Implikasi Model Pengelolaan KKL

172 adanya KKL terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya luasan KKL; 2 Effort aktual dengan KKL berada di bawah effort aktual tanpa KKL. Kemudian effort aktual dengan KKL cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya luasan KKL. Semakin luas kawasan KKL akan menyebabkan penurunan terhadap effort di kawasan dengan KKL; 3 Rente yang diperoleh dengan KKL lebih tinggi dibandingkan tanpa KKL. Namun rente cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan luasan KKL, yang disebabkan karena produksi dan effort yang terus menurun. 4 Dampak sosial ekonomi KKL terhadap nelayan dapat ditunjukkan bahwa, masyarakat di sekitar KKL Raja Ampat merupakan kelompok masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional atau subsisten. Dengan dibentuknya KKL, hasil tangkapan nelayan relatif bertambah, karena faktor semakin banyaknya spill over sumberdaya ikan sehingga jumlah tangkapan meningkat dan keberlanjutan usaha semakin terjamin. Disisi lain kesejahteraan masyarakat juga meningkat dengan terbukanya alternatif mata pencaharian yaitu sektor pariwisata bahari. 5 Dampak pengembangan KKL terhadap pemerintah bahwa: 1 KKL dapat dijadikan sumber pendapatan bagi pemerintah melalui mekanisme PES atau pembayaran jasa lingkungan. 2 Diperlukan adanya dukungan legal freamwork yang jelas agar PES dapat terimplementasi. 3 Rente dari KKL harus sebagian dikembalikan untuk biaya pengelolaan sumberdaya alam, sebagai sumber PNBP. 4 PES dapat menjadi modal pendapatan daerah untuk pembangunan, misalnya peningkatan wisatawan akan memicu peningkatan transportasi, retribusi, hunian hotel dan pajak hiburan. 173 6 Pada σ model model luasan menunjukkan bahwa semakin luas kawasan KKL, maka rente yang diperoleh akan semakin besar sampai dengan mencapai luasan tertentu, namun pada luasan yang lebih besar lagi kemudian rente menjadi semakin kecil. Sehingga hubungan antara luasan KKL dengan manfaat ekonomi yang berbentuk concave cembung. Selain itu, hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa “bigger is better” dalam kasus KKL tidak berlaku untuk seluruh kasus KKL. Pada luasan 10-50 menunjukkan rente positif, sehingga dalam pengelolaan KKL di Kabupaten Raja Ampat sebaiknya luas KKL kurang dari 50 dari luas wilayah perairan; 7 Model pengelolaan KKL dapat dilaksanakan berdasarkan 3 tiga model pengelolaan yaitu government lead, NGO lead dan community lead. Masing-masing model tersebut memiliki karakteristik yang spefisik untuk diterapkan pada lokasi-lokasi tertentu, atau dapat diterapkan berjenjang mulai dari government lead terlebih dahulu kemudian bergeser menjadi NGO lead baru kemudian menjadi community lead, atau dapat pula dilakukan pengelolaan collaboratif. Dalam kasus pengembangan KKL di Kabupaten Raja Ampat model pengelolaan yang dilakukan diawali oleh government lead dan saat ini berkembang menjadi collaboratif antara government dan NGO. 8 Melalui penelitian ini telah dikembangkan model hybrid bioekonomi yang merupakan penambahan konstanta β beta pada model bioekonomi Gordon Schaefer sebagai variable spill over effect yang berperan penting dalam keberhasilan pengembangan KKL. Model hybrid bioekonomi tersebut dinamakan model Haryani-Fauzi atau HF model, yang terdiri dari model HF-1, HF-2 dan HF-3 yang dapat diaplikasikan untuk pengembangan KKL.

8.2 Saran

Dari penelitian ini beberapa saran disampaikan baik terkait saran untuk rekomendasi kebijakan maupun saran untuk penelitian lanjutan, sebagai berikut: 174 1 Saran untuk rekomendasi kebijakan: 1 Analisis dengan pemodelan bioekonomi KKL dapat digunakan untuk rekomendasi efektivitas pengelolaan KKL. Oleh sebab itu dalam formulasi kebijakan pengembangan KKL analisis bioekonomi dapat dijadikan tahapan analisis untuk penetapan KKL menuju pengelolaan efektif. 2 KKL dapat dijadikan kebijakan alternatif pengelolaan pendapatan selain dari pemberian lisensi atau ijin usaha penangkapan IUP. 3 Dalam kebijakan makro, KKL sebagai potensi pendapatan bagi pemerintah membutuhkan dukungan legal freamwork yang jelas. Oleh karena itu dibutuhkan peraturan perundangan yang dibuat oleh pemerintah baik pada level pemerintah pusat UU, peraturan presiden, peraturan menteri, pemerintah daerah peraturan daerah, hingga pada level pemerintah desa praturan desa. 4 Kebijakan skala mikro yang harus dilakukan adalah bagaimana menentukan stakeholders yang mengelola dan memanfaatkan rente ekonomi yang dihasilkan KKL. Untuk itu diperlukan pengaturan kelembagaan yang mengatur spill over effect yang dihasilkan, siapa saja yang berhak mengelola, seberapa besar sumberdaya dapat dimanfaatkan dan menentukan pihak pengguna rente ekonomi tersebut. 5 Saran kebijakan fiskal yang dapat dilakukan adalah menerapkan user charge berdasarkan nilai WTP terhadap sumberdaya. Nilai user charge yang dapat diterapkan untuk masyarakat nelayan Raja Ampat sebesar Rp. 473,282,500bulan, dive operator sebesar Rp.1.100.000bulan, wisatawan lokal sebesar Rp. 98.000.000tahun dan wisatawan asing sebesar Rp.1.349.190.000tahun. Hasil user charge yang didapatkan harus sebagian dikembalikan untuk biaya pengelolaan sumberdaya alam. Untuk menjamin hal tersebut diperlukan penandaan earmarking dari pemasukan yang didapatkan melalui mekanisme user charge ini. 6 Kebijakan masyarakat yang dapat dilakukan adalah pembinaan terhadap mata pencaharian alternatif. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan terhadap sumberdaya akibat tingginya ketergantungan masyarakat 175 terhadap kegiatan eksploitasi sumberdaya ikan. Selain itu karakteristik nelayan di pulau-pulau kecil yang masih subsisten menyebabkan pembinaan mata pencaharian alternatif yang non ekstraktif menjadi penting dilakukan. 7 Model pengelolaan KKL dapat diterapkan tidak hanya secara top down dari pihak pemerintah government lead saja. Namun model pengelolaan bisa memberikan pelibatan masyarakat lebih besar community lead atau memberikan hak pengelolaan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat LSM NGO lead ataupun collaboratif. 2 Saran untuk penelitian lanjutan: 1 Pengembangan model hybrid bioekonomi KKL ini secara teoritis dapat ditindaklanjuti yaitu dengan menjembatani beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. Masih banyak faktor-faktor lainnya yang terjadi dilapangan dan mempengaruhi sistem, belum dimasukkan ke dalam model. Beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya adalah menambahkan beberapa indikator lain ke dalam model, sebagaimana yang belum disebutkan dalam asumsi model, sehingga akan menambahkan kesempurnaan dari model yang dikembangkan dalam penelitian ini. 2 Beberapa penelitian yang dapat dilanjutkan berdasarkan studi ini adalah: i mengembangkan model bioekonomi KKL dengan menggabungkan σ model dan β model, sehingga model bioekonomi KKL yang dihasilkan akan menjadi lebih sempurna dan applicable; ii karakteristik lain terkait pulau-pulau kecil, antara lain sifatnya yang vulnerable dan multiple use, perlu dipertimbangkan dalam model; iii memasukkan variabel ketidakpastian sumberdaya ke dalam model; iv memasukkan unsur kualitas lingkungan ke dalam model; v melakukan analisis dinamik optimisasi KKL optimal; vi mengukur K KKL dan K Non-KKL riil di Kabupaten Raja Ampat, sehingga dapat diketahui nilai optima l dari β atau spill over effect; membuat model KKL yang mengakomodasi dinamika exit dan entry dari pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya.