154 hasil invensi oleh inventor dapat mempengaruhi suplay dengan terciptanya lapangan pekerjaan
dan pergerakan fiskal, yang akhirnya bermuara kepada peningkatan PDRB dan PDB Nasional. Namun, jika hasil-hasil invensi oleh inventor tidak dapat diproduksi dan dipasarkan, maka
inventasi yang dikeluarkan oleh negara yang telah dikucurkan kepada peneliti melalui APBD dan APBN dengan tujuan untuk menghasilkan temuan-temuan yang dihasilkan oleh peneliti
dapat mengakibatkan investasi tersebut menjadi tidak produktif dan belum dapat menjadi stimulus ekonomi yang terus bergulir. Untuk itu, diperlukan kesadaran kolektif oleh para
inventor akan pentingya mengetahui kebutuhan masyarakat secara lebih dini sehingga hasil- hasil invensi tersebut benar-benar dibutuhkan masyarakat dan pasar dalam rangka memacu
roda perekonomian negara, seperti yang dilakukan negara-negara maju lainya.
Definisi Paten
Definisi dari paten itu sendiri adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Apa yang dimaksud dengan Hak disini adalah hak untuk:
melaksanakan sendiri secara komersial, memberikan persetujuan kepada pihak lain, melarang pihak lain tanpa persetujuannya, membuat, menggunakan, menjual, menyewakan,
menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau disewakan, mengimpor, mengekspor atau menggunakan proses produksi untuk membuat barang dan tindakan lainnya.
Adapun manfaat perlindungan invensi dengan sistem paten dalam rangka untuk mencegah pihak lain mengeksploitasi potensi ekonomi dari hasil Research Development R
D, mencegah pihak lain melakukan pengembangan hasil RD tanpa izin lisensi, atau tanpa mengikutsertakan pihak yang pertama kali menghasilkan suatu teknologi, mencegah pihak lain
lebih dulu mematenkan hasil RD sehingga bebas melakukan penggunaan atau pengembangan terhadap teknologiinvensi itu tanpa mendapat hambatan dari pihak lain,
menjadi sarana iklan yang bersifat global dan meningkatkan prestise atau nilai jual pihak penghasil teknologi karena memiliki banyak paten.Karya Intelektual merupakan hak-hak alami,
berdasarkan ketentuan pasal 27 2 tentang Deklarasi Hak Asasi Manusia sedunia, yang menyebutkan bahwa
“Setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan untuk kepentingan moral dan materi yang diperoleh dari ciptaan ilmiah, kesusasteraan atau artistik
dalam hal dia sebagai pencipta”. Sementara itu, perlindungan Reputasi, perlindungan Karya Intelektual merupakan wujud dari perlindungan reputasi perusaahaan dari pihak lain yang
menggunakan karya Intelektual yang dimiliki secara tanpa hakijin. Melalui dorongan dan imbalan dari Inovasi dan Penciptaan, HKI merupakan bentuk kompensasi dan dorongan bagi
orang untuk mencipta, hal ini dapat menguntungkan masyarakat dalam jangka panjang.
Fakta di lapangan memperlihatkan hasil-hasil penelitian dan pengembangan baik di Litbang kementerianlembaga pemerintah non kementerian, balitbang provinsi, perguruan
tinggi masih belum menggembirakan, walaupun segala upaya telah dilakukan. Potret dari 3.185 perguruan tinggi seluruh Indonesia baik perguruan tinggi negeri dan swasta, walaupaun
inventornya telah mencapai 990 dalam kurun waktu 2010-2012. Hasil-hasil para penemu tersebut belum dapat dipatenkan dan diproduksi pada skala industri sehingga dapat menunjang
perekonomian.
3. HASIL Marketing Strategik dalam Rangka Peningkatan Perolehan HKI
Pada umumnya, hasil-hasil penemuan anak bangsa yang tersebar di perguruan tinggi, lembaga litbang kementerian, LPNK dan balitbang provinsi dapat segera di proses patennya.
155 Selanjutnya hasil invensi tersebut dapat pula diproduksi untuk dipasarkan dan diharapkan
mampu bersaing di lingkup lokal, regional dan global, sehingga menjadi komoditi ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan nasional. Dalam kenyataannya,
sering dijumpai keluhan inventor yang terhambat dalam memproduksi hasil temuannya. Inventor menjadi galau dan bertanya-tanya bagaimana upaya memproduksi dan memasarkan
hasil temuannya tersebut? Agar lebih memahami arti pemasaran menurut Kotler dan Amstrong 2000, pemasaran adalah proses sosial dan manajerial yang dilakukan oleh individu ataupun
kelompok dalam memperoleh kebutuhan dan keinginan mereka, dengan cara membuat dan mempertahankan produk dan nilai dengan pihak lain.
Sementara dalam lingkup global, marketing strategik terkait HKI ada dua kutub dalam sistem kolaborasi HKI yang menjadi refensi, yaitu dengan mengacu kepada model Stanford
University. Model Stanford menyatakan antara penelitiperguruan tinggi dan sektor industri memiliki matcherpenghubung yang bertugas memberitahukan kepada lingkungan peneliti
tentang industri apa saja yang dibutuhkan di kalangan industri saat itu dan sebaliknya memberitahunkan kepada kalangan industri invensi apa saja yang dapat diindustrikan oleh
kalangan industri. Model Texas menyatakan bahwa kalangan penelitiperguruan tinggi dibiarkan sesuai idealisme akademisnya untuk meriset apa saja, baik yang dapat di industrikan
maupun yang masih skala studi awal untuk menciptakan ilmu pengetahuan baru. Dua pendekatan ini diacu oleh negara-negara berkembang di belahan benua Amerika Latin, seperti
di Brasil dan Chile dengan tegas mengacu Model Stanford yang memiliki lembaga khusus sebagai matcher penghubung antara dunia peneliti dan dunia industri untuk mengkomersilkan
hasil-hasil invensi yang telah mendapat perlindungan paten. Pada negara-negara maju seperti Jepang dan Eropa Barat tidak secara tegas menganut model tersebut tetapi umumnya lebih
dari 75 para peneliti bekerja sebagai inventor yang invensinya dilaksanakan oleh pihak swastaindustri. Melalui marketing strategik inilah perolehan HKI dapat terus ditingkatkan,
Indonesia dapat mengacu keduanya atau membuat model sendiri ala Indonesia dengan aturan dan reguasi yang jelas. Marketing yang dilakukan oleh presiden Obama dengan meminta
komitmen pejabat-pejabat Gedung Putih agar proses pendaftaran paten yang lebih cepat, mengurangi waktu tunggu hampir 700 ribu permintaan, sehingga upaya ini dapat mempercepat
penciptaan lapangan kerja baru. Marketing Strategi lainnya yang menjadi komitmen Obama adalah mengupayakan Kantor Hak Paten Amerika unutk membuka kantor cabang di seluruh
Amerika dan menambah 2.000 pemeriksa paten dalam tahun fiskal tahun 2013 ini.
Potret HKI di KementerianLembaga, Balitbangda dan Lemlit Perguruan Tinggi
Potret paten dari berbagai lembaga litbang di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan terutama bila dikaitkan dengan perolehan paten dalam menunjang perekonomian negara.
Sementara di negara maju perolehan paten merupakan sumber pendapatan negara yang terebesar, misal di Amerika, Jepang, dan Korea dari perolehan paten dapat meningkatan
pertumbuhan ekonomi. Sementara potret paten di Idonesiabelum mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam 23 tahun terakhir, frekuensi pengajuan paten di Indonesia yang hanya 419
buah. Padahal di negara lain seperti Jepang dan India, pengajuan pendaftaran paten mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahunnya. Di Jepang pendaftaran paten mencapai
370.000 per tahun. Sedangkan di India pengajuan pendaftaran mencapai 17.000 per tahun. Sementara, negara lain seperti China juga mengalami peningkaan yang cukup signifkan dalam
jumlah pemohon patan.
Jumlah permohonan paten dari China melalui The World Intellectual Propert Organization WIPO dalam 5 tahun terakhir terus meningkat, mengindikasikan banyak temuan
baru dari negara tersebut. Menurut data WIPO, pada 2007, paten melalui WIPO baru tercatat 5.461, setahun kemudian meningkat menjadi 6.128, sedangkan tahun 2009, sampai
156 September sudah mencapai 5.447 paten, data tersebut dapat dilihat secara jelas seperti yang
tertera pada tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Permohonan Paten diIndonesia
Tahun PCT
NON PCT Dalam
Negeri Luar Negeri
Dalam Negeri
Luar Negeri
2001 4
2901 208
813 2002
6 2976
228 633
2003 2920
201 479
2004 1
2989 226
452 2005
1 2536
234 533
2006 6
3805 282
519 2007
5 4357
279 493
2008 11
4278 375
469 2009
24 3761
413 342
2010 19
4721 497
401 Jumlah
77 35851
3195 28605
Sumber: Dirjen HKI, 2011
Menurut data Dirjen HKI Hak Kekayaan Intelektual selama 10 tahun belakangan ini rata-rata persetujuan paten Patent Cooperation Treaty PCT dan Non-PCT oleh peneliti
Indonesia dibanding seluruh paten yang telah dikeluarkan angkanya baru mencapai 3,5 jumlah dari sekitar 2000 persetujuan paten per tahun. Mayoritas pemilik paten selebihnya yang
96,5 berasal dari negara-negara asing, terutama negara industri maju seperti; Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Perancis, Swiss, Taiwan, dst.
Prestasi yang tergolong tinggi yakni tahun 1999 yakni ketika dari sejumlah total 739 paten adalah 88 atau 11 yang didapat kalangan peneliti nasional. Setahun sebelumnya angkanya
203 dari 1987 atau baru sekitar 10.
Sementara itu, pengelolaan HKI di perguruan tinggi dan lembaga litbang masih kurang optimal. Hal ini terlihat dari kecilnya jumlah pengajuan paten terhadap karya-karya penelitian
mahasiswa maupun para dosen. Sejak periode tahun 1985 hingga tahun 2007, penetapan Hak atas Kekayaan Intelektual atau HKI di seluruh perguruan tinggi Indonesia hanya 419 buah.
Padahal Indonesia memiliki sekitar 3.185 perguruan tinggi yang potensial menghasilkan hasil karya penelitian.
Intervensi Kebijakan dalam kaitannya dengan perolehan Paten
Pasca pemberlakuan UU No.18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dimana pada pasal 13 ayat
3 menyatakan: “Dalam meningkatkan pengelolaan kekayaan intelektual, perguruan tinggi dan
lembaga litbang wajib mengusahakan pembentukan sentra HKI sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya”. Tindak lanjut berupa kegiatan yang dijalankan dalam megimplementasikan
pasal 13 ini, Kementerian Riset dan Teknologi telah meluncurkan program pembentukan sentra
157 HKI sejak tahun 2010. Adapun tujuan program insentif pembentukan sentra HKI meliputi: i
meningkatkan perolehan Hak Paten dan Kepemilikan HKI Produk Teknologi dan Produk Kreatif; ii meningkatkan minat peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian dan
pengembangan berpotensi HKI; iii mendorong tumbuhnya industri nasional berbasis HKI; iv meningkatkan pemahaman peneliti terhadap pentingnya HKI dalam kaitannya dengan kegiatan
penelitian dan pengembangan. Adapun jumlah sentra HKI yang telah terbentuk yang dibiayai oleh program insentif Sentra HKI oleh Kementerian Riset dan Teknologi, seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Insentif HKI Kementerian Riset dan Teknologi terkait HKI th 2010-2012
KEGIATAN TAHUN
2010 2011
2012 USULAN
PENERIMA USULAN
PENERIMA USULAN
PENERIMA
INSENTIF RAIH HKI 18
12 33
15 40
15
INSENTIF PEMBENTUKAN
SENTRA HKI
4 4
15 10
15 10
INSENTIF PENGUATAN
SENTRA HKI
5 5
10 6
10 5
Sumber: Data Asdep HKI Kemenristek, 2012.
Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi baru mampu memberikan insentif kepada 24 sentra HKI dalam kurun waktu 2010-2012, dimana sebagian besar insentif tersebut
diterima oleh pergurun tinggi, baik pada perguruan tinggi negeri dan swasta. Sementara jumlah perguruan tinggi baik berupa universitas, sekolah tinggi, institut, politeknik dan akadmi yang di
miliki Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai tahun 2012 berjumlah 3.185. Semestinya Kemendikbud yang memiliki anggaran cukup besar dapat dirangkul untuk
memberikan insentif serupa kepada seluruh perguruan tinggi agar mau dan wajib membuat sentra HKI di masing-masing kampus. Jika usulan ini dapat dijalankan, maka merupakan upaya
strategis dan diharapkan dapat memberi stimulus terhadap percepatan perolehan HKI oleh lembaga litbang di Indonesia. Sentra HKI di perguruan tinggi merupakan elemen penting untuk
menjadi
“agent of change” dalam upaya percepatan perolehan HKI di perguruan tinggi. Sementara ini potret lembaga yang telah mendapatkan insentif Sentra HKI baru mencapai 24
institusi, seperti pada tabel 3, sebagai berikut:
158
Tabel 3 Total Insentif dari kementerian Riset dan Teknologi tahun 2010-2012
No Tahun 2010
No Tahun 2011
No Tahun 2012
1. Unit Pelaksana Teknis
Sentra Hak Kekayaan Intelektual, Sekolah
TinggiTeknologi Ronggolawe Cepu
1. Sentra HKI Samudra Passe,
Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Aceh
1. Sentra HKI Al-Muslim,
Universitas Al-uslim Aceh
2. Sentra HKI Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat UNNES, Universitas
Negeri Semarang 2. Sentra HKI Lotus Balitbang
Provinsi Sumatera Utara 2. Sentra Pengelola HKI SP-HKI
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer
STMIK AMIK RIAU
3. Sentra HKI Universitas 17
Agustus 1945 Banyuwangi
3. Sentra HKI Universitas
Bandar Lampung 3.
Lembaga Pusat Pendaftaran LPP HKI Universitas
Pembangunan Panca Budi Medan
4. Sentra HKI Universitas
Muhammadiyah Surabaya
4. Sentra HKI UNTAR,
Universitas Taruma Negara Jakarta
4. Sentra Hak Kekayaan Intelektual
HKI, Universitas Ahmad Dahlan
5. Sentra HKI Universitas
Muhammadiyah Jakarta 5.
Sentra HKI Universitas Trunojoyo Madura
6. Balai Pelayanan Bisnis dan
Pengelolaan Kekayaan Intelektual, Dinas
Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Provinsi
DIY 6.
Sentra HKI Balai Besar Bahan dan Barang, Teknik Sentra HKI-B4T
7. Sentra HKI Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta 7.
Sentra MAHAKI Kota Magelang, Kantor Penelitian Pengembangan
dan Statistik, Pemerintah Kota Magelang
8. Janaristek, Universitas
Janabadra Yogyakarta 8.
Sentra HKI Hang Tuah, Universitas Hang Tuah Surabaya
9. Sentra HKI Kristen Petra,
Universitas Kristen Petra Surabaya
9. Sentra HKI Universitas
Muhammadiyah Jember 10 Pusat HKI Universitas
Tanjungpura Pontianak 10 Pasca Sarjana Institut Teknologi
Nasional Malang
Sumber: Buku Saku Kementerian Ristek, 2012.
Kondisi Ke Depan The Way Forward
Konsep dari pemasaran strategis adalah kebutuhan. Kebutuhan secara psikologis adalah perasaan kekurangan. Seseorang merasa butuh hasil-hasil inventor karena masyarakat
atau individu tersebut merasa kekurangan terhadap hasil-hasil inventor yang terbaru. Bahkan Abraham Maslow, menjelaskan bahwa kebutuhan memilki lima tingkatan. Mulai dari yang
rendah sampai yang tinggi, kebutuhan tersebut meliputi: kebutuhan fisiologi, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan terhadap penghargaan atau kebanggaan dan
kebutuhan unutk mengaktualisasikan atau mengekpresikan diri. Inventor yang terus mengasah
159 imaginasi untuk mencipta dan mencipta patut merefleksi diri apakah hasil-hasil temuan tersebut
telah berbasis kebutuhan individu, masyarakat, industri, dan pasar. Sehingga hasil-hasil invensi ini dapat menjadi produk komoditi memiliki nilai komersialisasi dan dapat dibeli oleh konsumen
yang memang membutuhkannya.
Para inventor perlu lebih jeli dan mengetahui apa kebutuhan masyarakat, sehingga ide- ide yang akan diteliti dan akhirnya menghasilkan HKI wajib mengetahui kebutuhan masyarakat.
Beberapa upaya yang perlu dilakukan oleh para candidat inventor antara lain: i reaktif segera ingin berubah dan siap untuk berubah, ii akomodatif mengubah secara perlahan-lahan dan
mengetahui dengan jelas perubahan yang terjadi di pasar, sehingga bisa di antisipasi, iii proaktif mengubah secara teratur dan terencana, terkaiat perubahan di masyarakat, dan iv
interaktif menyesuaikan diri dan proaktif terkait demand masyarakat ke depan, produk-produk apa yang dibutukan masyarakatpasar. Upaya penciptaan invensi dapat muncul kapan saja,
dimana saja. Para kandidat inventor harus jeli dan mampu memanfaatkan waktu yang terus berjalan dimana para pesaing terus produktif dengan temuan-temuan baru mereka baik
terutama pada menyangkut hak cipta terdiri atas: seni, sastra ilmu pengetahuan, seni lukis, puisi, produser rekaman suara, lembaga penyiaran baik televisi dan radio. Paten meliputi:
invensi teknologi dari hulu ke hilir; Merek meliputi: simbol dagang barang dan jasa; Desain Industri meliputi: penampilan produk; Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu meliputi: desain tata
letak rangkaian Information dan Communication; dan Rahasia Dagang antara lain: informasi rahasia yang bernilai ekonomi.
Hambatan
Para peneliti yang tersebar di Lembaga Litbang KementerianLembaga dan Perguruan Tinggi, setelah menjadi inventor masih menghadapi berbagai kendala menyangkut berbagai
upaya sistematis dalam rangka memproduksi hasil-hasil invensi mereka. Menurut Rachbini 2013 bagaimana menjadikan hasil invensi menjadi produk yang dapat dikomersialisasikan
dan mempunyai nilai ekonomi, Para inventor seharusnya bisa menjadikan invensi-invensi yang dihasilkan seperti produk
“warung tegal” yang ada dimana-mana dan produknya invensi tersebut dapat dipasarkan menyebar masif seperti “warung tegal” yang ada dimana saja.
Sebenarnya kita memiliki badan seperti Busines Innovation Center BIC yang berfungsi menjadi penghubung atau jembatan terkait hasil-hasil inventor, namun upaya BIC ini perlu terus
dikedepankan dan mendapatkan dukungan semua pihak.
Minimnya dukungan anggaran lembaga litbang juga menjadi kendala minimnya HKI yang dilahirkan oleh peneliti baik di lembaga litbang Kementerian, LPNK, Balitbangda, dan
Lemlit Perguruan Tinggi. Walaupun sudah banyak hasil-hasil inventor, seperti data di Dirjen Dikti yang hampir mencapai 1.000 invensi karya perguruan tinggi yang tersebar, namun belum
dapat ditingkatkan statusnya menajadi skala industi yang dapat meningkatkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Balitbang Provinsi anggarannya masih sebatas untuk penelitian
kebijakan pemerintah daerah, Anggaran Litbang Kementerian-pun belum begitu menggembirakan angkanya masih minim sekali, kecuali pada Kementerian Pertanian untuk 5
tahun terakhir yang telah mencapai lebih dari 7 dari pagu anggaran Kementerian Pertanian. Sementara kementerian lainnya masih di bawah satu persen dari pagu anggaran masing-
masing kementerian. Pada perguruan tinggipun demikian, walaupun dalam UU perguruan tinggi telah dimandatkan untuk mengalokasikan anggaran penelitian sebesar 30 namun pada
kenyataanya potret dari beberapa universitas besar seperti UI, ITB, UGM, UNAIR anggaran peneltian di masing-masing lembaga litbang tersebut masih di bawah 10 persen dari pagu
anggaran Universitas.
160 Kebijakan dalam memberikan royalti bagi peneliti dari lembaga litbang pemerintah
belum memiliki regulasi yang seragam. Masing-masing instansi membuat regulasi sendiri untuk dapat memberikan penghargaan kepada inventor. Misal di LIPI, BPPT, Kementerian Pertanian,
dan Kementerian Pekerjaan Umum memberikan royalti kepada inventor di institusi masih berbeda-beda. Sebagai best practice yang dapat dijadikan sebagai rujukan bersama, misal
royalti di perusahaan internasional SUN Microsystem-Stanford University-outsource devisa America: 75 dari royalti, 25 export tangible product Texas Instrument-US 500 milion
royaltyann. PT RIEKN di Jepang memberikan royalti bagi inventor sebesar 50, Semenatra kebijakan Royalti dalam praktiknya masih sangat bervariatif misal di ITB royalti yang diberikan
kepada inventor sebesar 40 persen, 30 persen untuk institusi dan 30 persen untuk organisasi struktur yang membawahinya.
Belum adanya kerja sama terkait pembentukan sentra HKI antara Kementerian Ristek, Kemedikbud, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Dalam
Negeri. Sehingga diperlukan payung hukum berupa Keputusan Presiden atau Instruksi Presiden yang dapat mendorong dan mewajibkan semua institusi litbang membuat sentra HKI.
Dengan adanya payung hukum berupa Perpres atau Kepres ini, sehingga upaya sistematis untuk meningkatkan perolehan HKI yang telah menjadi komitmen pemerintah dapat terus
tumbuh. Sejatinya fungsi pemerintah untuk menciptakan iklim seperti yang diungkapkan oleh Osborne, tugas pemerintah adalah menciptakan iklim melalui kebijakan. Bagaimana peran
kantor di Kementerian untuk dapat meformulasikan kebijakan terkait pembentukan sentra HKI yang masif.
4. PEMBAHASAN