Analisis bioekonomi KKL Metode Analisis Data

memodifikasi model Gordon-Schaefer dan diberi nama model bioekonomi Haryani-Fauzi atau model HF, yaitu dengan mengumpamakan bahwa telah terjadi limpahan spill over dari kawasan KKL ke kawasan non-KKL sebesar  beta maka dinamika stok sumber daya ikan di non-KKL akan mengikuti persamaan sebagai berikut: 1 dx rx x K x qxE dt      3.16 Dalam kondisi keseimbangan maka, persamaan di atas dapat dipecahkan untuk stok sumber daya dengan menetapkan nilai dx dt  model HF1 yakni: KqE K x r r r     3.17 Dengan mensubstitusikan persamaan 3.17 di atas ke dalam fungsi produksi h qxE  maka akan dihasilkan kurva yield-effort di non-KKL sebagai fungsi dari spill over  dinamakan model HF2 yakni: 2 2 q K q K h E q K E r r           3.18 Pada model HF2 kurva yield effort di atas kemudian dapat disubstitusikan untuk menentukan kurva penerimaan di non-KKL dengan faktor spill over yakni dengan mensubstitusikan ke TR ph  sehingga menjadi model HF3 yaitu: 2 2 pq K qK TR E qK E r r            3.19 Kurva penerimaan ini tentu akan sangat berbeda dengan kurva penerimaan tanpa spill over pada KKL sebagaimana sudah dibahas sebelumnya.

3.5.4 Valuasi ekonomi KKL

Valuasi ekonomi KKL dilakukan guna menghitung manfaat ekonomi KKL dan diwujudkan dalam nilai uang dari sumberdaya yang ada di dalam KKL. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar nilai KKL tersebut, sehingga akan diketahui bahwa KKL selain sangat penting sebagai instrumen pengelolaan perikanan berkelanjutan, juga mimiliki nilai dan manfaat ekonomi yang sangat tinggi dan oleh sebab itu perlu dikelola dengan baik. Dalam penelitian ini untuk menghitung manfaat ekonomi KKL, digunakan pendekatan valuasi ekonomi statik. Valuasi ekonomi ini dilakukan dengan pendekatan menghitung total economic value TEV, yang meliputi nilai manfaat langsung dan tidak langsung, nilai pilihan dan nilai keberadaan, dari suatu sumberdaya yang ada di dalam KKL Fauzi 2001 dan 2002; Adrianto 2004. Valuasi ekonomi dalam penelitian ini dilakukan tidak secara keseluruhan terhadap sumberdaya yang ada dalam KKL, namun dilakukan terhadap beberapa sumberdaya yang dominan dan berperan penting dalam pengembangan KKL Kabupaten Raja Ampat. Misalnya nilai manfaat ikan karang, budidaya mutiara, teripang, rumput laut dan nilai manfaat sumberdaya mangrove. Metode yang diterapkan untuk analisisi diantaranya adalah dengan menghitung berdasarkan harga pasar dan dengan contingent valuation methods CVM. Menurut FAO 2000 yang diacu dalam Adrianto 2004, CVM adalah pendekatan penilaian berdasarkan preferensi contingent valuation adalah sebuah metode yang digunakan untuk melihat atau mengukur seberapa besar nilai suatu barang berdasarkan estimasi seseorang. Metode ini juga dapat diumpamakan sebagai suatu pendekatan untuk mengetahui seberapa besar nilai yang diberikan seseorang untuk memperoleh suatu barang willingness to pay, WTP dan seberapa besar nilai yang diinginkan untuk melepaskan suatu barang willingness to accept , WTA. Metode CVM ini cukup tepat digunakan untuk KKL Raja Ampat, sebagaimana Barton 1994 yang diacu dalam Adrianto 2004, bahwa pendekatan CVM dilakukan untuk mengukur preferensi masyarakat dengan cara wawancara langsung tentang seberapa besar mereka mau membayar WTP untuk mendapatkan sesuatu barangjasa atau menerima kompensasi WTA bilamana mereka harus kehilangan sesuai barangjasa. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa CVM secara umum lebih memberikan penekanan terhadap nilai pentingnya suatu barang dibandingkan dengan nilai barang yang sebenarnya. Hasil wawancara menggunakan kuesioner, kemudian digunakan untuk mengetahui WTP yang dapat diperoleh dari hasil perhitungan nilai tengah mengikuti formula sebagai berikut FAO 2000 yang diacu dalam Adrianto 2004: dimana, n adalah besaran atau jumlah sampel dan y i adalah besaran WTP yang diberikan responden ke-i. Untuk mengetahui hubungan antara WTP dengan karakteristik responden yang mencerminkan tingkat penghargaan user terhadap sumberdaya yang selama ini dimanfaatkannya, dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut:     n i i i X WTP 1   3.21 dimana, WTP= kemampuan membayar pengguna terhadap suatu sumberdaya; X i = parameter pengukuran ke–i pendapatan, umur, pendidikan dsb.

3.5.5 Ex -ante impact dan ex-post impact sosial dan ekonomi

Untuk menganalisis kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar KKL Kabupaten Raja Ampat, adalah melalui pendekatan ex-ante impact dan ex-post impact analisis skenario dengan mendeskripsikan directindirect impact. Analisis ini dilakukan dengan cara direct survey dan secondary sources dan sebagai antisipasi keterbatasan data time series yang ada di lokasi penelitian. Ex- ante impact dan ex-post impact didasarkan pada perhitungan aktual dan cepat berdasarkan informasi yang tersedia. Tehnik ini sudah digunakan oleh Fauzi 2009 untuk menganalisis dampak sosial ekonomi KKL di Indonesia.

3.5.6 Analisis implikasi kebijakan

Membuat evaluasi manfaat suatu kegiatan atau kebijakan pembentukan KKL pada prinsipnya melihat dampak dalam konteks temporal. Oleh karena itu metode kualitatif dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi manfaat biologi, ekonomi dan sosial keberadaan KKL bagi masyarakat setempat dan juga pemerintah. Analisis kualitatif ini digunakan untuk menentukan implikasi model pengelolaan KKL dengan mempertimbangkan peran stakeholders, kondisi ekologi, ekonomi dan sosial yang menjadi karakteristik wilayah tersebut.    n i i y n MWTP 1 1 3.20 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Administratif

Kabupaten Raja Ampat merupakan daerah pesisir yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar. Potensi sumberdaya pesisir ini memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi daerah, karena secara sosial ekonomi semua penduduk Raja Ampat mendiami wilayah pesisir dan sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. Secara biofisik, Kabupaten Raja Ampat merupakan kabupaten kepulauan dengan gugus pulau berjumlah 610, yang terdiri 4 pulau besar yaitu Pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool, dengan sisanya lebih dari 600 merupakan pulau-pulau kecil, serta 34 pulau diantaranya berpenghuni. Daerah ini memiliki atol dan taka dengan panjang garis pantai 4.860 km dan perbandingan wilayah darat dan laut adalah 1 : 6 atau sekitar 86 luas wilayahnya terdiri dari perairan DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Pada jalur jejaring ekosistem, Kabupaten Raja Ampat terletak di kawasan the Coral Reef Triangle , berada di bagian paling barat pulau Papua, yang membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta hektar. Pada akhir tahun 2003, Raja Ampat dideklarasikan sebagai kabupaten baru, yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong dan termasuk salah satu dari 14 kabupaten baru di Papua. Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Provinsi Papua Barat, dengan pusat pemerintahan di Waisai, Distrik Waigeo Selatan, sekitar 36 mil dari Kota Sorong. Pemerintahan Raja Ampat berlangsung efektif mulai 16 September 2005 DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Pemerintah Daerah membagi Raja Ampat kedalam 13 distrikkecamatan dan 85 kampung. Secara geografis, Raja Ampat berada pada koordinat 2°25’LU- 4°25’LS dan 130°-132°55’BT. Secara geoekonomis dan geopolitis, Kabupaten Raja Ampat memiliki peranan penting sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan negara lain. Pulau Fani yang terletak di ujung paling utara dari wilayah Kabupaten Raja Ampat, berbatasan langsung dengan Republik Palau DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Secara administratif batas wilayah Kabupaten Raja Ampat Gambar 13 adalah sebagai berikut:  Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Seram Utara, Provinsi Maluku.  Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.  Sebelah timur berbatasan dengan Kota Sorong dan Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.  Sebelah Utara berbatasan dengan Republik Federal Palau. Keterangan: dalam peta insert, kotak merah di ujung kepala burung pada pulau Papua, merupakan wilayah Kabupaten Raja Ampat Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006 Gambar 13 Posisi geografis Kabupaten Raja Ampat