Saluran dan Lembaga Tataniaga Beras Organik

88 VII ANALISIS TATANIAGA BERAS ORGANIK

7.1. Saluran dan Lembaga Tataniaga Beras Organik

Tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya dari petani responden hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Kajian mengenai sistem tataniaga beras organik akan dipisahkan antara jalur tataniaga beras organik tersertifikasi dengan jalur tataniaga beras non-organik. Pemisahan ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat harga yang diterima ditingkat petani pada masing-masing kelompok responden petani padi organik atas hasil panen mereka. Di samping itu pemisahan kajian atas sistem tataniaga beras organik ini akan mempermudah untuk membandingkan antara kedua sistem tataniaga tersebut, sehingga akan diperoleh gambaran jelas pada masing-masing sistem. Skema saluran tataniaga beras organik tersertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya dapat dilihat pada Gambar 3. Sedangkan, Gambar 4 menunjukkan skema yang menggambarkan saluran tataniaga beras organik non-sertifikasi. Gambar 5. Saluran Tataniaga Beras Organik Tersertifikasi di Kab. Tasikmalaya I D G E A2 = 7,5 A3=12,5 A1 = 80 C 1 = 100 D2 = 5 D1 = 70 I= 100 D4 = 10 F1=100 A=100 A F B C H D3 = 15 89 Gambar 5 menujukkan beberapa pola saluran tataniaga beras organik tersertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat sebagai berikut : Saluran I : Petani Gapoktan Simpatik EksportirPT Bloom Agro Retail Pengecer LN Konsumen LN Luar Negeri Saluran II : Petani Gapoktan Simpatik Retail PengecerI Konsumen Saluran III : Petani Gapoktan Simpatik Retail PengecerII Konsumen Saluran IV : Petani Gapoktan Simpatik Konsumen Saluran V : Petani Makelar Pabrik Beras Retail Konsumen Saluran VI : Petani Tengkulak Gabah Non-Organik Proses tataniaga beras organik tersertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya pertama kali terjadi pada penjualan hasil panen gabah petani padi organik tersertifikasi melalui tiga jalur yaitu penjualan gabah hasil panen ke Gapoktan Simpatik oleh tim ICS Internal Control System, melalui makelar gabah organik yang dijual ke pabrik-pabrik beras di daerah Kabupaten Garut Jawa Barat, dan kebocoran saluran tataniaga beras organik karena dijual kepada tengkulak gabah non-organik yang berasal dari wilayah yang masih berada di Kabupaten Tasikmalaya. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam masing-masing saluran pada sistem tataniaga beras organik tersertifikasi antara lain sebagai berikut Saluran I terdiri dari Gapoktan Simpatik, Eksportir PT Bloom Agro, serta pengecer yang berada di luar negeri. Saluran II terdiri dari Gapoktan Simpatik, pengecer lokal. Saluran III terdiri hanya melalui Gapoktan Simpatik. Saluran IV terdiri dari makelar, pabrik beras, dan pengecer. Saluran V merupakan kebocoran tataniaga beras Keterangan Gambar 3 : A = Petani Responden F = Pabrik Beras B = Tengkulak Gabah Non Organik G = Retail Pengecer I C = Makelar H = Retail Pengecer II D = Gapoktan Simpatik I = Konsumen Domestik E = Eksportir PT Bloom Agro 90 organik karena saluran ini melalui tengkulak atau pengumpul gabah petani non- organik. Berdasarkan skema saluran tataniaga beras organik tersertifikasi yang berasal petani responden pada periode Agustus 2009 – Agustus 2010, dapat dilihat bahwa dari 120.740 kg setara GKG Gabah Kering Giling hasil panen padi responden petani padi tersertifikasi 70 persen 84.518 kg GKG hasil panen tersebut dijual, sedangkan sisanya 30 persen 36.222 kg GKG untuk dikonsumsi atau untuk persediaan. Adapun gabah yang dijual tersebut di jual melalui tiga saluran tataniaga yaitu sebanyak 67.614,4 kg 80 persen Gapoktan Simpatik melalui tim ICS Internal Control System, 6.338,85 kg 7,5 persen melalui Makelar gabah organik, dan 10.564,75 kg 12,5 persen melalui tengkulak gabah non-organik mengalami kebocoran tataniaga. Selanjutnya Gapoktan Simpatik menjual beras organik sebesar 43.949,36 kg, yang merupakan hasil dari proses penggilingan gabah kering giling yang telah diterima dari petani dengan nilai rendemen 65 persen. Beras organik yang dijual oleh Gapoktan dijual kepada tiga saluran yaitu 30.765 kg 70 persen melalui eksportir PT Bloom Agro, 8.790 kg 20 persen melalui retail atau pengecer, dan 10 persen 4395 kg langsung ke konsumen. Sedangkan di sisi lain, melalui makelar petani menjual hasil panen padi organik tersebut 7,5 persen kepada beberapa pabrik beras yang ada di Kabupaten Garut sebesar 6338,85 kg GKG. Kebocoran tataniaga beras organik terjadi pada saat petani menjual hasil panen. Pada masa panen terutama panen raya kebutuhan mendesak petani terhadap uang tunai mendorong petani dengan segera menjual hasil panennya. Di sisi lain, Gapoktan Simpatik yang berfungsi untuk menampung gabah hasil panen petani padi organik tersertifikasi memiliki kemampuan finansial yang terbatas untuk membeli semua gabah hasil panen petani tersebut secara tunai. Akibatnya tidak semua gabah hasil panen padi organik tersertifikasi mampu ditampung melalui Gapoktan Simpatik. Sebagian kecil gabah hasil panen yang tidak mampu ditampung oleh Gapoktan Simpatik diusahakan oleh makelar gabah organik yang sebagian besar merupakan anggota ICS Internal Control System kepada pabrik beras yang berasal dari Kabupaten Garut Jawa Barat dengan standar harga dibawah harga yang diterima jika dijual melalui Gapoktan Simpatik. Sedangkan 91 sebagian besar dari gabah organik hasil panen petani yang tidak tertampung oleh Gapoktan Simpatik tersebut dijual kepada tengkulak gabah konvensional atau non-organik. Hal ini berarti gabah tersebut dijual dengan standar gabah panen padi konvensional atau padi pada umumnya, karena tengkulak tersebut tidak membedakan antara gabah organik atau konvensional. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada saluran tataniaga beras organik ini mengalami kebocoran tataniaga. Gambar 6. Saluran Tataniaga Beras Organik Non-Sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya. Keterangan : A = Petani D = Pabrik Beras B = Tengkulak I Organik E = Retail C = Tengkulak II Non-Organik F = Konsumen A B D C A2=56,25 A1 = 43,75 D1 = 100 31.409,2kg Beras B1= 100 48.321,9 kg GKG E1 = 100 31.409,2kg Beras A = 100 E F 92 Gambar 6, menunjukkan beberapa pola saluran tataniaga beras organik non-sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat diantaranya adalah sebagai berikut : Saluran I : Petani Tengkulak Gabah organik Pabrik Beras Retail Konsumen Saluran II : Petani Tengkulak Gabah non organik Sistem tataniaga beras organik non-sertifikasi dimulai dengan penjualan gabah organik non-sertifikasi melalui dua saluran yaitu saluran I melalui tengkulak I organik dan saluran II melalui tengkulak II non organik. Hasil gabah organik panen responden petani padi organik non-sertifikasi sebesar 110.450 kg GKG sebesar 70 persen atau 77.315 kg GKG dijual sisanya digunakan untuk konsumsi atau persediaan. Hasil panen padi organik non-sertifikasi tersebut disalurkan sebesar 33.825 GKG melalui tengkulak I organik dan 43.490 kg GKG melalui tengkulak II non-organik. Pada saluran II yaitu melalui tengkulak II non-organik gabah organik non-sertifikasi dijual dengan standar harga gabah konvensional. Hal ini berarti terjadi kebocoran saluran tataniaga beras organik non-sertifikasi. Menjadi sebuah ironi karena gabah organik non-sertifikasi lebih besar yang masuk kepada saluran II non-organik yaitu 56,25 persen dibanding gabah organik non-sertifikasi yang masuk ke saluran I, sebesar 43,75 persen. Saluran I gabah organik non-sertifikasi selanjutnya dijual kepada salah satu pabrik beras yang ada di Kabupaten Tasikmalaya dan mengalami proses penggilingan sehingga menjadi 21.986 kg perhitungan rendemen 65 persen. Setelah itu beras disalurkan melalui retail atau pengecer beras organik yang ada di Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan alur gabah organik yang mengalami kebocoran atau melalui saluran II tidak dibahas lebih lanjut karena telah berada diluar sistem tataniaga beras organik. Dapat disimpulkan bahwa dalam saluran tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, petani berada pada posisi tawar yang lemah karena petani tidak memiliki alternatif yang cukup untuk menyalurkan gabah hasil panen padi organik tersertifikasi yang dihasilkan. Ketidakmampuan Gapoktan untuk menampung seluruh gabah padi organik tersertifikasi dikhawatirkan akan mendorong sebagian petani padi organik tersertifikasi beralih kembali kepada 93 usahatani padi konvensional, akibat tidak mendapatkan insentif yang sesuai dengan standar produk organik. Jika hal ini terjadi kerugian tidak hanya pada petani tersebut, namun juga pada Gapoktan Simpatik, eksportir PT Bloom Agro dan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Dampak bagi Gapoktan Simpatik adalah akan berkurang pasokan produksi beras organik tersertifikasi, padahal permintaan beras organik tersertifikasi terus meningkat. Bagi eksportir PT Bloom Agro kerugian akibat tidak terpenuhinya peluang pasar ekspor beras organik serta kerugian biaya sertifikasi yang dikeluarkan untuk sertifikasi organik bagi petani padi organik tersertifikasi. Selain itu, bagi Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya berdampak pada kerugian pengeluaran biaya sertifikasi petani padi organik yang besar tetapi juga hilangnya kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Kabupaten Tasikmalaya jika terjadi peralihan kembali petani padi organik tersertifikasi menjadi sistem budidaya konvensional. Kondisi yang lebih buruk terjadi pada hasil panen padi organik non- sertifikasi yang lebih banyak dijual dengan standar padi konvensional yaitu melalui tengkulak konvensional. Hal ini juga akan menimbulkan kerugian bagi Gapoktan Simpatik, eksportir PT Bloom Agro, dan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya jika para petani padi organik non-sertifikasi beralih kembali ke usahatani padi. Bagi Gapoktan Simpatik dan eksportir, peralihan petani padi organik non-sertifikasi ke usahatani padi konvensional berakibat pada hilangnya peluang bertambahnya anggota petani padi organik tersertifikasi sehingga hilang juga kesempatan penambahan produksi beras organik yang tersertifikasi. Di sisi yang sama Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya akan mendapatkan kerugian tidak berhasilnya proses sertifikasi petani padi organik yang sudah dirintis dalam waktu yang relatif lama melalui pelatihan-pelatihan yang telah dilaksanakan.

7.2. Fungsi Tataniaga Beras Organik