96 dari masyarakat setempat, terutama nelayan yang ada di Kabupaten Raja Ampat,
dengan hasil analisis diuraikan pada sub bab berikut ini.
5.1.1 Pressure KKL Raja Ampat
KKL Kabupaten Raja Ampat pada dasarnya tidak mengalami pressure yang berat jika dibandingkan KKL lainnya di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena lokasi KKL ini relatif jauh dari pusat keramaian atau pusat aktivitas manusia. Selain itu, aksesibilitas menuju kawasan ini relatif sulit karena cukup
jauh lokasinya, dengan akses transportasi umum yang sangat terbatas DKP-KRA 2006. Beberapa masalah sosial-ekonomi tertentu telah memberikan pressure
cukup signifikan, seperti rendahnya kesejahteraan masyarakat pesisir Haryani et al.
2009 dan penangkapan ikan sebagai tumpuan harapan terakhir bagi mata pencaharian penduduk pesisir DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja
Ampat 2006. Masyarakat berfikiran sederhana, bahwa sumberdaya yang ada disekitarnya akan digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga
bila dibandingkan pada dekade masa lalu, pada saat ini masyarakat mulai melakukan aktivitas negatif yang walaupun belum skala besar, namun dilakukan
terus menerus sehingga mulai terlihat terjadinya gejala degradasi sumberdaya pesisir dan laut yang mempengaruhi kondisi KKL DKP-KRA 2006; Pemerintah
Kabupaten Raja Ampat 2006. Di sisi lain penangkapan ikan oleh pendatang illegal fishing dan rencana eksploitasi pertambangan di wilayah perairan laut
menyebabkan pressure bagi pengembangan KKL yang cukup membahayakan DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006 dan 2007.
Peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan lapangan pekerjaan dan tingkat pendidikan yang rendah belum menjadi pressure yang berat bagi pengembangan
KKL. Dengan ditetapkannya 6 enam KKL oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan satu suaka margasatwa laut SML oleh Departemen Kehutanan
Republik Indonesia, yang diubah namanya menjadi Kawasan Konservasi Perairan Nasional KKPN sejak diserahkan pengelolaannya ke Kementerian Kelautan dan
Perikanan tahun 2008, menyebabkan kawasan ini menjadi lebih terlindungi DKP- KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006. Sumberdaya ikan di
kawasan ini juga tidak mengalami pressure yang luar biasa, akibat tingkat input
97 yang ada untuk mengeksploitasi ikan dan produk laut lainnya masih dalam skala
efisien DKP-KRA 2006; Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006; Haryani et al. 2010.
5.1.2 State KKL Raja Ampat
Dari hasil analisis persepsi masyarakat menunjukkan wilayah perairan Kabupaten Raja Ampat kondisi perikanan tangkapnya cukup baik. Nelayan di
perairan Kabupaten Raja Ampat dinyatakan jumlahnya bertambah dari persepsi 59 responden, sementara 25 menyatakan jumlah nelayan tetap, namun 16
responden menyatakan nelayan berkurang jumlahnya. Sementara untuk jumlah kapal, 78 responden menyatakan jumlah kapal penangkap ikan bertambah. Ini
menunjukkan bahwa, input jumlah kapal dan jumlah nelayan yang melakukan kegiatan perikanan tangkap di wilayah ini, memang bertambah dari tahun ke
tahun Haryani et al. 2010, sementara 16 responden menyatakan jumlah kapal tetap dan 6 responden menyatakan jumlah kapal berkurang Gambar 14.
Gambar 14 Evaluasi kondisi
perikanan tangkap di KKL Raja Ampat