SRTM Prosiding.Seminar.Radar.Nasional.2008
Prosiding Seminar Radar Nasional 2008., Jakarta, 30 April 2008., ISSN : 1979-2921.
mudah, mengambil subset dari DEM sesuai koordinat tertentu misalnya disesuaikan dengan
potongan peta rupabumi Indonesia ataupun membuat garis kontur darinya. Global Mapper juga
memiliki fasilitas script, sehingga sebagian besar pekerjaan bisa dilakukan secara otomatis sehingga
hasilnya akan memiliki standar yang sama.
Untuk uji ketelitian vertikal data SRTM, bisa dilakukan benchmark dengan data fotogrametris,
ataupun data GPS. Benchmarking dengan data fotogrametris hanya
bisa dilakukan di sedikit lokasi, di mana sudah tersedia DEM hasil fotogrametri dengan akurasi
yang cukup baik foto skala 1:50.000 atau lebih besar. Ini berarti kemungkinan benchmarking
SRTM dengan fotogrametri hanya bisa dilakukan di wilayah Jawa – Bali – Nusatenggara ex Digital
Mapping.
Perbandingan data SRTM dengan hasil fotogrametri tidak cukup dilakukan dengan
menumpangsusunkan kontur dari kedua sumber data itu. Kontur bisa saja mirip, namun elevasi berbeda.
Karena itu cara yang paling akurat adalah dengan raster-subtraction. Namun untuk itu kedua data
harus dibawa ke dalam resolusi spasial dan sistem referensi yang sama.
Sedang benchmarking dengan GPS, dari percobaan dengan beberapa data GPS di Kalimantan
Timur, setelah data tinggi direduksi dengan geoid dari EGM96, didapatkan bahwa perbedaan GPS
dengan SRTM berkisar dari 50 cm sampai dengan 20 m. Diduga perbedaan 50 cm terjadi pada areal
yang cukup terbuka dan datar, sedang 20 m pada areal dengan banyak pepohonan, di mana tinggi
menurut SRTM adalah tinggi rata-rata mean, modus atau median kanopi pada jarak raster 90 m.
Pada eksperimen di daerah Kaltim, selisih DEM dari ifsar-rbi, srtm-rbi dan ifsar-srtm menghasilkan
hasil seperti dalam gambar-4 berikut ini.
Prosentase titik dalam range selisih ketinggian
20 40
60 80
100 120
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Selisih ketinggian antar DEM P
ro sen
tase t it
ik yan
g m
asu k
ifsar - rbi srtm - rbi
ifsar - srtm
Gambar 4. Prosentase titik dalam range selisih
ketinggian antara ifsar – srtrm dan rbi.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa antara IFSAR-RBI hanya 35 titik memiliki selisih
ketinggian kurang dari 10 meter. Di sejumlah tempat perbedaan mencapai maksimum 95,7 meter
sedang minimumnya cuma 0,49 meter.
Perbandingan ini juga menunjukkan bahwa antara SRTM-RBI hanya 32 titik memiliki selisih
ketinggian kurang dari 10 meter. Namun menarik bahwa 94 titk sesuai hingga kurang dari 50 meter.
Ini berarti, SRTM sudah dapat digunakan untuk spesifikasi peta RBI skala 1:250.000 di mana interval
kontur adalah 100 atau 125 meter dan kesalahan ditolerir hingga 50 meter. Yang paling menarik
adalah perbandingan IFSAR-SRTM. Ternyata 62 cocok hingga 10 meter, dan pada toleransi 25 meter
cocok 95 dan pada 35 meter cocok 100 [3]. Pada data SRTM 1” akurasi ketinggian sama dengan
SRTM 3”, hanya SRTM 1” memiliki resolusi yang lebih baik sehingga detil topografi lebih mudah
dikenali.
Salah satu persoalan yang pernah dihadapi dengan data SRTM adalah noise pada muka air laut.
Riak-riak di permukaan air akan berakibat muka laut memiliki berbagai elevasi tak sama dengan nol
rentang –5 sampai +5 meter. Pada daerah dengan pantai rawa-rawa, menjadi agak sulit untuk
menemukan garis pantai dari data DEM SRTM. Perlu ditemukan metode khusus untuk mendeteksi
variasi data dari riak-riak air laut ini dan memfilternya.