Prosiding Seminar Radar Nasional 2008., Jakarta, 30 April 2008., ISSN : 1979-2921.
Distribusi Amplitudo 8 elemen
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1 2
3 4
5 6
7 8
elemen ke - a
m p
lt u
d o
d = 0.5 λ Uniform
d = 0.5 λ Chebyshev
d = 0.5 λ Taylor
d = 0.5 λ Cosine
d = 0.75 λ Uniform
d = 0.75 λ Chebyshev
d = 0.75 λ Taylor
d = 0.75 λ Cosine
Gambar 1. Pola distribusi amplitudo untuk 8 elemen
Distribusi amplitudo 16 elemen
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16
elemen a
m p
li tu
d o
d = 0.5 λ Uniform
d = 0.5 λ Chebyshev
d = 0.5 λ Taylor
d = 0.5 λ Cosine
d = 0.75 λ Uniform
d = 0.75 λ Chebyshev
d = 0.75 λ Taylor
d = 0.75 λ Cosine
Gambar 2. Pola distribusi amplitudo 16 elemen
Distribusi Am plitudo 32 elem en
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4 1.6
1.8
1 3
5 7
9 11
13 15
17 19
21 23
25 27
29 31
El emen ke -
d = 0.5 λ Uniform
d = 0.5 λ Chebyshev
d = 0.5 λ Taylor
d = 0.5 λ Cosine
d = 0.75 λ Uniform
d = 0.75 λ Chebyshev
d = 0.75 λ Taylor
d = 0.75 λ Cosine
Gambar 3. Pola distribusi amplitudo 32 elemen
4.2. Analisis Pola Radiasi Analisis pola radiasi dilakukan untuk
mengetahui main lobe dan side lobe yang dibentuk. Pola radiasi yang dianalisis dilakukan pada antena
susun 32 elemen dengan jarak antar elemen 0.5 λ.
Masing-masing pola radiasi pada keempat jenis distribusi amplitudo dapat dilihat pada Gambar 4 - 8.
Gambar 4. Pola radiasi antena array 32 elemen dengan
distribusi Uniform
Gambar 4 merupakan pola radiasi yang dibentuk berdasarkan distribusi amplitudo yang
uniform. Dari pola yang terbentuk SLL dari minor lobe terbesar adalah -13.3 dB dan untuk minor lobe
lainnya bervariasi besarnya dan cenderung SLL nya menurun. Kondisi ini belum mencapai kriteria SLL
dari antena radar maritim.
Gambar 5. Pola radiasi antena array 32 elemen dengan
distribusi Chebyshev
Gambar 6. Pola radiasi antena array 32 elemen dengan
distribusi Taylor
Gambar 7. Pola radiasi antena array 32 elemen dengan
distribusi Cosine on Pedestal
Gambar 5 merupakan pola radiasi pada antena susun dengan distribusi Chebysev. SLL dari
semua minor lobe sama besarnya yaitu -26.1 dB.
55
Prosiding Seminar Radar Nasional 2008., Jakarta, 30 April 2008., ISSN : 1979-2921.
Minor lobe yang dihasilkan masih banyak, namun dibandingkan dengan distribusi uniform Gambar 4,
SLL telah berhasil ditekan sesuai dengan kriteria. Pola radiasi antena susun dengan distribusi
Taylor terlihat pada Gambar 6. SLL minor lobe tertinggi sebesar -27 dB.
Antena susun yang terdistribusi amplitudo Cosine on Pedestal memiliki SLL pada minor lobe
tertingginya sebesar -23.8 dB Gambar 7. Kondisi ini belum mencapai kriteria yang diinginkan, namun
minor lobe yang dihasilkan lebih sedikit. Hal ini terkait dengan pola distribusi amplitudo Cosine on
Pedestal yang memiliki amplitudo yang lebih mengecil ke arah tepi dibandingkan distribusi non uniform
lainnya.
4.3. Analisis karakteristik antena susun Dari hasil sintesa dilakukan analisis
karakteristik directivity, beamwidth dan SLL. Lebih lengkapnya akan dijelaskan berikut ini.
a. Analisis directivity Directivity merupakan karakteristik yang
penting pada antena radar. Sesuai dengan kriteria yang diinginkan maka directivity yang dihasilkan harus
tinggi agar dapat menjangkau objek yang jauh.
Dir e ctivity de ngan d = 1.6 cm
5 10
15 2 0
2 5
8 16
3 2
J uml a h E l e me n d B
Unif o rm Cheb ychev
Taylo r Co sine
Gambar 8. Directivity berdasarkan distribusi amplitude
Dengan d = 0.5 λ 1.6 cm
Dire ctivity de ngan d = 2.4 cm
5 10
15 20
25
8 16
32
Jum lah e le m e n dB
Unif orm Chebychev
Taylor Cosine
Gambar 9. Directivity berdasarkan distribusi amplitude
Dengan d = 0.75 λ 2.4 cm
Gambar 8 dan 9 menunjukkan hasil sintesa dari masing-masing distribusi amplitudo. Dari kedua
gambar tersebut terlihat semakin banyak jumlah elemen maka directivity yang dihasilkan lebih besar.
Bila dilihat jarak antar antena yang di rancang, ternyata directivity yang dihasilkan dari antena susun,
ada peningkatan directivity tapi tidak terlalu signifikan. Bila dilihat dari kedua parameter jarak
antar elemen dan jumlah elemen antena susun,ternyata jumlah elemen antena susun
mempunyai pengaruh yang lebih signifikan terhadap directivity. Hal ini sesuai dengan teori directivity
[4].
b. Analisis beamwidth Pada antena radar maritim, beamwidth yang
sempit harus dapat dicapai. Hal ini agar diperoleh ketepatan yang tinggi dalam mendeteksi objek.
Gambar 10 dan 11 memperlihatkan semakin banyak jumlah elemen dan jarak antar elemen yang
diperpanjang, beamwidth yang dicapai lebih sempit. Diantara keempat distribusi amplitudo, distribusi
uniform menghasilkan beamwidth yang lebih sempit dibandingkan ketiga distribusi yang non uniform.
Be am w idth de ngan d=1.6 cm
2 4
6 8
10 12
14 16
18
8 16
32
jum lah e le m e n d
e ra
ja t
Unif orm Chebychev
Taylor Cosine
Gambar 10. Beamwidth berdasarkan distribusi amplitude
untuk d = 0.5 λ 1.6 cm
be am w idth de ngan d = 2.4 cm
2 4
6 8
10 12
14 16
18
8 16
32
j uml ah e l e men
Unif orm Chebychev
Taylor Cosine
Gambar 11. Beamwidth berdasarkan distribusi amplitude
untuk d = 0.75 λ 2.4 cm
Untuk mencapai kriteria beamwidth sebesar 2.5º, berdasarkan Tabel 6, ternyata distribusi uniform
dapat mencapai beamwidth yang diinginkan dengan jarak antara elemen paling minimum, namun SLL
yang dihasilkan belum memenuhi kriteria yang diharapkan. Yang memenuhi seluruh kriteria dan
memiliki jarak antar elemen terkecil berikutnya adalah metode distribusi Chebyshev. Distribusi
Cosine on Pedestal memiliki SLL yang terendah, namun jarak antar elemennya terbesar. Jarak antar
elemen perlu dipertimbangkan dalam perancangan karena berdampak
terhadap dimensi total antena susun dan biaya. Bila dimensi tambah besar ini akan
berdampak terhadap biaya fabrikasi antenna.
56
Prosiding Seminar Radar Nasional 2008., Jakarta, 30 April 2008., ISSN : 1979-2921.
5. KESIMPULAN
Tentunya biaya perlu di tekan dan dimensi antena diinginkan yang paling kecil dan kompak sehingga
akan dipilih jarak antar elemen yang kecil namun memenuhi semua kriteria yang ditentukan.
Makalah ini telah menganalisis hasil sintesa dari keempat metode distribusi amplitudo dan
hasilnya metode Chebyshev yang memenuhi semua kriteria dari antena radar maritim yang ditentukan
dengan jarak antar elemen terkecil. Kriteria antena radar berupa directivity, beamwidth dan SLL
dipengaruhi oleh jumlah elemen, jarak antar elemen dan metode distribusi amplitudo yang digunakan.
Hasil kajian yang dibahas ini merupakan penelitian awal yang akan dikembangkan ke perancangan dan
pembuatan prototip antena radar maritim untuk Indonesia.
b. Analisis Side Lobe Level Hasil sintesa SLL yang diperoleh dapat dilihat
pada Gambar 12 dan 13. Pada kedua gambar tersebut, terlihat parameter yang mempengaruhi penekanan SLL
adalah metode distribusi amplitudo, jarak antar elemen dan jumlah elemen. Jika dilihat dari parameter jarak
antar elemen d, untuk antena dengan distribusi amplitudo nonuniform, apabila jarak antar elemennya
bertambah maka SLL yang dihasilkan meningkat. Jika dilihat dari jumlah elemen, maka semakin banyak
jumlah elemen maka SLL yang dihasilkan akan semakin kecil.
DAFTAR REFERENSI
[1] M.W.Long , Radar Reflectivity of Land and Sea 3rd Edition, Artech House, 2001
SLL untuk d = 1.6 cm
- 30 - 25
- 20 -15
-10 -5
8 16
32
d B
Unif or m Chebychev
Taylor Cosine
[2] W-D. Wirth, Radar Techniques Using Array Antennas, IEE, 2001
[3] W. Stulzman,G.A . Thiele, Antenna Theory and Design, John Wiley Son, 1998
[4] C.A Balanis, Antenna Theory Analysis and Design 3rd Ed, John Wiley Son, 2000
Gambar 12. SLL berdasarkan untuk d = 0.5
λ 1.6 cm
SLL dengan d = 2.4 cm
- 35 - 30
- 25 - 20
- 15 -10
- 5 8
16 32
J u m l a h e l e m e n
Cosine Taylor
Chebychev Unif or m
Gambar 13. SLL berdasarkan distribusi amplitude
untuk d = 0.75 λ 2.4 cm
57
Prosiding Seminar Radar Nasional 2008., Jakarta, 30 April 2008., ISSN : 1979-2921.
58
Pengolahan Sinyal Stepped Frequency Continous Wave – Ground Penetrating Radar SFCW-GPR
dengan Metode Gabor Based Compressive Sampling
Dodik Ichrom Resanto
Kelompok Keilmuan Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung
Kampus ITB Jl.Ganesha 10 Bandung - INDONESIA Email : dodik_irstudents.ee.itb.ac.id, ichrom2003yahoo.co.uk, dodikir132students.itb.ac.id
ABSTRACT
Signal Processing at SFCW-GPR has a weakness at the long duration for data acquisitions. These long duration acquisition are caused receiver SFCW-GPR must do sampling with Nyquist rule 2x the highest
signal frequency for every step frequency. This Paper will discuss a way to overcome those problem with compressive sampling concept as the method of alternative sampling besides Nyquist. Compressive sampling can
conduct reconstruction signal properly though its sampling rate is less than Nyquist rule. Smaller data acquisition will speed up time of signal processing SFCW-GPR. Discussion at this paper focused at the usage of
Gabor dictionary as the bases to conduct compressive sampling. This condition is assumed that Gabor function has a matching characteristic with GPR signal. Gabor based compressive sampling at this SFCW-GPR
simulated by using software MATLAB to know the resulst of signal reconstruction based on the value of Peak Signal-to-Noise Ratio PSNR for differential Gaussian function first and second and data real from VNA
Vector Network Analyzer output. Simulation results indicate that this method can reconstruct properly differential Gaussian function PSNR 30 dBs and can conduct compressive sampling properly at data real
VNA output up to ½ x normal frequency samples PSNR 20 dBs. Keywords : sparsity, Gabor, compressive sampling, SFCW-GPR, basis pursuit
ABSTRAK
Pengolahan sinyal pada SFCW-GPR mempunyai kelemahan pada lamanya waktu untuk mengakuisisi data. Lamanya waktu ini disebabkan penerima SFCW-GPR harus melakukan sampling dengan aturan Nyquist
2x frekuensi tertinggi sinyal untuk setiap step frequency. Makalah ini akan membahas suatu cara untuk mengatasi masalah tersebut dengan mengenalkan konsep compressive sampling sebagai metode sampling
alternatif selain Nyquist. Compressive sampling mampu melakukan rekonstruksi sinyal dengan baik meskipun sampling rate-nya kurang dari aturan Nyquist. Proses akuisisi data yang lebih sedikit akan mempercepat waktu
pengolahan sinyal SFCW-GPR secara keseluruhan. Pembahasan pada makalah ini difokuskan pada penggunaan Gabor dictionary sebagai basis untuk melakukan compressive sampling. Hal ini dengan asumsi
bahwa fungsi Gabor memiliki karakteristik yang sesuai dengan sinyal GPR. Gabor based compressive sampling pada SFCW-GPR ini disimulasikan dengan menggunakan software MATLAB untuk mengetahui hasil
rekonstruksi sinyal berdasarkan nilai Peak Signal-to-Noise Ratio PSNR untuk fungsi turunan Gaussian pertama dan kedua serta data real dari output VNA Vector Network Analyzer. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa metode ini mampu merekonstruksi dengan baik fungsi turunan Gaussian PSNR 30 dB dan mampu melakukan compressive sampling dengan baik pada data real output VNA sampai dengan ½ x jumlah sampel
frekuensi data normal PSNR 20 dB. Kata Kunci : sparsity, Gabor, compressive sampling, SFCW-GPR, basis pursuit
1. PENDAHULUAN
Konsep redundansi atau sparsity menyatakan bahwa tidak semua komponen pada suatu sinyal, data
atau image mengandung informasi penting yang diharapkan. Adanya sparsity ini memungkinkan kita
untuk melakukan kompresi terhadap sinyal, data ataupun image. Kompresi menjadikan sinyal, data,
atau image berukuran lebih kecil dari yang sebelumnya dengan membuang komponen-komponen
yang tidak mengandung informasi tidak terlalu penting dan berpengaruh terhadap karakteristik isi
sinyal, data, ataupun image tersebut. Sparsity ternyata juga terjadi pada sinyal SFCW-GPR yang merupakan
pantulan gelombang elektromagnetik dari dalam tanah. Oleh karena itu, sinyal SFCW-GPR dapat juga
dikompresi untuk mengefisienkan proses pengolahannya, baik dalam hal waktu pemrosesan,
realisasi hardware, maupun kompleksitas sistem.