Hasil pengamatan dan wawancara singkat dengan LPMAK

195 makanya guru-guru dari LPMAK, betah tinggal di tempat tugas mengajar dan gaji diantarkan langsung kepada guru-guru tersebut. “mutu pendidikan di Mimika-papua jauh menurun, guru-guru tidak lagi jiwa mengabdi untuk membuat anak-anak menjadi pintar, setidaknya bisa membaca dan menulis. Kalau masa Belanda, disiplin belajar-mengajar diterapkan dengan ketat, termasuk mencari murid jika tidak masuk sekolah. Kini jauh melonggar guru-guru yang mengapdi stengah mati seorang diri dan mengajar enam kelas sekaligus di pendalaman diperlakukan sama dengan yang tidak pernah mengajar di sekolah, ti dak ada sangsi tegas “ jika tidak mengajar satu kali saja gaji sebulan ditahan, apa lagi ke kota pasti dimarahi pastor dan LPMAK disuruh kembali di kampung” yang berprinsip menerima gaji buta sama dengan mencur i”. Apa lagi saat ini pengawas sekolah yang tidak berfungsi dan banyak pengawas yang tidak pernah tahu lokasi sekolah yang diawasinya, mereka tidak pernah datang dan membiarkan guru-guru meninggalkan sekolah atau tugas Untuk salah satu tolak ukur maju-mudurnya pendidikan Kabupaten Mimika adalah pemerataan guru-guru yang tidak merata. Kita tidak bisa tolak ukur dari SD, SMP, dan SMA yang ada di kota saja tetapi, semua sekolah yang ada di kota maupun pendalaman. Untuk jadikan tolak ukur mutuh pendidikan Mimika adalah di pendalaman karena, banyak sekolah yang ada di pendalaman Mimika yang di kota bukan semua putraputri asli mimika yang asli anak-anak di pendalaman, kalau di kota ini kebanyakan 196 dari anak-anak pendatang jadi jangan lihat dari sekolah-sekolah yang ada di kota saja”.

3. Hasil Wawancara dengan Para GuruResponden

1. Karakteristik Respoden

a Masa kerja Alasan utama peneliti dalam memilih responden yang ada dalam penelitian ini adalah bervariasi, tidak hanya lama masa kerja responden tetapi ada respoden yang masa kerjanya lebih dari satu tahun bahakan kurang dari 38 tahun. Responden yang dipilih peneliti adalah responden yang memiliki masa kerja yang bervariasi dari 1 tahun sampai dengan lebih dari 10 tahun menekuni profesi guru. Lamanya masa kerja ternyata tidak berpengaruh terhadap peningkatan kinerja responden karena tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan, status kepegawaian, pemberdayaan, maupun kesejahteraan. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh peneliti dari responden dimana peneliti mengungkap ada responden R2 yang telah mengabdi selama 38tahun,yang masih berstatus sebagai Guru swasta. Responden lain juga demikian. Diantara 16 responden, 1 responden R2 telah mengabdi sebagai guru selama 38 tahun, 2 responden R12 menekuni profesi guru 29 tahun, 3 respoden R1 mengabdi sebagai profesi guru selama 18 tahun, 4 responden R3 mengapdi sebagai guru selama 14 tahun, 5 responden R6 menekuni sebagai profesi guru selama 13 tahun 7 bulan, 6 responden R7 telah 197 menekuni profesi sebagai guru selama 12 tahun 8 bulan, 7 respondenR10, R14menekuni profesi sebagai guru selama 10 tahun, 8 responden R8 menekuni profesi sebagai guru selama 8 tahun 8 bulan, 9 responden R4menekuni profesi sebagai guru selama 7 tahun 5 bulan, 10 respondenR11 menekuni telah mengabdi sebagai profesi guru selama 6 tahun 5 bulan, 11 responden R9 telah mengabdi sebagai profesi guru selama 5 tahun, 12 responden R15 telah mengabdi sebagai profesi guru selama 3 tahun, 13 responden R5, R16 menyatakan menekuni sebagai profesi guru selama 2 tahun 8 bulan, dan serta respondenR13 menekuni profesi guru selama 1 tahun. Memang sungguh sangat memprihatinkan bila melihat kondisi responden yang telah mengapdi sebagai guru kurang dari 10 tahun bahkan lebih dari 10 tahun namun masih menyandang status PNS, Swata dan juga Honorer. Responden merupakan gambaran kecil dari sekian banyak guru di Kabupatan Mimika dan pada umumnya di Papua yang masih ada. Selama mengapdi sebagai profesi guru, berarti selama itu pula para responden berada dalam kondisi yang masih mencemaskan masa depan mereka. Namun dengan semakin lamanya responden mengapdi tanpa mempedulikan status yang beragam, maka responden tersebut memiliki persepsi yang lebih mendalam terhadap profesinya. Ada yang tidak mendahulukan tentang kesejahteraan dan status kepegawaian, tetapi responden memiliki persepsi tersendiri terhadap profesinya sebagai guru. Tentunya persepsi tiap responden berbeda-beda. 198 Ketika peneliti menanyakan tentang persepsi responden terhadap semboyan yang sering diungkap-ungkapkan sejak zaman penjajahan yakni “Guru Adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, sebagian responden tidak setuju dengan semboyan tersebut. Salah satu responden R1 yang tidak setuju dengan semboyan tersebut menyatakan bahwa semboyan tarsebut “hanya untuk para guru agar tidak protes dengan nasibnya dan para guru tertuju pada hal tersebut sehingga perlakuan yang tidak adil bagi para guru, untuk guru di Mimika tidak karena seorang guru makan lalu melaksanakan tugasnya, ibaratkan mobil jika mesin saja tidak bisa jalan namun ada oli dan bensin sehingga menambah tenaga mesin dalu bodinya berjalan, sama halnya dengan profesi guru saat ini ”. Sedangkan responden lainnya yang tidak setuju dengan semboyan tersebut R6 R11, R12, R14, menyatakan bahwa pada zaman dulu iya tetapi sekarang ini tidak setuju dengan semboyan tersebut karena ada pekerjaan yang tidak mengharapkan balas jasa, termasuk salah satunya profesi guru. Balas jasa yang dimaksudkan responden disini adalah balas jasa berupa materi atau uang. Sementara itu responden satu yang tidak setuju juga adalah R15 menyatakan bahwa bukan tanpa jasa tetapi berkat guru, kita menjadi lebih baik, maka profesi guru adalah pangilan jiwa bukan dipuji oleh masyarakat, yang memjadi problema adalah guru juga manusia biasa yang tidak luput dari kelemahaan maka perluh perhatikan juga kesejahatraannya, bila guru tidak makam, minum tidak bisa mengajar atau bekerja.