Pemanfaatan Sampah Menjadi Energi di Tingkat Rumah Tangga

178 pada masyarakat di ketiga desa ini tentang pengelolaan dan pemanfaatan sampah, baik organik maupun anorganik yang dapat menambah penghasilan keluarga. Lokasi kedua adalah Desa Cibodas, Kampung Areng, Kecamatan Lembang, Bandung Barat. Desa Cibodas adalah salah satu desa yang banyak dihuni oleh para peternak sapi. Desa ini merupakan tempat pembuatan digester biogas dari program Hivos yang terbesar di Jawa Barat yaitu sebanyak 25 buah digester dalam tahun 2010-2011. Program Hivos di Jawa Barat sendiri dimulai tahun 2010. Jumlah seluruh digester Hivos yang telah digunakan di Jawa Barat sebanyak 248 digester dan dalam proses pengerjaan 61 digester data tahun 2011 dari Hivos. Program Hivos masuk ke Kecamatan Lembang pada tahun 2010. Rata-rata pemilik biogas adalah peternak yang memiliki minimal 4 ekor sapi perah. Lokasi ketiga adalah Desa Wonosari, Kecamatan Tutur, Nongko Jajar, Kabupaten Pasuruan, Jawa Tmur, merupakan desa peternak sapi perah. Tahun 2011, tercatat jumlah peternak di desa ini sebanyak 7.490 orang. Sedangkan populasi sapi di kecamatan ini berjumlah 17.429 ekor dengan jumlah produksi susu sapi sekitar 72.000 liter per hari. Jumlah kotoran sapi rata-rata per hari sebanyak kurang lebih 350.000 kg. Sapi di daerah ini diberi pakan pelet dan pakan hijau berupa rumput Setia berasal dari Thailand. Menurut peternak, sapi yang mengkonsumsi rumput Setia menghasilkan kualitas dan kuantitas susu segar lebih baik dan lebih banyak, demikian juga dengan kotorannya. Peternak di desa ini rata-rata menjadi anggota Koperasi Setia Kawan. Daerah ini merupakan daerah yang telah memanfaatkan limbah sapi untuk energi berupa biogas rumah. Program Hivos untuk pembangunan biogas sudah diperkenalkan di desa ini sejak tahun 2010. Sampai September 2011 telah berhasil dibangun 670 digester biogas dengan subsidi Hivos dan kredit dari Bank Syariah Mandiri. Lokasi keempat adalah Desa Pendua, Kecamatan Kahayang, Kabupaten Lombok Utara. Mayoritas penduduk di desa ini adalah peternak sapi. Desa ini telah memanfaatkan limbah ternak sapi untuk biogas sejak tahun 2009. Dengan program Biogas Rumah dari Hivos, saat ini telah berdiri 140 unit digester biogas di Desa Pendua. Masyarakat di Desa Pendua banyak yang memelihara sapi atau melakukan sistem bagi hasil dengan pemilik sapi. Selain desa dengan digester biogas terbanyak, Pendua juga sudah mempunyai 18 orang tukang pembuat digester yang bersertifikat Hivos. Pembangunan digester biogas saat ini didukung dengan proyek dari Pemerintah Daerah Lombok Utara melalui Dana Alokasi Khusus DAK tahun 2013, dengan besaran dana untuk setiap digester Rp. 3 juta. Pembangunan digester biogas untuk masyarakat pemilik sapi ini merupakan kerja sama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur dengan Hivos. Hivos menyediakan dukungan dana Rp. 2 juta untuk setiap digester. Masyarakat pada umumnya menyediakan bahan-bahan lokal dan tenaga kerja. Lokasi kelima adalah Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat desa menggunakan tungku tradisionil dari tanah dengan bahan bakar ranting pohon, kayu yang diambil dari kebun sekitar. Tungku tradisional yang digunakan banyak menghasilkan asap yang merugikan kesehatan penggunanya yaitu kaum ibu dan anak-anak perempuan. Tungku di desa ini juga digunakan untuk membuat gula merah, karena desa ini juga merupakan penghasil gula merah dari nira kelapa dan sejak tahun 2009, tungku di desa ini telah digunakan untuk menghasilkan gula semut. Inovasi yang diadopsi desa ini melalui sebuah LSM Yayasan Dian Desa adalah inovasi tungku dengan bahan baku pellet kayu atau wood chips. Tungku yang lebih efisien dan efektif akhirnya digunakan oleh desa ini.

4.2 Pemanfaatan Sampah Menjadi Energi di Tingkat Rumah Tangga

Pemanfaatan sampah menjadi energi di tingkat rumah tangga harus dimulai dengan perlakuan awal sampah yaitu menerapkan kegiatan pemilahan sampah. Masyarakat di negara 179 maju, terutama di tingkat rumah tangga sudah melakukan pemilahan sampah seperti gelas, kertas, logam, plastik, dan sampah organik, sehingga sampah yang diangkut ke TPA sudah sangat berkurang, karena bahan-bahan yang bisa didaur ulang bisa langsung dibawa ke tempat pemrosesan. Di Indonesia, kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga bukan merupakan kegiatan yang umum. Pemilahan sampah merupakan kegiatan orang-orang yang bekerja di sektor informal yang mengumpulkan bahan-bahan bekas untuk didaur ulang atau dijual. Mereka yang melakukan kegiatan ini lazim disebut dengan pemulung. Pemilahan sampah ini pada umumnya dilakukan di Tempat Pembuangan Sementara TPS ataupun Tempat Pembuangan Akhir TPA. Pemulung juga berusaha mencari-cari barang yang bisa didaur ulang sejak di tempat sampah di rumah-rumah warga. Barang-barang yang dikumpulkan pemulung ini kemudian dijual pada pengepul, dan selanjutnya pengepul menjual dalam partai besar ke perusahaan pengolah masing-masing jenis sampah. Industri yang melakukan daur ulang ini sesuangguhnya membuka lapangan kerja yang besar. Namun, karena lapangan kerja ini sebagian besar merupakan sektor informal, maka tenaga kerja yang terlibat pada umumnya tidak tercatat secara resmi. Pemanfaatan sampah sebagai sumber energi di tingkat rumah tangga belum maksimal dibandingkan dengan pemanfaatan limbah ternak. Pemanfaatan sampah menjadi energi biogas, dimana sampah organik diolah dengan teknologi digester untuk mendapatkan energi gas bio, belum banyak dilakukan. Padahal pemanfaatan gas bio antara lain dapat digunakan untuk district heating, energi listrik, dan kompor untuk memasak. Sebanyak 44 kepala keluarga KK di Desa Ardirejo, Kecamatan Dau; Desa Talangagung, Kecamatan Kepanjen, Kabulaten Malang, telah memanfaatkan teknologi biogas berbahan baku sampah organik di tingkat rumah tangga. Biogas yang dihasilkan digunakan untuk memasak. Meskipun cara ini belum sepopuler biogas dari limbah ternak, namun masyarakat di desa ini terus memanfaatkan sampah organik yang dihasilkan rumah tangga untuk memproduksi biogas. Dengan biogas ini mereka diuntungkan karena tidak membeli gas atau bahan bakar komersial lainnya, dan sekaligus mengurangi sampah di tingkat rumah tangga. Dalam satu bulan, mereka yang menggunakan biogas dari sampah organik ini dapat menghemat sekitar 1-2 tabung gas LPG 3 kg. Bahan untuk membuat biogas ini dibuat dengan menggunakan sedikitnya empat drum plastik besar. Di Kabupaten Malang umum disebut dengan teknologi Multi Drum. Dimana empat drum plastik besar memuat bahan baku biogas dan gas yang dihasilkan disimpan dalam plastik besar di bagian atas drum untuk dialirkan ke kompor. Cara membuat biogas dari sampah dan dari kotoranlimbah ternak memiliki teknik yang hampir sama, yang membedakan hanya bahan baku dan sedikit perlakuannya. Limbah ternak dicampur dengan air, sedangkan sampah organik dicacah terlebih dahulu sebelum dicampur dengan air. Gambar 2 di bawah ini memperlihatkan teknologi Multi Drum tersebut. 180 Sumber : Hozairi 2012 Gambar2 Model Biogas Skala Rumah Tangga dari Tong Plastik Untuk penduduk sekitar TPA Talangagung, Kepanjen, Kabupaten Malang, memanfaatkan biogas yang dialirkan dari TPA Kepanjen. Gas metan yang dihasilkan oleh TPA dialirkan kerumah-rumah warga sekitar TPA untuk keperluan energi memasak. Pemberian gas bio ini dilakukan sebagai bagian dari kompensasi masyarakat mendapatan dampak bau dan sebagainya atas keberadaan TPA di lokasi tersebut.

4.3 Pemanfaatan Limbah Ternak Menjadi Biogas di Tingkat Rumah Tangga