Keterkaitan antara PSR dengan keberadaan KKL
110 tontahun, di luar dari pemanfaatan perikanan subsisten, sehingga diperkirakan
masih memiliki peluang sekitar 434.000 tontahun. Peluang pemanfaatan sumberdaya sebesar 434.000 tontahun merupakan kesempatan bagi nelayan dan
perusahaan perikanan untuk meningkatkan usahanya tetapi tetap menjaga kelestarian sumberdaya dengan tidak melakukan penangkapan yang merusak
destructive fishing seperti penggunaan bom, bahan-bahan beracun serta alat tangkap yang tidak ramah lingkungan DKP-KRA 2006.
1 Pola usaha
Di luar usaha perikanan tangkap komersial, usaha perikanan tangkap yang dilakukan nelayan Kabupaten Raja Ampat umumnya bersifat tradisional dan
subsisten dengan modal usaha sangat minim serta penggunaan jenis alat tangkap, teknologi dan alat transportasi masih sangat sederhana. Hasil tangkapan sebagian
besar untuk keperluan sendiri dan hanya sedikit yang dijual karena jauhnya daerah pemasaran. Aktivitas penangkapan ikan, udang, cumi-cumi serta sumberdaya
perikanan lainnya yang dilakukan oleh nelayan Kabupaten Raja Ampat sangat dipengaruhi oleh musim, terutama musim selatan DKP-KRA 2006; Pemerintah
Kabupaten Raja Ampat 2006.
2 Lokasi penangkapan nelayan tradisional
Areal penangkapan ikan dan sumberdaya perairan lainnya di Kabupaten Raja Ampat adalah di pesisir dan daerah teluk. Nelayan lokal pada umumnya
melakukan kegiatan penangkapan hanya di perairan terdekat. Kegiatan penangkapan dilakukan 3-4 hari dalam seminggu, dengan lama waktu kerja antara
4-12 jam per hari. Untuk mencapai daerah penangkapan fishing ground biasanya mereka menggunakan perahu dayung dengan waktu tempuh 2-3 jam perjalanan
DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006.
3 Teknologi penangkapan
Di Raja Ampat ditemukan 14 jenis alat tangkap. Alat tangkap yang paling dominan dan tersebar hampir di setiap distrik adalah pancing dasar dan pancing
tonda. Berdasarkan alat tangkap yang digunakan, teknologi penangkapan nelayan Raja Ampat masih sederhana, misalnya: a pancing tonda, dasar, rawai dasar;
111 b insang, hiu dan lingkar; c bagan; d sero; e huhate; f trammel net;
g tango; h kalawai; i Senapan Molo; dan j Ticu DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006.
4 Armada penangkapan ikan
Armada penangkapan ikan nelayan lokal yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat didominasi oleh perahu tanpa motor, perahu motor katinting, dan
perahu motor tempel 15 PK. Adapun para nelayan dari luar, yaitu dari Sorong dan Sulawesi, menggunakan kapal motor dengan kapasitas yang besar. Kisaran kecil
hingga besar dari armada penangkapan ikan di Kabupaten Raja Ampat adalah: a PTM: perahu tanpa motor; b PK: perahu katinting; c MT: motor tempel
ukuran 15, 25 dan 40 PK; d PMD: perahu motor dalam; e KM: kapal motor dengan ukuran 10-30 Gross Ton GT DKP-KRA 2006.
5 Produksi tangkapan
Alat tangkap yang tradisional dan alat transportasi yang sangat sederhana menyebabkan hasil produksi nelayan menjadi terbatas. Hal lain yang menjadi
kendala rendahnya produksi tangkapan nelayan adalah tidak tersedianya pasar, sehingga nelayan melaut sekedar untuk konsumsi sendiri dan dijual di sekitar
kampung. Apabila hasil tangkapan cukup besar, biasanya hasil tangkapan langsung dibawa ke PPI Sorong DKP-KRA 2006.
6 Issue
Issue utama perikanan tangkap di Kabupaten Raja Ampat adalah:
i keterbatasan dalam pemilikan alat tangkap dan alat transportasi baik secara kuantitas maupun kualitas; ii teknik penanganan hasil perikanan secara kualitas
masih terbatas, sehingga mempengaruhi mutu; iii tidak tersedianya pasar dan tempat pendaratan ikan, sehingga pemasaran hasil terbatas bersifat monopoli
dan harga dapat dipermainkan; iv langkanya bahan bakar minyak BBM yang mempengaruhi aktivitas nelayan melaut; v penertiban ijin operasional
penangkapan, penangkapan ikan tidak ramah lingkungan, dan nelayan asing; serta vi Kurangnya kapal-kapal perintis melayari daerah-daerah di Kabupaten Raja
Ampat, sehingga nelayan sulit untuk mengangkut hasil tangkapannya ke daerah
112 pemasaran terutama daerah-daerah yang jauh seperti Ayau dan Misool DKP-
KRA 2006.