Kondisi Hidrooseanografi Pemodelan hybrid bioekonomi untuk pengembangan kawasan konservasi laut di pulau pulau kecil

4.3 Kondisi Ekosistem Pesisir dan Laut

1 Terumbu karang Keanekaragaman hayati terumbu karang di perairan Raja Ampat umumnya dalam kondisi fisik yang baik. Berdasarkan hasil penelitian CII, TNC dan WWF, tercatat 537 jenis karang keras, 9 diantaranya adalah jenis baru dan 13 jenis endemik. Tercatat juga 828 CII dan 899 TNC-WWF jenis ikan karang sehingga Raja Ampat diketahui mempunyai 1.104 jenis ikan yang terdiri dari 91 famili. Diperkirakan jenis ikan ini dapat mencapai 1.346, berdasarkan kesinambungan genetik di wilayah kepala burung, sehingga menjadikan kawasan ini kawasan dengan kekayaan jenis ikan karang tertinggi di dunia. Berdasarkan indeks kondisi karang, 60 terumbu karang dalam kondisi baik dan sangat baik. Di sebagian wilayah telah terjadi perusakan terumbu karang yang disebabkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan potasium. Di kawasan Raja Ampat juga ditemukan 699 jenis hewan lunak jenis moluska yang terdiri atas 530 siput-siputan gastropoda, 159 kerang-kerangan bivalva, 2 scaphopoda , 5 cumi-cumian cephalopoda dan 3 chiton DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Di perairan Raja Ampat, umumnya terumbu karang tersebar di seluruh kawasan, yaitu di Distrik Waigeo Barat, Waigeo Selatan, Ayau, Samate, dan Misool Timur Selatan. Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai gudang keanekaragaman hayati biota-biota laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan, berpijah, daerah asuhan, dan tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi. Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung dan sumber obat-obatan. Terumbu karang sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan konstruksi. Di samping itu terumbu karang mempunyai nilai yang penting sebagai pendukung dan penyedia bagi perikanan termasuk di dalamnya sebagai penyedia lahan dan tempat budidaya berbagai hasil laut. Terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi, baik rekreasi pantai maupun rekreasi bawah laut lainnya dan tempat perlindungan berbagai biota langka DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Ada empat tipe terumbu karang di kawasan perairan Kabupaten Raja Ampat, yaitu: terumbu karang tepi fringing reef, terumbu karang penghalang barrier reef, taka dan gosong patch reef, dan karang cincin atol. Ada dua tipe terumbu karang tepi, yang mengelilingi baik pulau induk maupun pulau-pulau besar, yaitu terumbu karang tepi dengan kemiringan yang landai dan terumbu karang tepi dengan kemiringan yang terjal. Di beberapa tempat, terumbu karang didominasi oleh jenis karang tertentu, sebaliknya di daerah lainnya jenisnya cukup menyebar merata, mulai dari daerah rataan terumbu sampai daerah tubir. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan CII, TNC dan WWF tahun 2001 dan 2002, tercatat sebanyak 537 species karang batu, mewakili 76 genus dan 19 famili. Dari jumlah spesies ini terdapat 295 species yang tergolong dalam 67 genus dan 15 famili, merupakan karang keras scleractinia. Kondisi keanekaragaman ini diinventarisasi sampai pada kedalaman 34 meter di lebih dari 100 lokasi survei. Keanekaragaman terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat tertinggi ditemukan di areal perairan Misool, di sebelah utara Pulau Djam, dengan jumlah spesies sebanyak 182. Keanekaragaman terendah ditemukan di perairan Selat antara Pulau Gam dengan Pulau Waigeo dengan jumlah species 18. Keanekaragaman terumbu tertinggi ditemukan di sebelah utara Pulau Djam dengan jumlah 182 spesies, diikuti Teluk Wambong dengan jumlah 174 spesies DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Dominasi spesies terumbu karang di perairan Raja Ampat cukup bervariasi di tiap lokasi. Namun genus Acropora mendominansi hampir seluruh perairan Kabupaten Raja Ampat dengan jumlah jenis sebanyak 68 jenis, diikuti oleh genus Montipora 30 Jenis, Porites 13 jenis, Fungia 11 jenis, Pavona 11 jenis, Leptoseris 8 jenis, Psammocora 7 jenis, dan berturut-turut dari Astreopora sampai Platigyra sebanyak 6 jenis. Penyebaran koloni terumbu pada tiap lokasi memberikan gambaran yang bervariasi DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Di Kabupaten Raja Ampat terdapat beberapa lokasi dengan kondisi terumbu karang yang rusak akibat penggunaan bahan peledak dan bahan perusak lainnya. Kerusakan ini telah mengakibatkan terganggunya siklus ekosistem terutama kehidupan berbagai jenis biota laut yang berasosiasi dengan terumbu karang. Kerusakan ini juga telah menghilangkan fungsi estetika dari komunitas terumbu terutama untuk kegiatan pariwisata. Kerusakan yang terjadi pada terumbu karang bervariasi, namun sebagian besar kerusakan akibat penggunaan bahan peledak bom. Lokasi yang rusak akibat gelombang besar dan lokasi yang rusak akibat penggunaan potasium hanya ditemukan pada perairan sebelah selatan Pulau Bun. Diduga akar bore tuba tradisional secara luas digunakan di seluruh perairan Raja Ampat. Kerusakan terumbu karang tersebut telah mengakibatkan perubahan pada tutupan karang yang ada DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. 2 Padang lamun seagrass Padang lamun tersebar hampir di seluruh perairan Raja Ampat, yaitu di sekitar Waigeo, Kofiau, Batanta, Ayau, dan Gam. Padang lamun yang terdapat di Kabupaten Raja Ampat umumnya homogen dan berdasarkan ciri-ciri umum lokasi, tutupan, dan tipe substrat, dapat digolongkan sebagai padang lamun yang berasosiasi dengan terumbu karang. Jenis lamun yang tumbuh antara lain jenis Enhalus acroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, dan Syringodium isoetifolium. Kecenderungan ketidakadaan lamun adalah pada kedalaman 4 - 7 meter, dimana substrat dasar pada kedalaman tersebut didominasi oleh terumbu karang. Pada umumnya lamun ditemukan pada daerah reef top kedalaman 1 - 3 meter DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Kepadatan lamun relatif tinggi di Pulau Waigeo khususnya sekitar Pulau Boni dengan tutupan rata-rata 65. Jenis-jenis lamun yang ditemukan di Distrik Waigeo Barat dan Selatan adalah Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata. Secara umum kondisi ekosistem padang lamun di Distrik Waigeo Barat dan Selatan prosentase penutupannya tergolong baik 50-75 dan sangat baik lebih dari 75. Potensi sumberdaya lamun cukup tinggi, khususnya dari segi perikanan dan sumbangan nutrisi pada ekosistem terumbu karang di sekitarnya DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Sejumlah biota yang dijumpai pada ekosistem lamun antara lain adalah invertebrata: moluska kerang kampak - Pinna bicolor, siput laba-laba - Lambis lambis , cone - Conus sp., siput zaitun - Oliva sp., miteer - Vexillum sp., polute - Cymbiola sp. , kerang mutiara - Pinctada sp., kewuk - Cyprea sp. dan conch - Strombus sp. , Echinodermata teripang - Holothuria, bulu babi - Diadema sp. dan bintang laut Achantaster plancii, Linckia sp. serta Crustacea udang dan kepiting. Bahkan beberapa jenis penyu sering kali mencari makanan pada ekosistem padang lamun DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. 3 Mangrove Berdasarkan hasil survei dan analisis citra digital, luas ekosistem mangrove di Kepulauan Raja Ampat adalah ± 27.180 ha. Ekosistem mangrove di Kabupaten Raja Ampat yang cukup luas terdapat di wilayah pantai Waigeo Barat, Waigeo Selatan, Teluk Mayalibit, pantai Batanta, pantai timur Pulau Salawati, dan pantai utara dan pantai timur Pulau Misool. Ekosistem mangrove ini didominasi oleh famili Rhizophoraceae dan famili Sonneratiaceae. Pulau Misool merupakan pulau yang memiliki sebaran mangrove terbesar, kemudian diikuti oleh Pulau Waigeo, Salawati dan Batanta. Pulau Kofiau merupakan kawasan yang memiliki sebaran mangrove yang lebih sedikit dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Ekosistem mangrove di Raja Ampat dijumpai di dataran rendah, muara dan sungai-sungai pasang surut, yang menyediakan habitat yang cocok bagi asosiasi Bruguiera-Rhizophora. Contoh komunitas yang terbaik terdapat di Pulau Misool, sepanjang Pulau Gam dan Sungai Kasim. Selain itu komunitas mangrove terdapat juga pada bagian hulu misalnya jenis Rhizophora mucronata, Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhiza, Nypa fruticans, dan juga terdapat pada akhir aliran air tawar misalnya jenis Xylopcarpus granatum, Dolichandrone spathacea, dan Heritiera littoralis DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Kondisi ekosistem mangrove di Kabupaten Raja Ampat masih baik dengan ditemukannya 25 jenis mangrove dan 27 jenis tumbuhan asosiasi mangrove . Kerapatan pohon mangrove di Raja Ampat mencapai 2.350 batanghektar. Pada ekosistem mangrove di Raja Ampat juga ditemukan beberapa jenis biota yang dikelompokkan kedalam krustacea dan moluska, yang memiliki nilai ekonomis penting, di antaranya udang panaeid, kepiting bakau Scylla serata dan rajungan portunidae. Biota yang umum ditemukan di ekosistem ini adakah ikan blodok Periopthalmus sp., belanak Mugil dusumieri, bandeng Chanos chanos, kepiting bakau Scylla serata, dan kerang DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Ekosistem mangrove di Kabupaten Raja Ampat menunjukkan kondisi yang masih baik. Berdasarkan hasil survei dan analisis citra digital, luas mangrove di Kepulauan Raja Ampat adalah ± 27.180 ha. Sedangkan luas sebaran mangrove untuk masing-masing pulau besar yang ada di wilayah Kabupaten Raja Ampat adalah sebagai berikut: 1 Pulau Waigeo 6.843 ha, 2 Pulau Batanta 785 ha, 3 Pulau Kofiau 279 ha, 4 Pulau Misool 8.093 ha, 5 Pulau Salawati 4.258 ha. Pulau Misool merupakan pulau yang memiliki sebaran mangrove terbesar, kemudian diikuti oleh Pulau Waigeo, Salawati, dan Batanta. Pulau Kofiau merupakan kawasan yang memiliki sebaran mangrove yang lebih sedikit dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Dari hasil survei inventarisasi jenis mangrove , di Kabupaten Raja Ampat terdapat 25 jenis mangrove dan 27 jenis tumbuhan asosiasi mangrove. Mangrove di Raja Ampat dimanfaatkan oleh masyarakat secara tradisional sebagai lokasi mata pencaharian keluarga, yaitu menangkap ikan, udang dan mencari kepiting. Selain itu, mangrove dimanfaatkan untuk kebutuhan kayu bakar, bahan bangunan, dan sumber obat-obatan tradisional. Sebagian besar penduduk di Kepulauan Raja Ampat juga telah mengenal pemanfaatan buah mangrove dari jenis Bruguiera gymnorrhiza sebagai bahan untuk membuat makanan tradisional DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006.

4.4 Potensi Perikanan

1 Ikan Wilayah Raja Ampat memiliki kekayaan laut yang tinggi, didalamnya terdapat ekosistem terumbu karang dengan keanekaragaman tertinggi di dunia,