Dampak pembangunan terhadap pulau-pulau kecil

15 mengkaji pengembangan pulau-pulau kecil, interaksi antara perikanan dengan ekosistem mangrove dan dampak kesejahteraannya bagi masyarakat Efrizal, 2005. Selain itu, Haryadi 2004 mengkaji tentang ada tidaknya manfaat sosial ekonomi KKL di kawasan pulau-pulau kecil dan Parwinia 2007 mengkaji tentang ko-eksistensi pariwisata dan perikanan dengan menggunakan analisis Konvergensi-Divergensi KODI serta Indra 2007 yang mengembangkan model bioekonomi perikanan akibat adanya eksternal shock serta kebijakan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi sektor perikanan. Selanjutnya, Fauzi dan Anna 2005 mengembangkan model valuasi ekonomi untuk menentukan apakah suatu KKL dapat dijadikan sebagai kawasan wisata dan sekaligus kawasan perikanan, yang juga mengembangkan model pengelolaan KKL melalui pendekatan bioekonomi dan pendekatan multiple use yang mengakomodasi kepentingan ekonomi di KKL. Dari berbagai contoh hasil penelitian pemodelan yang telah dikembangkan sebagaimana tersebut diatas, menunjukkan bahwa pemodelan yang dikembangkan hanya kajian bioekonomi saja, atau kajian di wilayah pulau-pulau kecil saja, atau di wilayah KKL saja, atau dampak kesejahteraan saja, atau interaksi pariwisata saja, tanpa melihat interaksi pulau-pulau kecil yang dikembangkan untuk KKL. Kemudian dari pemahaman adanya kompleksitas pengelolaan pulau-pulau kecil interaksi dengan KKL, mengharuskan pemikiran untuk mengembangkan suatu pemodelan yang dapat menjawab kondisi tersebut. Oleh sebab itu untuk menjembatani kelemahan-kelemahan dari model-model yang telah ada sebagaimana tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian yang menghubungkan antara manfaat biologi, sosial dan ekonomi dari pengembangan KKL di pulau-pulau kecil, antara lain melalui pengembangan pemodelan hybrid bioekonomi untuk pengembangan KKL di gugus pulau-pulau kecil.

1.3 Perumusan Masalah

Salah satu upaya penting yang mulai banyak diterapkan dalam mengurangi dampak degradasi sumberdaya ikan adalah pengembangan konservasi melalui pengembangan KKL. Langkah ini dipandang sebagai cara efektif untuk melindungi keanekaragaman hayati laut beserta nilai ekonomi yang terkandung di 16 dalamnya. KKL dibentuk dalam suatu wilayah pesisir dan laut dengan batas geografis yang tegas dan jelas, ditetapkan untuk dilindungi melalui perangkat hukum atau aturan mengikat lainnya, dengan tujuan konservasi sumberdaya hayati dan kegiatan perikanan yang berkelanjutan di sekitar luar wilayah KKL. Secara hakiki, maksud ditetapkannya KKL adalah untuk dapat melestarikan fungsi dan pelayanan dari ekosistem ecosystem services tersebut bagi keseimbangan ekologis dan kesejahteraan manusia. Kemudian upaya pengelolaan konservasi sumberdaya ikan di Indonesia masih relatif baru jika dibandingkan dengan upaya-upaya yang sama di wilayah darat. Sementara itu, perangkat kebijakan berkaitan dengan konservasi antara lain Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya, Undang-undang No. 17 tahun 1994 tentang Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati, Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan atau Undang-undang No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh beberapa Pemerintah Daerah. Selanjutnya dari berbagai referensi dan juga pemberitaan, suatu kewajaran apabila berkembang pemahaman pro dan kontra di masyarakat, antara lain bahwa penetapan sebagian wilayah laut sebagai KKL tidak mensejahterakan masyarakat, karena diikuti dengan penetapan prohibited areas, yang diartikan oleh masyarakat dilarangnya menangkap ikan di kawasan tersebut, sehingga menurunkan hasil tangkapan mereka. Terjadinya pemahaman negatif tersebut oleh masyarakat, disebabkan karena kurangnya informasi mengenai keuntungan ekonomi dan sosial yang diperoleh dari penetapan KKL, serta ketiadaan pengetahuan mengenai manfaat berkelanjutan untuk keperluan pengelolaan sumberdaya ikan. Oleh sebab itu, berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana tersebut pada sub sub 17 sebelumnya dan beberapa uraian tersebut diatas disusun bagan alir pada Gambar 1 untuk merumuskan permasalahan pengelolaan sumberdaya ikan di KKL di pulau- pulau kecil, serta untuk merumuskan permasalahan pemodelan bioekonomi untuk pengembangan KKL di pulau-pulau kecil, guna menjelaskan perumusan permasalahan secara menyeluruh dari penelitian ini. Permasalahan yang sangat penting pula, bahwa sumberdaya alam di pulau- pulau kecil perlu dimanfaatkan dengan berkelanjutan dan memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat secara signifikan. Pada dasarnya akar permasalahan dari pengembangan KKL di pulau-pulau kecil adalah pengelolaannya yang belum optimal dan sosialisasi terhadap masyarakat yang kurang. Sementara apabila dilihat dari tujuan mengembangan KKL sudah pasti akan memberikan dampak bio-sosio-ekonomi yang sangat signifikan, sehingga sudah pasti akan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat baik jangka pendek dan panjang. Gambar 1 Perumusan masalah pengelolaan sumberdaya ikan di KKL di pulau- pulau kecil Potensi SDA Kebijakan Pemanfaatan Kawasan Penangkapan ikan Konservasi Pengembangan KKL Insufficient Ketidaksempurnaan? Permasalahan Permasalahan  Terjadi overcapacity FAO 2000  Terjadi overfishing DKP 2008  Terjadi depresiasi Fauzi dan Anna 2005  Terjadi degredasi Fauzi dan Anna 2005  KKL dianggap kurang efektif Fauzi Anna 2005  Menyebabkan kesejahteraan menurun Vivekanandan 2007  Sosialisasi informasi terhadap nelayan kurang Failler 2007  Terjadi benturan sosial budaya Failler 2007 Diatasi dengan: Model Hybrid Bioekonomi dan Pengembangan KKL Mengapa ?  Aspek sosial dan ekonomi kurang diperhatikan?  Persepsi masyarakat kurang diperhatikan? Kawasan Perairan dan Pulau-Pulau Kecil PPK