Guru Sebagai Pendidik Dan Pembimbing
44
Sebagai seorang pendidik, guru harus memenuhi beberapa syarat khusus. Untuk mengajar ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai
dasar, disertai pula seperangkat latihan kenterampilan keguruan, dan pada kondisi itu pula, ia belajar memersonalisasikan beberapa sikap keguruan
yang diperlukan. Semuanya itu akan menyatu dalam diri seorang guru sehingga merupakan seorang pribadi khusus, yakni ramuan dari
pengetahuan, sikap dan keterampilan keguruan serta penguasaan beberapa ilmu pengetahuan yang akan ia transformasikan pada anak didik siswanya,
sehingga mampu membawa perubahan di dalam tingkah laku siswa itu. Dilihat dari segi perkembangannya, pada zaman kuno guru seringkali
diberi peringkat “pendidik” yang jauh lebih kuat. Para siswa atau anak didik diarahkan menjadi manusia-manusia yang taat pada Maha Pencipta, sopan,
tunduk kepada ketentuan serta adat-istiadat yang berlaku, walaupun kadang- kadang hal itu tidak rasional.
Kemudian pada zaman kolonial, fungsi guru sebagai “pengajar” lebih menonjol. Hal ini disesuaikan dengan maksud kaum kolonial untuk
menghasilkan orang-orang yang dapat bekerja untuk kaum kolonial. Soal pribadi dan etika serta sikap mental kurang mendapatkan perhatian.
Dalam perkembangan masa berikutnya secara tidak disadari dalam berbagai praktik dan pelaksanaan dalam kegiatan belajar-mengajar
khususnya proses pendidikan pada umumnya, fungsi guru sebagai “pengajar” penyampai ilmu pengetahuan masih cederung menonjol. Hal
ini dapat dilihat dalam kenyataan sehari-hari bahwa guru pada umumnya
45
akan memberikan kriteria keberhasilan anak didiknya melalui nilai-nilai pelajaran yang diajarkan setiap harinya, serta kurang memperhatikan sikap
dan tingkah laku anak sehari-harinya. Dalam kaitan ini guru dianggap sebagai seorang yang hanya lebih dan tinggi soal ilmu pengetahuan saja.
Akibatnya eksistensi guru hanya akan dihormati siswanya sewaktu mengajar di sekolah, sedang di luar sebagai yang sama saja dengan manusia
pada umumnya. Sungguh suatu sikap belajar yang salah kalau memandang bahwa guru
adalah sekedar berilmu pengetahuan yang tinggi. Perlu ditegaskan bahwa tidak cukup untuk menjadi guru hanya dengan bermodal pengetahuan.
Banyak persoalan atau unsur-unsur yang harus dipelajari dan dikuasai. Guru adalah sebagai seorang yang memiliki kiat. Dalam hubungannya dengan
fungsi sebagai pendidik, maka guru berarti menjadi pribadi yang terintegrasi.
Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi sebagai pembimbing. Pengertian
pendidik dalam hal ini lebih luas dari fungsi “membimbing”. “Bimbingan” adalah termasuk sarana dan serangkaian usaha pendidikan.
Seorang guru
menjadi pendidik
berarti sekaligus
menjadi pembimbing. Sebgai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan
“pengajar” seringkali melakukan pekerjaan bimbingan, misalnya bimbingan belajar, bimbingan tentang sesuatu keterampilan dan sebagainya. Jadi yang
46
jelas dalam pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “bimbingan”
sebagai yang tidak dapat terpisahkan. Bimbimgan dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun
anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendididk, guru
harus berlaku membimbing, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi oleh anak didik. Dengan
demikian diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik dari siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.
Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing, minimal dua fungsi, yakni fungsi moral dan fungsi kedinasan.
Tujuan secara umum, guru dengan segala peranannya akan keliatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun
guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya. Oleh karena itu, guru dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing juga diwarnai oleh
fungsi moral itu, yakni dengan wujud bekerja secara sukarela, tanpa pamrih dan semata-mata demi pangilan hati nurani, atau seperti telah dikemukakan
di atas dengan istilah roeping. Sehubungan dengan ini, ada tiga alternatif yang perlu diperhatikan oleh para guru dalam menjalankan tugas
pengabdiannya, yakni: 1.
Merasa terpanggil;
47
2. Mencintai dan menyayangi anak didik;
3. Mempunyai rasa tanggung jawab secara penuh dan sadar mengenai
tugasnya. Ketiga hal ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara yang
satu dengan yang lain. Karena orang merasa terpanggil hati nuraninya untuk mendidik, maka ia harus mencintai anak didik dan menyadari sepenuhnya
apa yang sedang dan akan dikerjakannya. Begitu juga karena ia mencintai anak didik dan ada panggilan hati nuraninya, karena merasa bertanggung
jawab secara penuh atas keberhasilan pendidikan anak seasuhannya. Konsep inilah yang harus dipegang teguh oleh guru dalam upaya mendidik dan
membimbing para siswanya. Pendidikan adalah usaha mendidik memimpin anak didik secara
umum unutk mencapai perkembangangan menuju kedewasaan jasmani maupun rohani, dan bimbingan adalah usaha pendidik memimpin anak didik
dalam arti khusus misalnya memberikan dorongan atau motivasi dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak didik siswa. Hal ini
sesuai dengan apa yang pernah disampaikan Ki Hajar Dewantoro dengan
sistem among
, “ing madyo mangun karso”. Sehubungan dengan beberapa fungsi yang dimiliki guru, maka
terdapat beberapa aspek utama yang merupakan kecakapan serta pengetahuan dasar bagi guru.
1. Guru harus dapat memahami dan menempatkan kedewasaannya.
Sebagai pendidik harus mampu menjadikan dirinya sebagai teladan.
48
Teladan dalam hal ini bukan berarti guru harus menyerupai seorang yang istimewa. Guru tidak perlu menggangap dirinya sebagai manusia
super, manusia yang serba tahu dan tak pernah melakukan kesalahan. Guru harus berlaku biasa, terbuka serta menghindarkan segala
perbuatan tercela dan tingkah laku yang menjatuhkan martabat sebagai seorang pendidik.
2. Guru harus mengenal diri siswanya. Bukan saja mengenai sifat dan
kebutuhannya secara umum sebagai sebuah kategori, bukan saja mengenal jenis minat dan kemampuan, serta cara dan gaya belajarnya,
tetapi juga mengetahui secara khusus sifat, bakat, minat, kebutuhan, pribadi serta aspirasi masing-masing anak didiknya.
3. Guru harus memiliki pecakapan memberi bimbingan. Di dalam
mengajar lebih berhasil kalau disertai dengan kegiatan bimbingan yang banyak berpusat pada kemampuan intelektual, guru perlu
memiliki pengetahuan yang memungkinkan dapat menetapkan tingkat-tingkat
perkembangan setiap
anak didiknya,
baik perkembangan emosi, minat dan kecakapan khusus. Dengan
mengetahui taraf-taraf perkembangan dalam berbagai aspek itu, maka guru akan dapat menetapkan rencana yang lebih sesuai sehingga anak
didik akan mengalami pengajaran yang menyeluruh dan internal. 4.
Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap
pembangunan. Pengetahuan ini sebagai landasan atau memberi makna
49
pada arah perkembangan anak didiknya. Anak didik berkembang dan berubah dan tidak hanya asal berkembang dan berubah, melainkan
akan berkembang sesuai dengan pengalaman berdasarkan minat dan kebutuhan yang ingin dicapainya.
5. Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu
yang diajarkan. Perkembangan budaya manusia yang menyangkut ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang itu tumbuh dengan
pesatnya, sehingga membawa akibat-akibat dalam berbagai kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan yang diajarkan pada
anak-anak didik pun harus dapat mengikuti perkembangan budaya manusia. Kalau guru tidak mengikuti perkembangan, berarti akan
ketertinggalan dan apa yang diajarkan tidak lagi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hal ini harus diatasi oleh guru secara kontinu
dengan memperdalam dan memperluas ilmu pengetahuan yang diajarkan.