Kadar Selulosa selama Proses Fermentasi Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit

59 Gambar 1 Grafik Kadar Lignin Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Awal dan Akhir Fermentasi Berdasarkan grafik pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa setiap jenis jamur dengan dosis yang berbeda memberikan persentase penurunan kadar lignin yang berbeda. Kadar lignin limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal fermentasi adalah sebesar 18,74. Perlakuan Penicillium citrinum dosis inokulum 5 dan 10 mampu memberikan persentase penurunan kadar lignin tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, masing –masing sebesar 20,31, dari 18,74 menjadi 14,93 dan 22,82, dari 18,74 menjadi 14,46. Penicillium citrinum mampu menghasilkan persentase penurunan kadar lignin yang tinggi karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim ligninase. Enzim ligninase tersebut dapat mendegradasi lignin yang terkandung dalam limbah. Penicillium citrinum mampu menghasilkan enzim LiP Lignin Peroksidase yang dapat digunakan untuk proses delignifikasi. Delignifikasi merupakan suatu proses pembebasan lignin dari suatu senyawa kompleks Gunam, dkk., 2010. Hal inisejalan dengan penelitian Islam dan Borthakur 2011 yang menunjukkan bahwa Penicillium citrinum mampu mendegradasi lignin yang terlihat dari penurunan berat kering jerami padi hingga 23,27 selama 60 hari. Penicillium citrinum dapat berperan sebagai pendegradasilignin yang efektif. Lignin merupakan zat organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan setelah selulosa. Lignin juga berperan dalam memberikan perlindungan terhadap tanaman seperti menahan fermentasi. Polimer ini sangat resisten terhadap fermentasi dan hanya jamur tingkat tinggi yang mampu mendegradasi polimer ini melalui reaksi oksidatif Schoemaker dan Piontek, 1996.

3.2. Kadar Selulosa selama Proses Fermentasi Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit

Selulosa merupakan polimer glukosa de ngan ikatan β-1,4-glikosidik dan tidak bercabang, bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk atau terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim lalu dapat difermentasikan menjadi etanol Isroi, 2008. Oleh karena itu, semakin tinggi glukosa yang dihasilkan pada saat fermentasi maka jumlah selulosa pada substrat fermentasi akan semakin berkurang. Persentase penurunan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit setelah fermentasi akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Varian ANAVA. Hasil analisis varians menunjukan bahwa semua perlakuan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap penurunan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan setiap kombinasi berupa spesies jamur secara 60 tunggal dan campuran dan dosis inokulum, penurunan kadar selulosa yang dihasilkan cenderung sama. Perbedaan persentase penurunan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit selama proses fermentasi, dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf nyata 5 Tabel 2 . Tabel 2 Uji Jarak Berganda Duncan Faktor Dosis Inokulum terhadap Persentase Penurunan Kadar Selulosa Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Dosis Inokulum D Persentase Penurunan Kadar Selulosa 8,10 a 5 8,99 b 10 9,30 b Keterangan : huruf kecil dibaca ke segala arah dan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5 Hasil pada Tabel 2 menunjukkan dosis inokulum 5 dan 10 mampu menghasilkan persentase penurunan kadar selulosa yang tinggi. Akan tetapi dosis inokulum 5 dengan jumlah jamur yang lebih sedikit pada awal fermentasi menghasilkan persentase penurunan kadar selulosa yang setara dengan dosis inokulum 10. Hal tersebut menyimpulkan bahwa dosis inokulum 5 lebih efektif digunakan untuk menurunkan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit dibandingkan dosis inokulum 10. Dosis inokulum sampai batas tertentu akan meningkatkan pertumbuhan miselium hingga menutupi substrat, sehingga enzim yang dihasilkan untuk memasuki jaringan serat mencukupi semakin banyak Musnandar, 2003. Persentase penurunan kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit tidak sebesar persentase penurunan kadar ligninnya. Adanya tautan silang polimer lignin dengan komponen dinding sel lainnya memperkecil akses selulosa dan hemiselulosa terhadap enzim mikrobial, sehingga mereduksi kemampuan cerna enzim mikrobial tersebut terhadap selulosa dan hemiselulosa Sigit, 2008. Gambar 2 Grafik Kadar Selulosa Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Awal dan Akhir Fermentasi Persentase penurunan kadar selulosa Gambar 2, menunjukan bahwa bahwa setiap jenis jamur dengan dosis yang berbeda memberikan penurunan kadar selulosa yang bervariasi. 61 Kadar selulosa limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal fermentasi adalah sebesar 34,06. Perlakuan konsorsium Rhizopus oryzae, Penicillium citrinum dan Aspergillus nidulans dosis inokulum 5 dan 10 mampu memberikan persentase penurunan kadar selulosa tertinggi dibandingkan dengan perlakuan tunggal, yaitu masing – masing sebesar 9,62, dari 34,06 menjadi 30,79 dan 9,86, dari 34,06 menjadi 30,70. Hal tersebut dikarenakan konsorsium terdiri dari tiga jamur yang dapat menghasilkan enzim selulase sehingga perombakan selulosa pada limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi lebih efektif. Enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glikosida pada selulosa adalah selulase, Enzim ini terbagi menjadi tiga enzim lain, yaitu endoglukanase, eksogluk anase, dan β–glukosidase. Endoglukanase berperan dalam memotong rantai ikatan glikosida yang menghasilkan oligosakarida. Selanjutnya eksoglukanase mengurai selulosa menjadi selobiosa dan glukosa, selobiosa tersebut akan diurai lagi oleh β–glukosidase menjadi glukosa Lynd, dkk., 2002. Penicillium citrinum mampu menghasilkan enzim endoglukanase dan FPase, Selain itu, Rhizopus oryzae juga mampu untuk menghasilkan enzim ekstraseluler endoglukanase Karmakar dan Ray, 2008. 3.3. Kadar Hemiselulosa selama Proses Fermentasi Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Hemiselulosa berbeda dengan selulosa dalam hal komposisi unit gula penyusun, rantai molekul hemiselulosa lebih pendek dan memiliki percabangan rantai molekul. Hemiselulosa memiliki berat molekul rendah dan biasanya berjumlah antara 15-30 dari berat kering bahan lignoselulosa Taherzadeh dan Karimi, 2007. Persentase penurunan kadar hemiselulosa limbah tandan kosong kelapa sawit setelah fermentasi akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Varian ANAVA. Hasil Analisis Varian tersebut menunjukkan bahwa faktor jenis jamur dan faktor dosis inokulum memberikan terhadap penurunan kadar hemiselulosa. Selain itu terdapat interaksi faktor jenis jamur dan faktor dosis inokulum dalam menghasilkan penurunan kadar hemiselulosa. Penurunan kadar hemiselulosa yang dihasilkan dalam proses fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit, dianalisis dengan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf nyata 5. Uji interaksi spesies jamur dan dosis inokulum terhadap persentase penurunan kadar hemiselulosa limbah tandan kosong kelapa sawit setelah proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Uji Interaksi Antara Jenis Jamur dan Dosis Inokulum terhadap Persentase Penurunan Kadar Hemiselulosa Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Keterangan : huruf kecil dibaca ke segala arah dan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5 Jenis Jamur J dan Dosis Inokulum D Persentase Penurunan Kadar Hemiselulosa Kontrol 6,73 ab Rhizopus oryzae 5 4,33 a Rhizopus oryzae 10 15,97 e Penicillium citrinum 5 11,97 cd Penicillium citrinum 10 15,59 e Aspergillus nidulans 5 14,07 de Aspergillus nidulans 10 11,06 c Konsorsium R. oryzae, P. citrinum dan A. nidulans 5 11,27 cd Konsorsium R. oryzae, P. citrinum dan A. nidulans 10 9,53 bc 62 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan jamur Rhizopus oryzae dosis inokulum 10, Penicillium citrinum dosis inokulum 10 dan Aspergillus nidulans dosis inokulum 5 menghasilkan penurunan kadar hemiselulosa yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan konsorsium ketiganya. Rhizopus oryzae, Penicillium citrinum dan Aspergillus nidulans merupakan jamur yang bersifat selulolitik karena dapat menghasilkan enzim selulase. Enzim selulase yang dihasilkan tidak hanya dapat merombak selulosa tetapi juga dapat merombak hemiselulosa yang terkadung dalam limbah tandan kosong kelapa sawit. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan menggunakan Rhizopus oryzae dosis inokulum 10,Penicillium citrinum dosis inokulum 10 dan Aspergillus nidulans dosis inokulum 5 lebih efektif digunakan untuk menghasilkan penurunan kadar hemiselulosa yang tinggi pada limbah tandan kosong kelapa sawit. Grafik kadar hemiselulosa limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal dan akhir fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Grafik kadar hemiselulosa limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal dan akhir fermentasi. Berdasarkan grafik pada Gambar 3, kadar hemiselulosa limbah tandan kosong kelapa sawit pada awal biodegradasi adalah sebesar 28,75. Perlakuan Rhizopus oryzae mampu memberikan persentase penurunan kadar hemiselulosa yang tertinggi, yaitu sebesar 15,97, dari 28,75 menjadi 24,16. Rhizopus oryzae merupakan salah satu jamur yang dapat menghasilkan enzim protease Gandjar dan Syamsurizal, 2006. Hemiselulosa umumnya dilaporkan berasosiasi secara kimia dengan polisakarida, protein atau lignin Isroi, 2008. Sehingga Rhizopus oryzae diduga dapat mendegradasi hemiselulosa yang berikatan dengan protein dalam limbah tandan kosong kelapa sawit. Wachid 2011 membuktikan bahwa dalam fermentasi kulit ari kedelai dengan kandungan utama hemiselulosa yang sama dengan bonggol jagung oleh Rhizopus oryzae dalam kondisi anaerob tidak terkendali dapat menghasilkan etanol dengan kadar 3. Hal tersebut membuktikan bahwa Rhizopus oryzae juga mampu menghasilkan enzim yang dapat mengdegradasi hemiselulosa dalam limbah tandan kosong kelapa sawit melalui proses fermentasi. Berdasarkan hasil uji selulolitik, Rhizopus oryzae mampu menghasilkan enzim selulase sehingga dapat mendegaradasi selulosa yang terkandung dalam medium selulosa PDA + 5 CMC. Kemampuan Rhizopus oryzae dalam mendegradasi selulosa dapat dilihat dari zona bening yang terbentuk pada medium. Enzim selulase ini tidak hanya dapat merombak selulosa, akan tetapi juga diketahui dapat merombak hemiselulosa Lynd, dkk., 2002. 63

4.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Penicillium citrinum secara tunggal pada dosis inokulum 5 memiliki kemampuan yang efektif dalam menurunkan kadar lignin limbah tandan kosong kelapa sawit sebesar 20,31, selulosa 9,42 dan hemiselulosa 11,97 sedangkan konsorsium Rhizopus oryzae, Penicillium citrinum dan Aspergillus nidulans pada dosis inokulum 10 efektif menurunkan kadar lignin sebesar 11,50, selulosa 9,86 dan hemiselulosa 9,53. 2. Dosis inokulum padat yang efektif dalam proses fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit adalah dosis inokulum 5 yang dapat menurunkan kadar lignin sebesar 20,31, selulosa 9,42, dan hemiselulosa 11,97. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; Laboratorium Analisis Pakan Ternak, Fakultas Peternakan; serta seluruh pihak yang terkait dalam penelitian ini atas seluruh bantuan yang diberikan selama penelitian berlangsung. DAFTAR PUSTAKA Bhende, V. dan Dawande, A.Y., 2010. Production and characteristics analysis of ligninperoxidase from Penicillium citrinum, Fusarium oxysporum and Aspergillus terreus using n-propanol as substrate. Asiatic J. Biotech. Res.2010; 01: 1-7. Budiman, N. 2010. Fermentasi. Diunduh 28 Januari 2012.Tersedia dari : http:www.kompas.comkompas-cetak 0302 28Ilpeng151875.htm. Gandjar, I. dan W. Syamsurizal, 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Goenadi, D., H. Away dan Y. Sukin, 1998. Teknologi Produksi Kompos Bioaktif Tandan Kosong Kelapa Sawit. Pertemuan Teknis Bioteknologi Perkebunan Untuk Praktek. Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan. Bogor. hal. 1-4, 10-11. Gunam, I.B.W., K. Buda, I M.Y.S. Guna, 2010. Pengaruh Perlakuan Delignifikasi dengan Larutan NaOH dan Konsentrasi Substrat Jerami Padi terhadap Produksi Enzim Selulase dari Aspergillus niger NRRL A-II, 264. Jurnal Biologi, 142: 55-61. Islam, N.F. dan Borthakur S.K., 2011. Study of fungi associated with decomposition of rice stubble and their role in degradation of lignin and holocellulose. Mycosphere.26:627- 635. Isroi., 2008. Karakteristik Lignoselulosa sebagai Bahan Baku Bioetanol. Diunduh 28 Januari 2012. Tersedia dari : http: isroi.wordpress.com20080501karakteristik-lignoselulosa-sebagai-bahan-baku- bioetanol. Karmakar, M. dan R.R. Ray, 2011. Saccharification of agro wastes by the Endoglucanase of Rhizopus oryzae. Annals of Biological Research. 2 1 : 201-208. Lynd L.R., P.J. Weimer, W.H. van Zyl WH dan I.S. Pretorius, 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiol, Mol. Biol. Rev.663:506-577. Prescott, S.C., dan Dune, C. G., 1982. Industrial Microbiology. McGraw-Hill. New York. Robert, A. S., Ellen S. H. dan Connie A. N. 1981. Introduction to Food-Borne Fungi. Centraalbureau voor Schimmelcultures. The Netherlands. Sillia, S.B., 2003. Enviromental Application of Biotechnology. Diunduh 28 Januari 2012. Tersedia dari :http:.fbae.org. Swisher, R. D., 1987. Surfactant Biodegradation. Diunduh 28 Januari 2012. Tersedia dari http:www.lasinfo.orglas_ environment.html. Taherzadeh, M. J. dan Karimi K., 2007. Process for ethanol from lignocellulosic materials I : Acid-based hydrolysis processes. BioResources 23. 472-449. 64 Wachid M., 2011. Penelitian Pendahuluan Ethanol Bonggol jagung oleh Rhizopus oryzae. FPP. UMM. Malang. Wardani, D. I., 2012. Tandan Kosong Kelapa Sawit TKKS sebagai Alternatif Pupuk Organik. Diunduh 28 Januari 2012. Tersedia dari : http:uwityangyoyo.wordpress.com20120104tandan-kosong-kelapa-sawit-tkks- sebagai-alternatif-pupuk-organik. Wymelenberg, A.V., 2006. Structure Organization and Transcriptional Regulation of A Family of Copper Radical Oxidase Genes in Lignin Degrading Phanerochaete chrysosporium. Applied And Environmental Microbiology. 72 7: 4871-4877. Zabel, R. A. dan Morrell, J. J., 1992. Wood Microbiology : Decay and Its Prevention. Academic Press Inc. New York. 65 KOLABORASI ILMIAH DI PERGURUAN TINGGI DAN LEMBAGA PENELITIAN SEBAGAI PENGUNGKIT INOVASI DI INDUSTRI BERBASIS ILMU PENGETAHUAN SCIENCE- BASED INDUSTRY: STUDI KASUS PENGEMBANGAN INOVASI MEDIS BERBASIS SEL PUNCA DAN REKAYASA BIOLOGI Kusnandar 1 , Sigit Setiawan 2 , Radot Manalu 3 , Dini Oktaviyanti 4 , Trina Fizzanty 5 Pusat Penelitian Perkembangan Iptek PAPPIPTEK-LIPI Email: kussrai0779yahoo.co.id 1 , sigitsetiawanyahoo.com 2 , radotmanaluyahoo.com 3 , dini.oktaviyantigmail.com 4 , fizzantyyahoo.com 5 ABSTRAK Keterkaitan ilmuwan di perguruan tinggi dan lembaga litbang dengan industri adalah sebuah keniscayaan untuk mendorong munculnya inovasi industri, bahkan juga pada pengembangan inovasi industri berbasis ilmu pengetahuan dicirikan oleh peran intensif litbang. Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, dengan sumberdaya riset terbatas dan minimnya investasi litbang oleh industri, ternyata inovasi industri berbasis ilmu pengetahuan ini bisa muncul. Fenomena ini diungkapkan berdasarkan kajian studi kasus pada pengembangan inovasi industri medis tulang dan jaringan pada manusia berbasis riset sel punca stem cell dan pengembangan bio-engineering di Indonesia. Data diperoleh dari wawancara mendalam dengan sejumlah ilmuwan stem cell di universitas, bio-engineering di lembaga riset publik, dan kalangan medis di rumah sakit serta industri kesehatan di Indonesia dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi ilmiah telah berperan penting dalam meningkatkan kompetensi para ilmuwan Indonesia di bidang stem cell dan biomaterial yang menjadi dasar bagi pengembangan inovasi industri medis tulang dan jaringan. Kompetensi para pelaku Iptek terbangun dari hasil proses interaksi yang panjang, dinamis, dan kompleks karena melibatkan banyak pelaku- pelaku Iptek, yakni perguruan tinggi dan lembaga penelitian di Indonesia dan mitra di negara lain. Inovasi industri medis tersebut didukung oleh uji pre-klinis dan klinis di sejumlah rumah sakit di Indonesia sehingga menjadi daya tarik bagi perusahaan farmasi lokal untuk melakukan investasi pada industri rumah sakit bagi pengembangan inovasi ini pada skala industri scale-up. Belajar dari pengembangan inovasi industri medis ini, diperoleh sejumlah pelajaran penting bagi penguatan inovasi berbasis ilmu pengetahuan ini di Indonesia. Kata kunci: kolaborasi ilmiah internasional, inovasi industri berbasis pengetahuan, stem cell, bio engineering, medis, Indonesia

1. PENDAHULUAN