Hasil Wawancara dengan Para GuruResponden Karakteristik Respoden

198 Ketika peneliti menanyakan tentang persepsi responden terhadap semboyan yang sering diungkap-ungkapkan sejak zaman penjajahan yakni “Guru Adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, sebagian responden tidak setuju dengan semboyan tersebut. Salah satu responden R1 yang tidak setuju dengan semboyan tersebut menyatakan bahwa semboyan tarsebut “hanya untuk para guru agar tidak protes dengan nasibnya dan para guru tertuju pada hal tersebut sehingga perlakuan yang tidak adil bagi para guru, untuk guru di Mimika tidak karena seorang guru makan lalu melaksanakan tugasnya, ibaratkan mobil jika mesin saja tidak bisa jalan namun ada oli dan bensin sehingga menambah tenaga mesin dalu bodinya berjalan, sama halnya dengan profesi guru saat ini ”. Sedangkan responden lainnya yang tidak setuju dengan semboyan tersebut R6 R11, R12, R14, menyatakan bahwa pada zaman dulu iya tetapi sekarang ini tidak setuju dengan semboyan tersebut karena ada pekerjaan yang tidak mengharapkan balas jasa, termasuk salah satunya profesi guru. Balas jasa yang dimaksudkan responden disini adalah balas jasa berupa materi atau uang. Sementara itu responden satu yang tidak setuju juga adalah R15 menyatakan bahwa bukan tanpa jasa tetapi berkat guru, kita menjadi lebih baik, maka profesi guru adalah pangilan jiwa bukan dipuji oleh masyarakat, yang memjadi problema adalah guru juga manusia biasa yang tidak luput dari kelemahaan maka perluh perhatikan juga kesejahatraannya, bila guru tidak makam, minum tidak bisa mengajar atau bekerja. 199 Akan tetapi responden lainnya R2, R3, R4, R5, R7, R8, R9 R10, R13, dan R16 menyatakan setuju pada semboyan tersebut. Alasan mereka setuju dengan semboyan tersebut karena kematangan pengalaman hidup mereka yang memandang bahwa profesi guru dari dulu sampai sekarang tidak pernah berorientasi pada materi saja. Begitu pula yang dirasakan responden saat ini yang menjadikan materi bukan tujuan utama dan melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan penuh keikhlasan. Hidup ini adalah seni yang berkarya agar apa kita kerjakan bermanfaat bagi orang banyak, utamakan kemauan berkarya sehingga nantinya materihal akan sendirinya mengikutinya. Sehingga bisa ditarik suatu hasil dalam penelitian tentang Peningkatan Kinerja Guru SMA ini adalah masa kerja yang bervariasi tidak cukup lama dan cukup lama dengan status sebagai guru tidak menyurutkan motivasi individu dalam menjalankan profesinya, karena selama itu pulalah individu tetap menjalankan aktivitasnya sebagai guru seperti biasa. b Status Kepegawaian dan Kesejahtraan Gaji Responden Dengan profesi sebagai guru, para responden tentunya memiliki penghasilan yang berbeda-beda dari guru berstatus PNS, guru Yayasan swasta tetap, dan guru honorer. Untuk guru yang telah berstatus PNS, gaji yang diperolehnya sudah ditetapkan oleh peraturan pemerintah sesuai dengan golongan guru yang bersangkutan. Menurut PP No 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru, gaji yang diterima guru atau dosen dengan 200 status PNS mencapai lebih dari Rp 3 juta karena gaji pokok yang diterima mencapai dua kali lipatnya. Apalagi yang telah lolos dalam proses sertifikasi guru, hampir dipastikan besaran gajinya jauh lebih besar. Biasanya untuk guru tetap yayasan dan guru PNS masih mendapatkan tambahan gaji berupa tunjangan fungsional dan tunjangan pensiun khusus untuk PNS. Sedangkan guru yang masih berstatus honor, gaji yang diterimanya berdasarkan banyaknya jumlah jam mengajar yang ditugaskan oleh sekolah dalam seminggu. Jika jam mengajar sedikit,itu artinya penghasilan yang diterimanya juga sedikit. Sedangkan guru Yayasan yang statusnya Swasata gaji yang diperolehnya merupakan gaji tetap yang diberikan oleh Yayasan dengan tidak terhitung jumlah jam pelajaran yang diajarkan. Ketidak samaan fasilitas upah yang diterima oleh para respoden sebagai guru PNS dengan guru Yayasan di sekolah masing-masing merupakan masalah yang banyak ditemui peneliti pada saat melakukan wawancara dengan para responden. Perbendaan fasilitas-fasilitas antara lain sebagai gaji tetap dan tunjangan dan lain sebagainya. Gaji yang di peroleh responden berdasarkan status kepegawaian dan lama kerjanya. Dan berikut status kepegawaian PNS R1, R14, R15, sedangkan pegawai yayasan tetap para responden R2, R3,R6, R7, R8, R9, R10, R12, dan para respomden yang berstatu honor adalah R4, R5, R13, juga yang tidak menyebutkan statusnya adalah para responden R, R11, R16 dengan status yang beragam maka kesejahtraan juga tidak sama yang diperoleh para responden tersebut. 201 seperti yang diucapkan oleh para responden R9, R11 “ untuk Mimika dan pada umumnya Papua gaji dan tunjangan tidak mencukupi kebutuhan, bahkan ada fasilitas-fasilitas yang kita tidak bisa miliki atau mengikuti seperti tunjangan, dana kesehata n dan fasilitas worshop”. Selain itu para responden juga keinginan kuat untuk menjadi guru dengan status PNS. Sebagian besar sembilan orang responden yang pernah mencobah mendaftar untuk menjadi PNS, namun tidak pernah diterima. Dan akhirnya para responden menerima nasibnya sebagai guru swastahonorer, selain itu ada juga salah satu responden R9 yang tidak berkehinginan untuk mencobah mendaftar PNS tetapi sangat menikmati dengan pekerjaan ini. Berkeinginan menjadi guru berstatus PNS sangat kuat dilatarbelakangi oleh kepastian masa depan dari status kepegawaian sebagai PNS serta faktor kesejahtraan yang diterima apa bila telah diterima status PNS. Dan juga responden lain yang tidak menyebutkan gaji atau tunjangan yang diterimanaya, dengan alasan kalu tentang gaji itu rahasia pribadi menurut para responden tersebut. c Jenis Kelamin Kadang-kala masalah perbendaan gender masih problema diberbagai profesi. Tetapi profesi guru perbedaan gender tidak ada persoalan yang harus dibincangkan karena, jika dalam profesi guru jumlah guru laki-laki dan perempuan hampir sama. Kedudukan pun bagi sama rata, jaman sekarang sudah ada banyak yang menduduki kepala sekolah guru pria 202 maupun guru wanita. Jika dulu memang posisi ini dikuasai oleh guru-guru pria saja tetapi sekarang tidak demikian. Dari penelitian ini peneliti mencoba cari tahu apakah di sekolah tempat responden bekerja ada perbedaan gender, apakah suatu hal yang diskriminatif atau tidak. Namun para responden yang peneliti wawancarai semua menyatakan tidak ada perbendaan semua sama karena, apa yang dikerjakan satu tujuan untuk mencapai keberhasilan dalam peningkatan kaulitas pendidikan tersebut. Selain itu peneliti juga wawancarai guru perenpuan apakah sebagai wanita bekerja itu wajib atau tidak, salah satu responden R6 menyatakan tidak “karena, jika hamil pasti tidak mengajar, juga anak lagi belum tentu bapa atau orang lain yang jaga makanya itu kami wanita kadang ijin atau citi melahirkan jadi belum tentu bekerja itu wajib”. Sedangkan kelimabelas para responden lainya menyatakan wajib. d Suku Etnis Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat peningkatan kinerja guru adalah faktor suku Etis, dan budaya. Berbeda suku, berbeda pula budayanya, sehingga sikap dan kepribadian individu yang terbentuk oleh budaya juga bisa berbeda dalam menjalani hidupnya. Bahkan setiap suku mempunyai suatu ciri khas budaya yang berbeda dengan suku lainnya dalam kaitannya dengan persepsi individu dalam bekerja. Namun dalam Mulyasa 2013 hubungan guru dengan peserta didik, hubungan guru dengan orang tuawali murid, hubungan guru dengan masyarakat, dan hubungan guru 203 dengan sekolah dan rekan sejawat, serta hubungan guru dengan profesi. Hal ini juga untuk nilai-nilai dasar yang bersumber dari kode etik guru. Perbedaan sukuetnis sudah tertuang dalam kode etik guru indonesia bersumber dari: 1 nilai agama dan pancasila, 2 nilai-nilai kompetensi pendagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, 3 nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmania, emosional, inteltual, sosial, dan spritual. Oleh sebab itu, di Indonesia terkenal dengan beragam suku, budaya yang mempunyai ciri khas masing-masing. Tidak hanya suku-suku yang berasal dari pribumi, sukuetnis yang non-pribumi pun turut menambah keragaman budaya di Kabupaten Mimika yang memang terkenal dengan tuju suku ditambah suku sambang sampai merauke yang multikultural. Dalam penelitian yang dilakukan di Kota Mimika, para responden mengaku bahwa mereka berasal dari berbagai suku, budaya dan berbagai wilayah di Indonesia juga asal daerah yang berbeda pula. Para responden R2, R8 berasal dari Pupua suku Serui dan R3 Papua sentani, R4, R6, R7, R9, R10, R12 berasal dari sulawesi Manando suku Minahasa, R14,R15, R 16 berasal dari sulawesi sukuToraja, R5, R11 berasal dari Sumatera Medan suku Batak dan R1 berasal dari Flores. Keragaman para responden yang berbeda-beda asal wilayah, suku sehingga, peneliti tidak mudah mengindetifikasi hal-hal yang berhubungan peningkatan motivasi 204 kinerja responden dalam kaitannya budaya yang melekat pada para responden tersebut. Budaya yang berbeda-beda akan berpengaruh pada kinerja para responden karena di mana tempat bekerja tidak semudah berhadaptasi dengan kondisi di mana para resonden mengabdi. Semua responden menyakatakan bahwa pada awalnya sangat sulit namun lama-kelamaan sudah biasa dan menyatu, jadi tidak perluh dipersoalkan lagi. Namum yang menjadi tantangan baru adalah menghadapi siswa baru yang berasal dari pendalaman, para pesponden menyatakan apa yang dikerjakan selama satu tahun tidak ada hasil bagi siswa-siswi yang berasal dari pendalaman, entah itu dari segi kuantitas maupun kualitas kerjanya. Sementara siswa-siswi yang berasal dari sekolahnya dalam kota Mimika sudah bisa karena, para responden terbiasa mendegar, melihat, terlibat langsung, dan mengamati komunikasi intraksi yang terjadi di sekolah maupun di lingkungan sosial masyarakat. Walaupun para responden tidak jujur menyatakan perbedaan suku etnis akan terpengaruh pada nilai perestasi peningkatan kinerja guru, namun peneliti tahu bahwa para responden tidak jujur dalam hal ini. Karena, peneliti juga pernah mengalami, dan juga untuk memahami apa yang disampaikan oleh paraguru yang berbeda suku, budaya apa lagi perbendaan pulau lebih sulit lagi untuk dimengerti apa yang disampaikan oleh para guru tersebut. Selain itu para guru juga biasanya menyampaikan materi terpaku pada buku teks tidak pernah guru yang pake media maka anak didik tidak 205 bisa mengerti. Kadang kala para guru diwawancarai tidak pernah jujur dengan fakta dan kebenaran hanya membela dirinya sendiri. Seperti contohnya peneliti tahu benar persoalan pendidikan di Papua dan pada khususnya Kabupaten Mimika. Namun saat peneliti wawancara tidak ada para responden yang jujur mala sebaliknya para responden balik mewawancarai peneliti, hal itu menutupi dalam perestasi peningkatan kenerja para responden juga umunnya kinerja para guru di Kabupaten Mimika. e Kemampuan Dalam profesi guru, pada dasarnya kemampuan intelektual yang paling diunggulkan, takterkecuali pada guru olahraga yang juga mengandalkan kemampuan fisik. UU Guru Dosen juga telah memberikan stimulus kepada profesi guru untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Atas dasar itulah, dalam penelitian ini peneliti ingin mengungkap kemampuan responden yang berhubungan dengan peningkatan kerja para responden. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa responden kurang memiliki untuk meningkatkan kemampuannya. Kinerja berprestasi responden juga terbilang rendah. Sebetulnya semua responden memiliki keinginan untuk berprestasi, namun terlantar dengan berbagai kondisi yang dialaminya, sehingga menurunkan tingkat perestasi kinerjanya. 206 Pada saat penelitian, peneliti ingin mengetahui adakah keinginan responden untuk meningkatkan ilmu kemampuan intelektualnya, misalnya dengan kuliah lagi atau dengan mengikuti workshop-workshop yang menunjang profesinya. Setelah dilakukan wawancara, semua responden menyatakan ingin ya selalu berkeinginan untuk menambah ilmu tetapi yang menjadi persoalannya adalah faktor pendudukung yang tidak mencukupi. Selain itu salah satu responden menyatakan bahwakeinginan melanjutkan kuliah lagi di S2 seperti yang diutarakan oleh R1, akan tetapi yang sesuai dengan ilmu yang ditekuninya kimia murni namun responden terbatasi oleh beberapa kondisi yakni kondisi finansial yang terbatas. Selain itu, para responden R3 beralasan bahwa ilmunya yang sekarang tidak cukup sehingga selalu ingin meningkatkan penguasaan ilmu. Sedangkan para responden menyatakan R2, R4, R5, R6, R7, R8, R,9, R10, R11, R12, R13. 14, R15, dan R16 jawabannya sama “iyaberkeinginan tambah ilmu itu selalu ada tetapi apa boleh buat jika memgambat oleh berbagai faktor sehingga t rima apa adanya yang sekarang ini”. Salah satu cara yang dilakukan peneliti untuk mengetahui kemampuan para responden dengan cara mengamati setiap masuk-keluar responden ternyata para responden tidak ada kemampuan untuk menambah ilmu dengan cara metode baru atau media baru, yang diperagakan oleh para guru responden tersebut selama peneliti mengamati setiap responden maupun para guru yang di jumpai saat melakukan penelitian di sekolah-sekolah. 207

2. Latar Belakang Memilih Profesi Guru

Setiap orang pasti mempunyai alasan atau latar belakang atas pilihan yang diambilnya, termasuk ketika seseorang memilih pekerjaan yang digelutinya. Menurut Sinamo 2005, Setiap orang terlahir ke dunia dengan panggilan yang spesifik. Panggilan hidup itu dijalani setiap orang terutama melalui pekerjaannya.Secara natural, orang akan berhasil ketika dia menemukan dan melaksanakan panggilan jiwanya. Alasannya, setiap orang pasti dilengkapi potensi dan kemampuan untuk melakukan panggilan itu. Maka orang yang terpanggil menjadi guru itu sebenarnya sudah dilangkapi dengan bakatkemampuan mengajar, ketekunan dengan rumus-rumus atau teori-teori yang dikuasainya, dan keinginan untuk memberikan ilmunya. Dengan penelitian ini, ada berbagai latar belakang yang dijadikan alasan oleh para responden memilih profesi guru. Alasan responden memilih profesi guru ada yang dimulai sejak sebelum menempuh pendidikan tinggi, ada juga yang dilatarbelakangi ketidaksengajaan mendapatkan kesempatan bekerja sebagai guru dan ada juga tidak mau menjawabnya seperti responden R15. Sementara responden R3,R5, R11, R13 yang mengemukakan bahwa tidak ada alasan memilih profesi guru sebagai pekerjaan, namun profesi guru ini panggilan dari Tuhan dan panggilan hati maka harus menekuninya sampai dengan tidak bisa bekerja lagi atau sampai dengan penciun. 208 Juga ada responden lain yang berpendapat bahwa responden R4, R6, R7, R9, R12, R16 alasan memilih guru sebagai pekerjaannya karena, sudah menjadi cita-cita dari sejak kecil, panggilan dan pilihannya sendiri tidak ada dorongan atau paksaan dari pihak lain. Sedangkan untuk para responden yang akhirnya memilih profesi guru karena ketidak-sengajaan, tersebut pada awalnya memang dilatarbelakangi oleh ketidak tertarikan responden pada profesi guru. Akan tetapi setelah mendapat kesempatan mengajar, para responden menikmati perannya tersebut. Saat ditanya kenapa responden memilih guru sebagai profesinya, salah satu responden R1 mengemukakan ketertarikannya untuk menekuni profesi guru muncul sejak tahun 1995 bulan maret dan sampai tidak dibutuhkan lagi alias pensiun, apalagi didukung oleh keluarganya terutama istri dan kerabat terdekatnya. Pangilan terhadap profesi guru juga timbul karena untuk menolong orang yang membutuhkan hal ini diungkapkan oleh pararesponden R2, R8, R10, R14 terhadap sosok guru yang diidolakannya pada saat responden sekolah. Ketika memilih profesi guru itu menjadikan responden terdorong untuk menekuni profesi guru, sehingga diwujudkannya untuk mendorong, mendidik, dan mengajar anak-anak bangsa yang ketertinggan. Keterbatasanguru maka diminta untuk mengajar sekolah tersebut. Memang kondisi kondisi ekonomi yang mengalami oleh responden R2 , R8, R10, R14 juga akhirnya menjadi pertimbangan responden untuk memilih untuk mengikuti kuliah atau berali ke profesi lain. Seseorang akan merasa 209 termotivasi apabila telah mendapatkan apa yang diinginkannya. Secara khusus, motivasi diartikan oleh Masud 2002 sebagai penilaian, perasaan atau sikap umum guru terhadap pekerjaannya yang meliputiantara lain: gaji, hubungan sosial ditempat kerja, lingkungan kerja, dan pekerjaan itu sendiri. Faktor keluarga memang dominan dalam mempengaruhi responden dalam memilih profesi guru. Ketika ditanya tentang tanggapan keluarga terhadap profesi responden sebagai guru, semua responden menyatakan bahwa sebagian besar keluarga para responden mendukung profesinya sebagai guru. Keluarga para responden menyatakan bangga menjadi bagian dari keluarga seorang guru. Selain itu, keluarga yang tidak banyak menuntut juga merupakan bentuk dukungannya pada profesi responden. Setidaknya pemilihan profesi guru oleh para responden dalam penelitian ini masih mencerminkan nilai-nilai kerja serta persepsi responden terhadap profesi guru yang berdampak pada motivasi para responden dalam menjalankan profesinya. Namun hanya responden R2 mengemukakan bahwa tidak ada tanggapan dari keluarga mendukung atau tidaknya memilih profesi sebagai guru

3. Sikap Responden TerhadapProfesi Guru Ideal

Setelah mengungkap berbagai kisah kehidupan responden selama menjadi profesi guru dengan berbagai keterbatasannya, kondisi guru ideal itu seperti apa yang diinginkan oleh para responden sebagai guru profesional. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan