176
Tabel 2. Penanganan Sampah di Perkotaan 1. Pencegahan
2. Minimisasi
Mengurangi pola konsumsibelanja yang berlebihan
Menggunakan produk dengan sistem sewa atau pinjam
Menggunakan produk dengan kemasan yang dapat digunakan ulang
Menggunakan produk sistem refill Melakukan pemilahan sampah yang
dapat didaur ulang
3. Pemanfaatan kembali reuse 4. Daur ulang recycling
Memanfaatkan barang bekas untuk fungsi sama atau berbeda. Misalnya, botol sirup
bekas untuk tempat air, kontainer zat kimia untuk bak air, bak sampah.
Menyumbangkan barang bekas ke pihak- pihak yang dapat memanfaatkannya
Mengubah bentuk dan sifat sampah melalui proses bio-fisik-kimiawi menjadi
produk baru yang lebih berharga. Misalnya mengubah sampah basah
menjadi kompos, mengolah sampah plastik menjadi pelet.
5. Peroleh energi energy recovery 6. Pembuangan akhir
Mengubah sampah melalui proses biofisika-kimiawi menjadi energi, antara
lain membuat briket dari sampah, melalui proses thermal insinerasi, pyrolisis,
gasifikasi, serta produksi metana melalui biotreatment
Membuang seluruh komponen sampah ke TPA, atau membakarnya.
Sumber: Trihadiningrum 2010 Dengan adanya kecenderungan jumlah sampah yang semakin meningkat, pengelolaan
sampah untuk tingkat rumah tangga di masa masa depan sebaiknya tetap menggunakan konsep 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle, agar jumlah sampah yang dibuang semakin
berkurang dan pemanfaatan sampah akan maksimal.
Beberapa faktor pendorong dan penghambat dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah disampaikan oleh Nitikesari 2005, faktor-faktor
tersebut di antaranya adalah tingkat pendidikan dan partisipasi masyarakat dalam menangani sampah termasuk pendidikan di rumah misalnya apakah sudah melakukan pemilahan sampah,
apakah tempat sampah mendapatkan perhatian?, keberadaan pemulung, adanya aksi kebersihan masyarakat, adanya peraturan tentang persampahan, dan penegakan hukumnya.
Sampah semakin hari semakin besar jumlahnya dan semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi masyarakat, pengelolaan dan pemanfaatan sampah
dapat menjadi usaha alternatif untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta memberikan manfaat lain terhadap masyarakat.
3.3 Limbah Ternak
Limbah ternak pada umumnya adalah kotoran dan air kencing hewan ternak. Limbah ini merupakan limbah organik yang terurai, mengandung bahan nutrisi seperti nitrogen dan fosfor.
Kuantitas dan kualitas kotoran ternak berbeda bergantung pada jenis hewan ternak, bobot, pakan ternak, jumlah air minum, sistem reproduksi, musim dan kondisi hewan ternak. Hewan
ternak yang umum dipelihara di Indonesia, terutama di perdesaan adalah sapi, kambing, kerbau, ayam atau unggas lainnya, dan kuda. Produk lain dari limbah hewan adalah limbah
dari rumah pemotongan hewan dan hasil samping rumah potong dan pengolahan daging Hermawati, dkk. 2011. Ketersediaan beberapa jenis hewan ternak pada tahun 2009 dan 2010
menurut data Statistik Pertanian Indonesia 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.
177
Tabel 3 Populasi Ternak di Indonesia
Jenis Ternak Jumlah Ternak kepala
Lokasi Terbanyak Pemanfaatan
2009 2010
Sapi potong 12.759.838
13.581.571 Jawa Timur, Jawa Tengah
Bahan pangan Sapi perah
474.701 488.448
Jawa Timur,Jawa Tengah Bahan pangan
Kerbau 1.932.927
1.999.604 Aceh, Sumatera Barat
Bahan pangan Kambing
15.815.317 16.619.599
Jawa Tengah, Jawa Timur Bahan pangan
Domba 10.198.766
10.725.488 Jawa Barat, Jawa Tengah
Bahan pangan Babi
6.974.732 7.476.665
NTT, Sumatera Utara Bahan pangan
Sumber: Dirjen Peternakan, Kementerian Pertanian, Statistik Peternakan 2011. Dari jumlah ternak yang ada tersebut, potensi limbah ternak tahun 2009 dan 2010
disajikan pada Tabel 4 Hermawati, dkk., 2011.
Tabel 4 Produksi Limbah Ternak di Indonesia
Asal Limbah
Jumlah Limbah Ton Pemanfaata
n saat ini Teknologi konversi
yang dapat digunakan
Potensi Energi
2009 2010
Sapi Perah 522.171
537.293 Pupuk Anaerobic Digestion
Biogas Kerbau
2.822.073 2.919.42 2
Pupuk Anaerobic Digestion
Biogas Kambing
2.846.757 2.991.52 8
Pupuk Anaerobic Digestion
Biogas Domba
1.835.778 1.930.58 8
Pupuk Anaerobic Digestion
Biogas Babi
1.534.441 1.644.86 6
Pupuk Anaerobic Digestion
Biogas Sumber: Dirjen Peternakan, Kementerian Pertanian, Statistik Peternakan 2011, diolah oleh
TimPeneliti PAPPIPTEK-LIPI Hermawati, dkk, 2012. Tidak seluruh potensi yang ada tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat, mengingat
kebiasaan masyarakat dalam mengelola ternak masih berbeda. Di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, masyarakat memelihara ternak seperti sapi, kerbau, kambing dan domba
dalam kandang, sehingga mayoritas waktu pemeliharaan ada di dalam kandang. Hal ini memudahkan pemilik ternak untuk mengumpulkan dan memanfaatkan kotoran ternaknya,
sedangkan di provinsi lain banyak ternak yang dibiarkan berkeliaran di kebun atau padang rumput, sehingga kotoran ternak ini tidak terkumpul dan tidak dapat dimanfaatkan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Informasi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di tingkat perdesaan pada beberapa kabupaten dan kota. Lokasi pertama, Desa Ardirejo, Kecamatan Dau; Desa Talangagung, Kecamatan Kepanjen,
dan Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, di Kabulaten Malang. Pendudukketiga desa ini mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani. Ketiga desa ini melakukan inovasi
pengelolaan dan pemanfaatan sampah di tingkat rumah tangga. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Kabupaten Malang bekerja sama dengan para kader lingkungan melakukan edukasi
178 pada masyarakat di ketiga desa ini tentang pengelolaan dan pemanfaatan sampah, baik
organik maupun anorganik yang dapat menambah penghasilan keluarga. Lokasi kedua adalah Desa Cibodas, Kampung Areng, Kecamatan Lembang, Bandung
Barat. Desa Cibodas adalah salah satu desa yang banyak dihuni oleh para peternak sapi. Desa ini merupakan tempat pembuatan digester biogas dari program Hivos yang terbesar di Jawa
Barat yaitu sebanyak 25 buah digester dalam tahun 2010-2011. Program Hivos di Jawa Barat sendiri dimulai tahun 2010. Jumlah seluruh digester Hivos yang telah digunakan di Jawa Barat
sebanyak 248 digester dan dalam proses pengerjaan 61 digester data tahun 2011 dari Hivos. Program Hivos masuk ke Kecamatan Lembang pada tahun 2010. Rata-rata pemilik biogas
adalah peternak yang memiliki minimal 4 ekor sapi perah.
Lokasi ketiga adalah Desa Wonosari, Kecamatan Tutur, Nongko Jajar, Kabupaten Pasuruan, Jawa Tmur, merupakan desa peternak sapi perah. Tahun 2011, tercatat jumlah
peternak di desa ini sebanyak 7.490 orang. Sedangkan populasi sapi di kecamatan ini berjumlah 17.429 ekor dengan jumlah produksi susu sapi sekitar 72.000 liter per hari. Jumlah
kotoran sapi rata-rata per hari sebanyak kurang lebih 350.000 kg. Sapi di daerah ini diberi pakan pelet dan pakan hijau berupa rumput Setia berasal dari Thailand. Menurut peternak,
sapi yang mengkonsumsi rumput Setia menghasilkan kualitas dan kuantitas susu segar lebih baik dan lebih banyak, demikian juga dengan kotorannya. Peternak di desa ini rata-rata
menjadi anggota Koperasi Setia Kawan. Daerah ini merupakan daerah yang telah memanfaatkan limbah sapi untuk energi berupa biogas rumah. Program Hivos untuk
pembangunan biogas sudah diperkenalkan di desa ini sejak tahun 2010. Sampai September 2011 telah berhasil dibangun 670 digester biogas dengan subsidi Hivos dan kredit dari Bank
Syariah Mandiri.
Lokasi keempat adalah Desa Pendua, Kecamatan Kahayang, Kabupaten Lombok Utara. Mayoritas penduduk di desa ini adalah peternak sapi. Desa ini telah memanfaatkan limbah
ternak sapi untuk biogas sejak tahun 2009. Dengan program Biogas Rumah dari Hivos, saat ini telah berdiri 140 unit digester biogas di Desa Pendua. Masyarakat di Desa Pendua banyak
yang memelihara sapi atau melakukan sistem bagi hasil dengan pemilik sapi. Selain desa dengan digester biogas terbanyak, Pendua juga sudah mempunyai 18 orang tukang pembuat
digester yang bersertifikat Hivos. Pembangunan digester biogas saat ini didukung dengan proyek dari Pemerintah Daerah Lombok Utara melalui Dana Alokasi Khusus DAK tahun 2013,
dengan besaran dana untuk setiap digester Rp. 3 juta. Pembangunan digester biogas untuk masyarakat pemilik sapi ini merupakan kerja sama antara Pemerintah Daerah Kabupaten
Lombok Timur dengan Hivos. Hivos menyediakan dukungan dana Rp. 2 juta untuk setiap digester. Masyarakat pada umumnya menyediakan bahan-bahan lokal dan tenaga kerja.
Lokasi kelima adalah Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat desa menggunakan tungku tradisionil dari tanah
dengan bahan bakar ranting pohon, kayu yang diambil dari kebun sekitar. Tungku tradisional yang digunakan banyak menghasilkan asap yang merugikan kesehatan penggunanya yaitu
kaum ibu dan anak-anak perempuan. Tungku di desa ini juga digunakan untuk membuat gula merah, karena desa ini juga merupakan penghasil gula merah dari nira kelapa dan sejak tahun
2009, tungku di desa ini telah digunakan untuk menghasilkan gula semut. Inovasi yang diadopsi desa ini melalui sebuah LSM Yayasan Dian Desa adalah inovasi tungku dengan bahan
baku pellet kayu atau wood chips. Tungku yang lebih efisien dan efektif akhirnya digunakan oleh desa ini.
4.2 Pemanfaatan Sampah Menjadi Energi di Tingkat Rumah Tangga
Pemanfaatan sampah menjadi energi di tingkat rumah tangga harus dimulai dengan perlakuan awal sampah yaitu menerapkan kegiatan pemilahan sampah. Masyarakat di negara
179 maju, terutama di tingkat rumah tangga sudah melakukan pemilahan sampah seperti gelas,
kertas, logam, plastik, dan sampah organik, sehingga sampah yang diangkut ke TPA sudah sangat berkurang, karena bahan-bahan yang bisa didaur ulang bisa langsung dibawa ke
tempat pemrosesan.
Di Indonesia, kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga bukan merupakan kegiatan yang umum. Pemilahan sampah merupakan kegiatan orang-orang yang bekerja di
sektor informal yang mengumpulkan bahan-bahan bekas untuk didaur ulang atau dijual. Mereka yang melakukan kegiatan ini lazim disebut dengan pemulung. Pemilahan sampah ini
pada umumnya dilakukan di Tempat Pembuangan Sementara TPS ataupun Tempat Pembuangan Akhir TPA. Pemulung juga berusaha mencari-cari barang yang bisa didaur
ulang sejak di tempat sampah di rumah-rumah warga. Barang-barang yang dikumpulkan pemulung ini kemudian dijual pada pengepul, dan selanjutnya pengepul menjual dalam partai
besar ke perusahaan pengolah masing-masing jenis sampah. Industri yang melakukan daur ulang ini sesuangguhnya membuka lapangan kerja yang besar. Namun, karena lapangan kerja
ini sebagian besar merupakan sektor informal, maka tenaga kerja yang terlibat pada umumnya tidak tercatat secara resmi.
Pemanfaatan sampah sebagai sumber energi di tingkat rumah tangga belum maksimal dibandingkan dengan pemanfaatan limbah ternak. Pemanfaatan sampah menjadi energi
biogas, dimana sampah organik diolah dengan teknologi digester untuk mendapatkan energi gas bio, belum banyak dilakukan. Padahal pemanfaatan gas bio antara lain dapat digunakan
untuk district heating, energi listrik, dan kompor untuk memasak. Sebanyak 44 kepala keluarga KK di Desa Ardirejo, Kecamatan Dau; Desa Talangagung, Kecamatan Kepanjen, Kabulaten
Malang, telah memanfaatkan teknologi biogas berbahan baku sampah organik di tingkat rumah tangga. Biogas yang dihasilkan digunakan untuk memasak. Meskipun cara ini belum sepopuler
biogas dari limbah ternak, namun masyarakat di desa ini terus memanfaatkan sampah organik yang dihasilkan rumah tangga untuk memproduksi biogas. Dengan biogas ini mereka
diuntungkan karena tidak membeli gas atau bahan bakar komersial lainnya, dan sekaligus mengurangi sampah di tingkat rumah tangga. Dalam satu bulan, mereka yang menggunakan
biogas dari sampah organik ini dapat menghemat sekitar 1-2 tabung gas LPG 3 kg.
Bahan untuk membuat biogas ini dibuat dengan menggunakan sedikitnya empat drum plastik besar. Di Kabupaten Malang umum disebut dengan teknologi Multi Drum. Dimana empat
drum plastik besar memuat bahan baku biogas dan gas yang dihasilkan disimpan dalam plastik besar di bagian atas drum untuk dialirkan ke kompor. Cara membuat biogas dari sampah dan
dari kotoranlimbah ternak memiliki teknik yang hampir sama, yang membedakan hanya bahan baku dan sedikit perlakuannya. Limbah ternak dicampur dengan air, sedangkan sampah
organik dicacah terlebih dahulu sebelum dicampur dengan air. Gambar 2 di bawah ini memperlihatkan teknologi Multi Drum tersebut.
180 Sumber : Hozairi 2012
Gambar2 Model Biogas Skala Rumah Tangga dari Tong Plastik
Untuk penduduk sekitar TPA Talangagung, Kepanjen, Kabupaten Malang, memanfaatkan biogas yang dialirkan dari TPA Kepanjen. Gas metan yang dihasilkan oleh TPA
dialirkan kerumah-rumah warga sekitar TPA untuk keperluan energi memasak. Pemberian gas bio ini dilakukan sebagai bagian dari kompensasi masyarakat mendapatan dampak bau dan
sebagainya atas keberadaan TPA di lokasi tersebut.
4.3 Pemanfaatan Limbah Ternak Menjadi Biogas di Tingkat Rumah Tangga
Dari enam desa yang dikunjungi terdapat kesamaan dalam pengelolaan limbah ternak menjadi energi ditingkat rumah tangga. Energi yang dihasilkan dari proses pengelolaan limbah
ternak ini disebut dengan biogas. Proses pengelolaan limbah ternak sendiri dimulai dengan pengumpulan kotoran ternak dari dalam kandang. Pengumpulan kotoran ternak harus
dilakukan dengan baik agar tidak tercampur dengan benda lain jenis anorganik, seperti plastik, kayu, dan lain-lain yang menyebabkan tidak terbentuknya gas dalam digester. Hasil akhir
fermentasi kotoran ternak yang menjadi biogas dialirkan ke rumah-rumah untuk energi memasak. Pengguna biogas rata-rata tidak membeli gas komersial LPG yang harganya
cenderung meningkat dan pasokannya sering terlambat. Pemanfaatan biogas dalam rumah tangga telah menghemat biaya sekitar 2 sampai 3 tabung gas ukuran 3 Kg per bulan. Selain
itu, para ibu sudah tidak dipusingkan lagi dengan pasokan gas yang sering datang terlambat, atau harga gas LPG yang mahal. Hivos Biru, 2010 menyatakan bahwa perlengkapan untuk
membuat biogas adalah sebagai berikut .
1 Inlet. Inlet adalah tangki untuk mencampur kotoran dan air. Inlet ini dilengkapi dengan
pipa untuk mengalirkan campuran tersebut ke dalam digester. 2
Digester. Digester atau reaktor adalah tempat penampungan campuran kotoran sapi dan air yang merupakan ruang hampa udara. Dalam tempat ini terjadi fermentasi
sehingga terbentuk gas. Digesterreaktor ini terdiri dari beberapa komponen yaitu: a. Kubah tempat penampung gas bagian atas dari tangki reactor. Gas yang
dihasilkan dari hasil fermentasi tertampung pada kubah; b. Outlet. Ampas biogas yang telah terfermentasi di dalam digester, akan terdorong keluar menuju ke outlet
karena tekanan gas dari dalam digester. Ampas ini bernama Bio-slurry; dan c. Manhole. Menhole adalah lubang yang menghubungkan digester dengan outlet.
Lubang ini juga digunakan sebagai jalan masuk untuk memeriksa atau memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi dibagian dalam kubah.
3 Penampung Ampas Biogas, merupakan tempat untuk menampung ampas biogas
yang keluar dari outlet, setelah proses fermentasi selesai. Ampas biogas ini bermanfaat sebagai pupuk organik berkualitas tinggi dan siap digunakan.
181 4
Pipa Gas Utama. Gas yang ditampung di kubah utama, lalu dialirkan melalui pipa gas utama ke titik pengguna kompor atau lampu. Pada pipa gas utama ini dilengkapi
dengan beberapa komponen yaitu: a. Katup gas utama: fungsinya mengatur aliran gas utama dari kubah ke titik pengguna; dan b. Penguras air saluran pembuangan
air. Uap air yang terkandung di dalam gas akan dialirkan melalui saluran penguras air water drain. Saluran terletak di titik terendah pipa gas.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan biogas meliputi: a. Tangkidigester harus terus diisi kotoran sapi yang telah dicampur air setiap hari,
tergantung besar ukuran tangki. Sebagai acuan dapat ditentukan sebagai berikut: - Volume 4 M3 diisi 20
– 30 Kg. kotoran basah - Volume 6 M3 diisi 30
– 40 kg. kotoran basah - Volume 8 M3 diisi 40
– 50 kg. kotoran basah - Volume 10 M3 diisi 50
– 60 kg. kotoran basah - Volume 12 M3 diisi 60
– 70 kg. kotoran basah b Tangki reaktor harus terbuka dan kena sinar matahari langsung, namun tidak
kemasukan air disaat hujan; c Periksa secara kontinyu pipa-pipa aliran gas dari kebocoran.
d Periksa lubang pemasukan kotoran ke tangki reaktordigester dan lubang pembuangan kalau ada yang tersumbat.
Biogas yang dihasilkan di Desa Nongkojajar, Pasuruan selain digunakan untuk kepentingan memasak, beberapa warga telah menggunakannya sebagai energi heather
mesin pemanas air untuk keperluan mandi dan lampu petromak. Di Pujon, Malang, biogas sudah menghasilkan listrik melalui generator.
Pada saat ini dengan bantuan Pemerintah Belanda melalui LSM bernama Hivos, pembangunan biogas rumah dari limbah ternak terus digalakkan. Meskipun target pada akhir
tahun 2012 adalah 8.000 digester dan angka tersebut belum terpenuhi, namun Hivos bersama- sama dengan pemerintah pusat dan daerah serta para pemangku kepentingan bidang
peternakan, termasuk koperasi dan industri susu sapi terus melakukan sosialisasi dan pembangunan digester biogas di berbagai provinsi.
4.4 Tungku Sehat dan Hemat Energi TSHE
Selain biogas dari sampah organik, sebagian besar masyarakat 116 KK di Desa Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo banyak memanfaatkan sampah berupa ranting kayu dan
patahan dahan kayu dari pekarangan atau kebun untuk bahan bakar tungku sehat. Tungku sehat ini adalah inovasi dari tungku tradisionil. Pada awalnya masyarakat menggunakan tungku
tradisionil secara turun temurun. Dengan Tungku sehat ini, penggunanya mendapatkan manfaat ganda, yaitu tidak terpapar oleh asap tungku dan panas yang dihasilkan tungku lebih
baik, sehinga waktu untuk memasak menjadi lebih cepat. Keuntungan lainnya adalah bahan bakar kayu atau ranting yang digunakan lebih sedikit.
Pada awalnya program tungku sehat diprakarsai oleh Yayasan Dian Desa dengan pelatihan pembuatan tungku yang diselenggarakan di wilayah Yogyakarta, terutama di
Kabupaten Kulon Progo, dan ditujukan terutama untuk usaha kecil pengolahan gula merah dan masyarakat sekitar. Penggunaan tungku sehat diketahui menghasilkan efisiensi bahan bakar
hampir 60 dan tidak menyisakan asap di dalam ruang, karena cerobong asap dibuat langsung ke atas atap. Keberhasilan penyebarluasan tungku sehat antara lain disebabkan oleh
komunikasi yang baik antar pelaksana program serta pelaksana kegiatan dengan keterbukaan masyarakat terhadap hal-hal baru. Inovasi tungku sehat terhadap aspek ekonomi dapat dilihat
dari penghematan penggunaan kayu bakar, mengurangi dampak buruk kesehatan, dan memberikan alternatif pekerjaanketerampilan bagi sebagian orang yang bekerja sebagai
teknisi pembuat tungku.
182
4.5 Diskusi
Meskipun peraturan di tataran pemerintah cukup kondusif, namun dalam praktek di masyarakat, pemanfaatan sampah dan limbah ternak belum maksimal dilakukan. Pemanfaatan
biomassa sampah organik untuk energi pada skala rumah tangga belum umum dilakukan, kecuali untuk pembakaran langsung dengan menggunakan tungku. Namun demikian, potensi
pengembangan biogas dari sampah organik skala rumah tangga cukup baik, terutama di wilayah perdesaan, dimana penggunaan bahan-bahan organik masih tinggi, ketersediaan gas
komersial dan bahan bakar minyak tanah masih tidak kontinu dan harganya cenderung naik dari waktu ke waktu. Selain memberikan manfaat berupa penyediaan gas bagi rumah tangga,
pengurangan sampah di tingkat rumah tangga berdampak cukup besar terhadap jumlah timbulan sampah di kawasan tersebut. Apalagi jika masyarakat juga diperkenalkan teknik
mendaur ulang sampah anorganik menjadi barang-barang bernilai tambah tinggi.
Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas perlu terus disosialisasikan dan difasilitasi oleh pemerintah atau pihak lain yang berkepentingan, agar masyarakatpeternakpetani
berkeinginan untuk membangun dan menggunakan biogas secara berkesinambungan sebagai sumber energi rumah tangga mereka. Pemberian secara cuma-cuma atau hibah yang diberikan
kepada perorangan sebaiknya dihindari karena menimbulkan konflik diantara para petanipeternak dan tidak memacu motivasi untuk memiliki biogas. Dengan skema hibah
banyak peternak tidak termotivasi membangun sendiri digester biogas, tetapi menunggu sampai dana hibah atau bantuan cuma-cuma menghampiri mereka. Pemberian bantuan
digester biogas tanpa syarat sebaiknya diberikan kepada kelompok tani skala besar yang dapat dinikmati oleh seluruh anggota kelompok. Biogas yang dihasilkan akan disalurkan kepada
seluruh rumah tangga kelompok. Persoalan yang harus diantisipasi dalam kasus seperti ini adalah kinerja manajemen kelompok, agar biogas berkesinambungan dan tersalurkan dengan
baik dan adil bagi seluruh anggota kelompok.
Untuk mempercepat pemanfaatan limbah ternak dan sampah organik untuk energi, fasilitas yang harus disediakan pemerintah diantaranya adalah pinjaman bersyarat ringan untuk
pembangunan digester biogas. Selain fasilitas modal, Hivos juga telah memfasilitasi pembangunan biogas di Indonesia sejak tahun 2010. Kerja sama diantara berbagai pihak demi
terwujudnya kemandirian energi melalui biogas bagi para petanipeternak kiranya dapat terwujud. Pemanfaatan limbah ternak dan sampah di tingkat rumah tangga tidak saja
mendatangkan manfaat berupa penyediaan energi bagi rumah tangga, namun juga menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar, sekaligus berdampak langsung terhadap
kesehatan fisik masyarakat sendiri. Dengan pemanfaatan sampah dan limbah, penyakit endemik, seperti demam berdarah dapat berkurang. Pengguna biogas juga mendapatkan
dampak ekonomi dari hasil samping biogas berupa slurry atau pupuk organik yang dapat dijual atau digunakan langsung di kebun petani.
5. KESIMPULAN
Dari seluruh lokasi survei teridentifikasi bahwa kegiatan pemanfaatan limbah ternak untuk energi di tingkat rumah tangga telah dilakukan oleh masyarakat. Sampah dapat dibuat menjadi
energi biogas dan bahan pakan ternak. Meskipun biogas dari limbah ternak atau sampah organik ini bukan merupakan teknologi baru, namun kesadaran peternak dan masyarakat
dalam memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas tidak mudah. Lambat namun pasti terjadi perubahan budaya, etos kerja, dan nilai-nilai ekonomi yang mendorong tumbuhnya kesadaran
akan pentingnya membangun biogas baik dari limbah ternak maupun sampah organik untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga. Untuk mempercepat pemanfaatan limbah ternak
dan sampah organik pada skala rumah tangga diperlukan dukungan dari berbagai pihak, baik berupa sosialisasi terpadu terutama antara institusi yang terkait dengan peternakan,
lingkungan, kesehatan, dan energi. Selain sosialisasi, banyak peternakpetani masih
183 memerlukan dukungan modal untuk pembangunan biogas. Pada beberapa daerah, dukungan
modal yang diberikan dalam bentuk pinjaman lunak lebih efektif dan membuat teknologi biogas lebih berkesinambungan dalam penggunaannya dibandingkan dengan pemberian hibah atau
bantuan tunai tidak mengikat. Hal lain yang dapat dilakukan adalah Pemerintah KotaKabupaten bekerja sama dengan LSM dan Swasta dalam melakukan program sosialisasi
dan membangun lebih banyak proyek percontohan pengelolaan dan pemanfaatan sampah untuk tingkat rumah tangga di berbagai kota. Kegiatan ini haruslah dilakukan secara serius,
konsisten, dan berkesinambungan. Selain itu diperlukan penyebarluasan praktek terbaik dari pengelolaan dan pemanfaatan sampah di tingkat rumah tangga secara luas dengan mengupas
lebih dalam model-model bisnis pengelolaan sampah yang menguntungkan masyarakat, pemerintah, dan lingkungan sekitar.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Para Peneliti Pappiptek, terutama kepada Dra. Hartiningsih, MA; Ir. Ikbal Maulana, MM.; Ishelina Rosaira, SE; Ir. Purnama Alamsyah ,SE.;
dan Ir. Sigit setiawan, MM. yang telah bersama-sama dan turut membantu melakukan survei biogas, sampah kota, dan tungku di beberapa kota di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, K. 2002. Biomass Energy Potentials And Utilization in Indonesia. IPB,Bogor. Ariati, R. 2009. Kebijakan Pemerintah di Bidang Energi Alternatif, Presentasi pada Pertemuan
Pendayagunaan Potensi Sumber Daya Alam dan Buatan, Ditjen Potensi Pertahanan, Departemen Pertahanan RI, Jakarta, 15 Juli 2009.
Damanhuri, E. dan Tri Padmi, 2010. Diktat Kuliah TL- 3104 “Pengelolaan Sampah”. Program
Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Bandung Hozairi, Bakir dan Buhari. 2012. Pemanfaatan kotoran hewan menjadi energi biogas untuk
mendukung pertumbuhan UMKM di Kabupaten Pamekasan. Prosiding InSiNas, 2012 Hermawati, W., Ishelina Rosaira, dkk. 2011. Pola Pembiayaan Litbang dan Implementasi
Energi Baru Terbarukan di Indonesia. Kasus: PLTMH dan Biogas. PAPPIPTEK-LIPI. Jakarta.
Kementerian ESDM, 2010. Rencana Strategis Kementerian ESDM 2010-2014, hal. 20 Korhaliller, S. 2010. The UK’s Biomass Energy Development Path. International Institute for
Environment and Development IIED. Kurniawan. 2010. Pengelolaan sampah Indonesia dalam
http:www.kebersihan.bandaacehkota.go.idiindex.php?id=artikelkode=28 KLH. 2009 Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Statistik Persampahan Indonesia
Lubis R,. 1994. Masalah sampah di Indonesia dan solusinya, dalam gbioscience05.wordpress.com...masalah-
sampah-di-indonesia-dan-s... akses tanggal
2 Juli 2012 Nitikesari, P.E.. 2005. Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan Sampah
Secara Mandiri di Kota Denpasar. Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
184 Trihadiningrum, Y. 2010. Perkembangan Paradigma Pengelolaan Sampah Kota dalam
Rangka Pencapaian Millenium Development Goals MDGs, dalam MDGs Sebentar lagi, Penerbit Buku Kompas.
Wibowo, A. 2009. Kondisi Persampahan Kota di Indonesia. Untuk peringatan Hari Bumi PMPA KOMPOS FP UNS “Workshop dan Ngeblog Lingkungan Hidup”.
185
Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Kreativitas dan Inovasi Terhadap Program Mahasiswa Wirausaha di Perguruan Tinggi
Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Andalas
Insannul Kamil
1,2
dan Mego Plamonia
2 1
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang Indonesia Kampus Limau Manis Padang
2
Pusat Studi Inovasi Universitas Andalas, Padang Indonesia Gedung Teknik Industri Lt.1 Kampus Limau Manis Padang
Email: sankamilyahoo.com
ABSTRAK
Universitas Andalas secara konsisten sejak November 2007 menyelenggarakan kegiatan Kuliah Umum Kewirausahaan yang bertujuan agar mahasiswa mampu mengembangkan
kreativitas dan inovasinya untuk membangun semangat kewirausahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel kreativitas dan inovasi terhadap program
wirausaha mahasiswa. Populasi yang dipilih yaitu mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Andalas dan jumlah responden sebanyak 95 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner. Variabel terikat penelitian yaitu kreativitas X
1
yang terdiri dari 13 indikator dan inovasi X
2
yang terdiri dari 5 indikator, sementara variabel bebas yaitu orientasi kewirausahaan Y yang terdiri dari 5 indikator. Hipotesis penelitian yaitu H
1
: kreativitas berpengaruh signifikan terhadap orientasi kewirausahaan, H
2
: inovasi berpengaruh signifikan terhadap orientasi kewirausahaan dan H
3
: kreativitas dan inovasi secara bersamaan berpengaruh signifikan terhadap orientasi kewirausahaan. Analisis yang dilakukan adalah
regresi sederhana dan analisis regresi berganda. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS. Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel kreativitas
berpengaruh signifikan terhadap orientasi kewirausahaan mahasiswa, sementara variabel inovasi tidak berpengaruh signifikan terhadap orientasi kewirausahaan mahasiswa. Hasil uji F
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kreativitas dan inovasi terhadap orientasi kewirausahaan mahasiswa. Koefisien determinasi bernilai 0,429. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa orientasi kewirausahaan mahasiswa dipengaruhi oleh kreativitas dan inovasi sebesar 42,9 .
Kata kunci: Kreativitas, Inovasi, Program Mahasiswa Wirausaha, Universitas Andalas
1. PENDAHULUAN