55 5 Pulau kecil berdasarkan aspek hidro-oceanografi. Kondisi bathimetri
perairan di sekitar pulau dipengaruhi oleh iklim, keadaan arus laut dan gelombang. Arus pasang surut yang terjadi di sekitar pulau-pulau kecil juga
akan mempengaruhi perubahan fisik pulau-pulau kecil; 6 Pulau kecil berdasarkan aspek eko-biologi. Dengan adanya Garis Wallace dan
Garis Weber, maka pulau-pulau kecil di Indonesia secara ekologis terbagi atas 3 tiga kelompok, yaitu kelompok pulau-pulau kecil di wilayah barat,
wilayah tengah, dan wilayah timur.
2.6.4 Potensi sumberdaya pulau-pulau kecil
Potensi sumberdaya yang terdapat di pulau–pulau kecil terdiri dari sumberdaya hayati dan non hayati, sebagai berikut:
1 Sumberdaya hayati, yaitu berdasarkan potensi sumberdaya yang tidak habis terpakai atau dapat diperbaharui, misalnya: hutan, terumbu karang, mangrove,
padang lamun, ikan, phytoplankton dan zooplankton yang bernilai ekonomi tinggi.
2 Sumberdaya non-hayati, yaitu berdasarkan potensi sumberdaya yang habis terpakai dan tidak dapat diperbaiki, misalnya bahan tambang dan mineral, air
tanah, keindahan bawah laut dan pantai. Selain segenap potensi sumberdaya tersebut di atas, ekosistem pulau-pulau
kecil juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan bukan saja bagi kesinambungan pembangunan ekonomi, tetapi juga kelangsungan hidup umat
manusia. Yang paling utama adalah fungsi dan peran ekosistem pesisir dan lautan di pulau-pulau kecil, yaitu: sebagai pengatur iklim global termasuk dinamika La-
Nina , siklus hidrologi dan biogeokimianya, penyerap limbah, sumber plasma
nuftah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut mestinya secara seimbang
dibarengi dengan upaya konservasi sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan.
2.7 Paradigma Pembangunan Pulau-Pulau Kecil
Dilihat dari karakteristik pulau kecil sebagaimana tersebut di atas, maka diperlukan strategi khusus dalam mengembangkan potensi sumberdaya alam
56 pulau-pulau kecil. Strategi khusus tersebut diarahkan agar mampu menghasilkan
nilai ekonomi yang signifikan, namun tetap menjaga kelestarian lingkungan, dan sebagai modal utama yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil tersebut. Gambaran
hubungan antara lingkungan dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Gambar 9.
Di tingkat nasional, pengembangan dan pembangunan pulau kecil dilakukan berdasarkan isu nasional yang berkembang, sedangkan di tingkat
daerah, pembangunan pulau-pulau kecil lebih bersifat ekstraktif yang mendatangkan
keuntungan ekonomi
tinggi dengan
mengesampingkan perlindungan terhadap ekosistem lingkungan dan proses-proses ekologi di
dalamnya. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip pembangunan secara berkelanjutan.
Gambar 9 Hubungan antara lingkungan dan pertumbuhan ekonomi DKP 2007i
Namun perlu dipahami bahwa kondisi ideal sulit dicapai dimana pembangunan dapat menghasilkan nilai ekonomi tinggi, sekaligus tanpa
mengganggu kondisi lingkungan alam sekitarnya. Sehingga yang penting diperhatikan adalah, seberapa jauh pembangunan ataupun aktivitas kegiatan dapat
menimbulkan perubahandegradasi lingkungan hingga taraf yang dapat diterima, dalam arti lingkungan tetap mempunyai kesempatan untuk kembali ke kondisi
awalnya. Oleh karena itu penting untuk memberikan batasan terhadap besaran kegiatan di pulau-pulau kecil, atau yang kita istilahkan sebagai “daya dukung
pulau-pulau kecil”.
Lingkungan
Ekonomi Pembangunan Ideal
Very Well Development
+ +
-
- Lingkungan
Ekonomi
57 Di
sisi lain,
pulau-pulau kecil
menghadapi masalah
dalam pengembangannya, karena letaknya yang menyebar dan tidak seluruhnya
berpenduduk serta memiliki potensi ekonomi. Untuk itu, diperlukan pendekatan dalam perencanaan pembangunan pulau-pulau kecil melalui “pengelompokan
pulau-pulau kecil” clustering. Pendekatan pengelompokan dilakukan dalam berbagai tingkat perencanaan di tingkat nasional hingga kabupaten, dengan
mengacu pada hirarki tata ruang yang telah ditetapkan secara nasional, serta memiliki fungsi atau peran perencanaan yang berbeda di tiap tingkatan tersebut.
2.8 Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan dan berhubungan dengan bioekonomi sumberdaya ikan, kebijakan pengelolaan KKL dan pengelolaan
pulau-pulau kecil meliputi berbagai topik. Demikian pula yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya ikan secara umum dan dampak kesejahteraan
yang ditimbulkannya. Indra 2007 melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan
model bioekonomi perikanan akibat adanya eksternal shock serta kebijakan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi sektor perikanan di Propinsi Aceh yang
harmonis, lestari dan memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada masyarakat di daerah penelitian. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada kondisi aktual
selama periode pengamatan telah terjadi degradasi dan depresiasai sumberdaya ikan pelagis dengan pola yang terus meningkat. Pengelolaan perikanan di
Propinsi Aceh perlu mengurangi effort sebesar 0-34,0 di pantai timur dan 0-46,3 di pantai barat. Hasil lainnya adalah adanya interaksi positif antara
ekosistem mangrove dengan tingkat produksi perikanan tangkap di daerah penelitian, dimana ekosistem mangrove memberikan kontribusi 27,21 terhadap
total produksi perikanan. Estimasi luas mangrove optimal di pantai timur seluas 100.946,70 ha dan pantai barat seluas 13.029,91 ha, sedangkan estimasi jumlah
effort optimal di pantai timur 105.950 trip dan pantai barat 74.456 trip.
Parwinia 2007 melakukan penelitian untuk pengembangan pemodelan ko-eksistensi pariwisata dan perikanan, dengan melakukan analisis konvergensi-
divergensi KODI di Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa ko-eksistensi antara pariwisata dan perikanan akan