekonom menguraikan bahwa Triple Helix Model dan Quadruple Helix Model adalah model atau kerangka yang selalu bisa digunakan dalam menguraikan suatu sistem inovasi Arnkil,2010; Amral,2010; Lydesdorff,2012; dan Fuzi,2013. Namun demikian, pada konteks apa kedua model tersebut digunakan tentu harus ada syarat atau kondisi yang harus dipenuhi. Amaral 2010 dan Lydesdorff 2012 menjelaskan bahwa Triple Helix Model adalah suatu model yang lebih cocok untuk menggambarkan suatu sistem inovasi yang telah matang. Artinya bahwa sistem tersebut telah berada dalam suatu ekosistem ekonomi ataupun perkembangan teknologi yang telah mapan. Secara lebih gampang, Triple Helix Model lebih cocok digunakan untuk menguraikan sistem inovasi yang ada di negara maju,sebab: 1. Negara maju memiliki tiga aktor penentu inovasi inti yang kuat, yakni pemerintah yang memiliki kekuatan finansial dan komitmen besar untuk iptek, industri yang punya kapasitas teknologiinovasi yang tinggi, dan sektor perguruan tinggilembaga litbang yang produktif; 2. Masyarakat yang modern; yang bisa menjadi perantara aktif dan netral; yang bisa memperkuat jaringan ketiga aktor tersebut; 3 Masyarakat memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi, sehingga inovasi lebih banyak ditujukan untuk menguatkan sektor industri dan bukan untuk fokus pengentasan kemiskinan, sehingga masyarakat tidak perlu secara eksplisit disematkan sebagai salah satu aktor penting dalam Triple Helix Model Lydesdorff,2012. Di sisi lain, Quadruple Helix Model adalah suatu model ideal untuk menguraikan sistem inovasi yang lebih membutuhkan peran aktif masyarakat. Artinya bahwa dalam model ini, inovasi teknologi yang dihasilkan dari suatu sistem inovasi lebih berorientasi kepada masyarakat atau pengguna Arnkil,2010. Arti lainnya adalah Quadruple Helix Model 47 menerangkan bahwa kuat atau lemahnya suatu sistem inovasi, bisa saja sangat tergantung pada satu aktor, yakni masyarakat community. Selanjutnya, model ini menerangkan bahwa masyarakat bukan saja sebagai perantara antara pemerintah, akademisi dan pelaku bisnis, tapi masyarakat juga bisa sebagai pencipta ide, inovasi, pengetahuan atau teknologi yang bisa berbasis pada pengalaman, kebutuhan, budaya atau kearifan lokal mereka Fuzi,2013. Menurut Arnkil 2010, Fuzi 2013 dan Aiman 2013, Quadruple Helix Model adalah sebuah model untuk sistem inovasi yang sangat ideal untuk bisa diterapkan di berbagai level untuk membantu negara berkembang, terutama untuk menanggulangi isu kemiskinan dengan teknologiinovasi. Hal ini dikarenakan beberapa sebab: 1. Pendekatan Quadruple Helix dapat mengakomodir peran penting masyarakat sebagai pengguna teknologi sekaligus sebagai yang paling tau tentang teknologiinovasi apa yang bisa dikembangkan untuk membantu mereka; 2. Pendekatan Quadruple Helix juga menempatkan masyarakat sebagai aktor penghasil teknologi, terutama berdasarkan pengetahuan tradisional ataupun kearifan lokal; 3. Pendekatan Quadruple Helix merupakan jembatan antara masyarakat miskin dengan pelaku dominan untuk pengembangan teknologi yakni pemerintah, pelaku bisnis, dan pelaku litbangperguruan tinggi; hal ini memungkinkan terjadinya pengurangan gap atau kesenjangan di antara mereka Arnkil, 2010 dan Fuzi,2013. Lebih jauh, beberapa pakar ekonomi berargumen bahwa Quadruple Helix Model sangat sesuai untuk mendorong lahirnya inovasi level akar rumput atau grassroot innovation. Pendekatan Quadruple Helix Model memberi kesempatan, terutama bagi masyarakat untuk mengetahui permasalahan sekaligus sebagai pencetus ide lahirnya inovasi. Sebagai contoh adalah pada proyek atau program pengentasan kemiskinan di berbagai wilayah berbeda di negara berkembang. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab: - Berbagai wilayah miskin di suatu negara berkembang memiliki masalah dan solusi teknologi yang berbeda untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat-nya. Quadruple Helix Model memberi peluang antar berbagai aktor, terutama masyarakat itu sendiri untuk secara aktif berkomunikasi dan kemudian melahirkan inovasi yang spesifik sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut Aiman,2013. - Quadruple Helix Model terlebih dahulu menfasilitasi terbentuknya suatu sistem inovasi dari skala kecil lokal Arnkil,2010. Jika berhasil, maka sistem-sistem inovasi lokal tersebut dapat dirangkum dalam suatu sistem inovasi nasional yang bersifat agregat. Sistem inovasi agregat ini kemudian menjadi dasar dari lahirnya suatu kebijakan teknologi yang demokratis atau pro dengan kesejahteraan rakyat. - Selama ini, banyak negara berkembang termasuk Indonesia, telah banyak mengeluarkan produk kebijakan penguatan sistem inovasi yang bersifat top-down. Kelemahan kebijakan ini adalah, bahwa banyak pemerintah negara berkembang telah gagal melahirkan program- program yang efektif dan efisien untuk pengentasan kemiskinan dengan teknologi Aiman,2013. Hal ini karena kebijakan tersebut bersifat sangat umum, tidak bersifat praktikal, dan tidak berdasar kebutuhan ataupun ide dari masyarakat langsung.

3. METODE PENELITIAN