Keterkaitan PSR dengan nilai ekonomi sumberdaya ikan dan pendapatan masyarakat

108 terjadinya bencana dan hanya 6 responden mengaku bahwa program KKL tidak dapat melindungi kawasan pesisir dari bencana Gambar 20. Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap manfaat KKL dalam penanggulangan bencana, akibat dari rendahnya pemahaman antisipasi modern terhadap bencana alam, karena masyarakat Raja Ampat didominasi oleh masyarakat tradisional DKP- KRA 2006. Biasanya mereka mengganggap bencana alam adalah sesuatu yang harus diterima apa adanya dan kurang melakukan upaya preventif secara modern. Namun demikian mereka memiliki kearifan lokal yang baik dalam antisipasi bencana alam DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Dalam kaitannya dengan biaya melaut, 94 responden menyatakan bahwa biaya melaut meningkat dan 6 responden menyatakan biaya melaut tetap. Kondisi harga ikan meningkat, demikian juga biaya melaut, disebabkan karena nelayan harus semakin jauh menangkap ikan sehingga dibutuhkan biaya yang tinggi. Kondisi tersebut oleh masyarakat setempat diyakini sebagai dampak adanya KKL, yang menyebutkan bahwa adanya KKL menambah hasil tangkapan nelayan, namun juga menghalangi menangkap ikan Vivekanandan 2007. Namun demikian persepsi masyarakat juga menyebutkan bahwa 62 responden menyatakan pendapatan semakin meningkat, 16 responden menyatakan pendapatan berkurang dan hanya 22 responden yang menyatakan pendapatana tetap Gambar 20. Diduga kenaikan pendapatan ini disebabkan oleh peningkatan hasil tangkapan yang disebabkan oleh peningkatan effort dan efisiensi sistem penangkapan. Juga diduga disebabkan oleh harga jual ikan yang meningkat dan semakin baik, serta kebutuhan ikan yang meningkat dengan suppaly ikan yang lebih rendah dari kebutuhan Haryani et al. 2009 dan 2010. Secara umum pengamatan secara cepat dengan metode DPSR atau PSR menggunakan data sekunder mapun primer, yang berasal dari wawancara dengan masyarakat setempat, merupakan metode yang dapat diandalkan untuk analisis kebijakan maupun dalam analisis valuasi ekonomi. Analisis PSR dapat digunakan sebagai basic baseline dan juga cross checking atas analisis selanjutnya seperti Contingent Valuation Methode CVM dalam Analisis Valuasi Ekonomi. 109

5.2 Pengelolaan Existing

Kabupaten Raja Ampat sebagian besar 85 wilayahnya berupa perairan laut dan memiliki sekitar 610 pulau. Sebagian besar 80 masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan, dengan komoditas unggulan untuk perikanan tangkap antara lain berupa ikan tuna Thunnus sp., cakalang Katsuwonus sp., tenggiri Scomberomorus sp., tongkol Euthynnus spp., kerapu Epinephelus spp., napoleon wrasse Cheillinius sp., kakap merah Lates sp., beberapa jenis ikan karang lainnya, juga udang dan lobster DKP-KRA 2006. Akhir-akhir ini disinyalir telah terjadi penurunan produksi ikan secara gradual yang merugikan masyarakat. Hal ini diduga disebabkan secara gradual pula telah terjadinya degradasi lingkungan, over-eksploitasi, dan destructive fishing practices walaupun skalanya masih terkendali, yang dipicu oleh keinginan untuk memenuhi kepentingan sesaat generasi kini atau masa kini, sehingga tingkat eksploitasi sumberdaya ikan dilakukan sedemikian rupa untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya untuk masa kini DKP-KRA 2006. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat mengarahkan pengembangan sektor perikanan dan pariwisata yang berkelanjutan untuk mewujudkan misi Kabupaten Raja Ampat sebagai Kabupaten Bahari. Untuk mewujudkan hal tersebut, strategi yang dikembangkan adalah pengembangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pariwisata bahari dan pengembangan KKL. KKL yang ada berupa Suaka Margasatwa Laut SML Raja Ampat, atau KKPN Raja Ampat, yang berada disekitar Waigeo Barat. Kemudian dikembangkan pula Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD di Kabupaten Raja Ampat yang berada di beberapa wilayah. Namun sayangnya semua KKL tersebut belum dikelola secara maksimal. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya pengelolaan yang maksimal secara kolaboratif antara berbagai lembaga, instansi dan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006.

5.2.1 Pengembangan perikanan tangkap

Perairan Raja Ampat memiliki potensi lestari MSY sebesar 590.600 tontahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sekitar 472.000 tontahun 80 MSY. Saat ini sumberdaya yang telah dimanfaatkan sebesar 38.000 110 tontahun, di luar dari pemanfaatan perikanan subsisten, sehingga diperkirakan masih memiliki peluang sekitar 434.000 tontahun. Peluang pemanfaatan sumberdaya sebesar 434.000 tontahun merupakan kesempatan bagi nelayan dan perusahaan perikanan untuk meningkatkan usahanya tetapi tetap menjaga kelestarian sumberdaya dengan tidak melakukan penangkapan yang merusak destructive fishing seperti penggunaan bom, bahan-bahan beracun serta alat tangkap yang tidak ramah lingkungan DKP-KRA 2006. 1 Pola usaha Di luar usaha perikanan tangkap komersial, usaha perikanan tangkap yang dilakukan nelayan Kabupaten Raja Ampat umumnya bersifat tradisional dan subsisten dengan modal usaha sangat minim serta penggunaan jenis alat tangkap, teknologi dan alat transportasi masih sangat sederhana. Hasil tangkapan sebagian besar untuk keperluan sendiri dan hanya sedikit yang dijual karena jauhnya daerah pemasaran. Aktivitas penangkapan ikan, udang, cumi-cumi serta sumberdaya perikanan lainnya yang dilakukan oleh nelayan Kabupaten Raja Ampat sangat dipengaruhi oleh musim, terutama musim selatan DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. 2 Lokasi penangkapan nelayan tradisional Areal penangkapan ikan dan sumberdaya perairan lainnya di Kabupaten Raja Ampat adalah di pesisir dan daerah teluk. Nelayan lokal pada umumnya melakukan kegiatan penangkapan hanya di perairan terdekat. Kegiatan penangkapan dilakukan 3-4 hari dalam seminggu, dengan lama waktu kerja antara 4-12 jam per hari. Untuk mencapai daerah penangkapan fishing ground biasanya mereka menggunakan perahu dayung dengan waktu tempuh 2-3 jam perjalanan DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. 3 Teknologi penangkapan Di Raja Ampat ditemukan 14 jenis alat tangkap. Alat tangkap yang paling dominan dan tersebar hampir di setiap distrik adalah pancing dasar dan pancing tonda. Berdasarkan alat tangkap yang digunakan, teknologi penangkapan nelayan Raja Ampat masih sederhana, misalnya: a pancing tonda, dasar, rawai dasar;