Pressure KKL Raja Ampat

100 Kondisi tersebut diatas didasari bahwa sampai saat ini penambangan terumbu karang belum menjadi aktivitas yang meresahkan bagi kelangsungan terumbu karang, demikian juga pemanfaatan mangrove sebagai kayu bakar atau bahan bangunan. Kerusakan terumbu karang lebih disebabkan karena penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, namun jumlahnya tidak terlalu besar DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Sangat wajar kondisi tersebut terjadi karena memang wilayah Raja Ampat masih relatif terjaga dengan kesadaran masyarakat yang baik untuk pelestarian sumberdaya ikan Pratikto 2006; Green et al. 2008; Haryani et al. 2009 dan 2010. Gambar 17 Evaluasi kondisi ukuran dan jenis ikan di KKL Raja Ampat Dari Gambar 17 terlihat bahwa, kondisi ikan yang ada di perairan Raja Ampat ukurannya semakin besar, yang dinyatakan oleh 56 responden. Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi perairan yang masih baik dan ekosistem pesisir yang ada belum mengalami degradasi yang signifikan McKenna et al. 2002; Haryani et al. 2009 dan 2010. Responden yang menyatakan ukuran ikan semakin kecil hanya 28 dan yang menyatakan ukuran ikan tetap 16. Di sisi lain diduga karena jenis ikan target berubah maka jenis ikan dinyatakan semakin banyak oleh 56 responden, semakin berkurang oleh 35 responden dan sisanya 9 responden menyatakan jenis ikan tetap. Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh selektifitas alat tangkap yang meningkat, sehingga kemampuan menangkap beragam jenis ikan semakin baik, sehingga terlihat jenis ikan bertambah. Atau disebabkan adanya jenis-jenis ikan baru yang hidup di perairan Raja Ampat, yang 101 diduga disebabkan oleh perubahan kondisi perairan atau migrasi ikan, mengingat perairan Raja Ampat berada pada posisi lintasan migrasi ikan DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006.

5.1.3 Response terhadap kondisi KKL Raja Ampat

Dengan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan seperti diuraikan di atas, diperoleh berbagai response dari masyarakat di sekitar kawasan KKL di Kabupaten Raja Ampat. Hasil survei langsung di lapangan dan wawancara dengan masyarakat setempat, secara umum terdapat 5 lima pengelompokan response yang dapat tergali dari penelitian ini, yaitu response langsung yang berkaitan dengan: 1 perbaikan kebijakan dengan membuat aturankebijakan baru; 2 perbaikan input penangkapan; 3 membentuk kelompok masyarakat; 4 perbaikan lingkungan; dan 5 melakukan konservasi. Dari kelima pengelompokkan tersebut dapat diuraikan bahwa, respons langsung yang mereka lakukan adalah 25 responden menyatakan akan membuat peraturan desadaerah guna melindungi kelestarian sumberdaya ikan Gambar 18. Kondisi saat ini dianggap belum terlambat untuk membuat peraturankebijakan yang bisa disepakati oleh seluruh masyarakat sekitarnya yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan sumberdaya ikan di perairan Raja Ampat. Response lain yang dilakukan masyarakat bahwa 23 responden mengaku membentuk kelompok dalam melakukan penangkapan ikan dan 13 responden melakukan program konservasi. Pembentukan kelompok adalah sangat baik dalam rangka untuk mewadahi kepentingan bersama. Khusus untuk sumberdaya terumbu karang, sebanyak 1 responden menyatakan melakukan transpalantasi terumbu karang untuk mendukung pelestarian sumberdaya ikan. Upaya lain yang dilakukan yaitu dengan perbaikan lingkungan yang dinyatakan oleh 5 responden. Transplantasi terumbu karang dan perbaikan lingkungan dilakukan masyarakat, namun dengan presentasi yang rendah, hal ini disebabkan bahwa masyarakat menganggap kondisi ekosistem pesisir di Raja Ampat masih relatif baik. Namun demikian response tersebut tetap dilakukan, yang diduga karena masyarakat Raja Ampat mengharapkan dapat memperbaiki taraf hidup melalui upaya tidak langsung, juga mereka sangat peduli akan kelestarian