1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan paling dasar bagi setiap manusia guna mempertahankan kelangsungan hidupnya, sehingga pangan merupakan hak
dasar bagi setiap manusia di dunia. Aturan mengenai pemenuhan hak dasar tersebut tertuang pada kesepakatan antar Negara-Negara di dunia dalam Human
Right Declaration pada tahun 1948 di Paris, Perancis dan World Conference on
Human Right 1993 di Wina, Austria. Aturan tersebut pada intinya berisi bahwa
setiap individu memiliki hak untuk memperoleh pangan yang cukup. Aturan tersebut memiliki arti bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyediakan
kebutuhan pangan setiap warga negaranya sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya, aturan tersebut dikuatkan kembali pada Sasaran Pembangunan Milenium Dunia
yang digagas oleh PBB Persatuan Bangsa-Bangsa yang dikenal sebagai Target MDGs
Millennium Development
Goals yang
salah satu
prioritas pembangunannya adalah pemberantasan bahaya kelaparan di seluruh dunia
dengan upaya pemenuhan pangan dengan jumlah dan kualitas yang cukup. Di Negara Indonesia sendiri aturan ini telah tertuang dalam Konstitusi Negara
Indonesia salah satunya pada Undang Undang Dasar 1945 pasal 34 yang menjadi landasan bagi Bangsa Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan
penduduknya.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia Sesuai Sensus Penduduk Indonesia 1971-
2010
Tahun Jumlah Penduduk
Laju Petumbuhan Penduduk
1971 119.208.229
- 1980
147.490.298 23,72
1990 179.378.946
21,62 1995
194.754.808 8,57
2000 206.264.595
5,33 2005
218.868.791 6,70
2010 237.000.000
8,2
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Keterangan : Proyeksi
2
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia
1
. Data mengenai perkembangan jumlah penduduk Indonesia dimulai pada tahun 1971 dengan jumlah penduduk 119.208.229 jiwa, namun terjadi
peningkatan tinggi menjadi 147.490.298 jiwa pada tahun 1980 dengan laju pertumbuhannya 23,72 persen. Peningkatan penduduk yang tinggi terjadi hingga
tahun 1990 dengan laju 21,62 persen atau menjadi 179.378.946 jiwa. Sedangkan, pada tahun 1995 terjadi penurunan laju petumbuhan cukup signifikan mencapai
8,57 persen, atau meningkat menjadi 194.754.808 jiwa dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia tahun 1990. Saat ini, pada tahun 2010 penduduk
Indonesia telah mencapai 237.000.000 jiwa lihat Tabel 1. Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, peningkatan jumlah
penduduk yang tinggi akan menjadi masalah terutama pada sektor ekonomi, sosial, dan kesehatan. Namun, dari semua permasalahan tersebut pemenuhan
kebutuhan akan pangan bagi setiap penduduknya menjadi permasalahan yang paling utama. Di Indonesia kebijakan mengenai pangan merupakan salah satu
kebijakan pemerintah yang menjadi prioritas. Hal ini dapat terlihat pada besarnya alokasi APBN-P tahun 2010 pada program ketahanan pangan yaitu sebesar 3
triliun rupiah dan 4,4 triliun rupiah untuk subsidi pupuk
2
dan program-program ketahanan pangan lainnya. Pemenuhan kebutuhan pangan nasional difokuskan
pada penyediaan komoditas beras dalam jumlah yang cukup bagi seluruh penduduk Indonesia. Hal ini disebabkan karena beras merupakan sumber
karbohidrat dan energi paling utama bagi penduduk Indonesia. Menurut data CIA World Fact Book
2006, menyatakan bahwa 99 persen penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai sumber makanan pokok.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional terutama beras. Indonesia seperti halnya di
mayoritas negara di dunia melakukan peningkatan produksi pertanian melalui revolusi hijau. Penerapan revolusi hijau di Indonesia ini dikenal sebagai Program
Bimas Pembimbingan Masyarakat yang dimulai tahun 1960-an. Program ini membimbing petani untuk menerapkan metode-metode budidaya pertanian
1
http:id.wikipedia.orgwikiDemografi_Indonesia [Diakses tanggal 12 November 2010]
2
http:www.anggaran.depkeu.go.idContent09-12-11,20Lampiran_3_Perpres2010.pdf [Diakses tanggal 7 Agustus 2010]
3
revolusi hijau yaitu penggunaan benih berkualitas, mekanisasi pertanian, penggunaan pupuk kimia, dan penggunaan pestisida dalam pengendalian hama.
Program Bimas ini telah berhasil meningkatkan produksi beras nasional hingga Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1986.
Namun seiring berjalannya waktu, revolusi hijau memunculkan berbagai dampak negatif yang serius bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Adapun
dampak-dampak yang muncul akibat revolusi hijau antara lain :
Penggunaan benih unggul yang seragam menyebabkan banyak jenis-jenis tanaman yang tersingkir dan dapat mendorong pada kepunahan varietas atau
jenis benih tertentu. Selain itu, dengan adanya penggunaan varietas yang sama cenderung akan memunculkan meningkatnya populasi hama dalam
jumlah yang besar.
Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dalam pertanian akan mendorong terjadinya degradasi lahan pertanian yang akan menurunkan dari
struktur dan komposisi unsur hara di tanah sehingga tanah menjadi ketergantungan terhadap pupuk kimia yang semakin lama akan meningkat.
Penggunaan pestisida dalam upaya melindungi tanaman terhadap HPT
Hama Penyakit Tanaman yang salah satunya menggunakan bahan senyawa kimia dicloro diphenil triclorothane DDT ternyata berakibat buruk pada
lingkungan karena menimbulkan efek residu yang berbahaya bagi tubuh mahluk hidup.
Adanya keinginan untuk menghindari dan menghilangkan efek negatif yang ditimbulkan oleh penerapan Revolusi Hijau, telah mendorong
pengembangan penerapan teknik budidaya pertanian yang aman dan ramah terhadap lingkungan serta mahluk hidup terutama manusia. Maka munculah
konsep teknik budidaya baru yang disebut dengan pertanian organik. Menurut FAO Food and Agricultural Organization pada tahun 2007, pertanian organik
diartikan sebagai sistem manajemen produksi pertanian yang menyeluruh tanpa penggunaan pupuk kimia; pestisida dan penggunaan organisme hasil rekayasa
genetika; dan meminimalkan adanya polusi udara, air, dan tanah; dan peningkatan kesehatan, produktivitas tanaman serta ternak dalam satu kesatuan.
4
IFOAM International Federation of Organic Agriculture Movements dalam Data Statistik dan Tren Pertanian Organik Dunia Tahun 2009 menyebutkan
bahwa permintaan global untuk produk-produk organik terus meningkat, dengan peningkatan penjualan lebih dari lima miliar dolar Amerika per tahun. Padahal
pada tahun 2007, penjualan produk pertanian organik internasional telah mencapai 46,1 miliar dolar AS dan diproyeksikan mencapai US 100 miliar pada 2010.
IFOAM juga menyebutkan bahwa permintaan konsumen untuk produk organik terkonsentrasi di Amerika Utara dan Eropa, dimana kawasan ini menyumbang 97
persen pendapatan global untuk produk organik. Sedangkan wilayah Asia, Amerika Latin dan Australia adalah produsen penting dan eksportir produk
pertanian organik. Pertumbuhan permintaan produk organik saat ini tidak sebanding dengan peningkatan produksi atau supply produk organik tersebut.
Produk makanan organik cenderung memiliki harga yang relatif lebih mahal dibanding produk sejenis yang tidak organik konvensional dan tergolong
sebagai produk premium sehingga konsumen utama dari produk ini adalah golongan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Potensi dalam negeri pasar
produk organik di Indonesia dapat digambarkan berdasarkan hasil penelitian dari Lembaga Riset AC Nielsen 2008 menyatakan bahwa Indonesia memiliki kelas
konsumen yang termasuk kelas menengah ke atas yaitu yang membelanjakan uang minimal Rp. 3.450.000 per bulan, dengan jumlah yang terus naik setiap
tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2010 jumlah golongan konsumen tersebut telah mencapai 45 juta orang. Selain itu potensi pasar ekspor beras organik masih
sangat besar seiring dengan peningkatan kecenderungan konsumsi produk organik dunia.
Posisi beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia menjadikan komoditas ini menjadi komoditas pertanian organik yang paling berkembang di
Indonesia. Survei yang dilakukan oleh FiBL Forschungsinstitut für Biologischen Lanbau
dalam Data Statistik dan Tren Pertanian Organik Dunia Tahun 2006 memperlihatkan data luas area produksi padi organik dibeberapa negara di dunia
yang dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2.
Daftar Negara-Negara dan Luas Area Produksi Padi Organik pada Tahun 2004
Negara Luas Area Ha
China 60.000
Indonesia 26.000
Filipina 14.130
Korea Selatan 10.725
Thailand 8.349
Italia 6.928
Pakistan 6.360
Uruguay 800
Taiwan 600
Mexico 150
Sumber : IFOAM 2006 diolah
Tabel 2 menunjukan bahwa pada tahun 2004 Indonesia menempati posisi sebagai negara dengan luas area produksi padi organik kedua terbesar di dunia
dengan luas area 26.000 hektar. Sedangkan, posisi pertama diduduki oleh China dengan luas area padi organik sebesar 60.000 hektar. Selanjutnya Filipina sebagai
negara yang terdapat kantor pusat IRRI International Rice Research Institute berada pada posisi ketiga dengan luas sebesar 14.130 hektar. Posisi keempat dan
kelima ditempati oleh Korea Selatan dan Thailand dengan luas area produksi padi organik masing-masing sebesar 10.725 hektar dan 8.349 hektar.
Menurut Biocert 2007 yang merupakan salah satu lembaga sertifikasi organik di Indonesia, menyebutkan bahwa peluang usaha budidaya beras organik
masih terbuka lebar yaitu dengan adanya potensi ekpor beras organik saat ini mencapai 100.000 ton dengan tujuan ekspor negara-negara ASEAN dan Timur
Tengah. Pada kenyataanya jumlah ini belum mencapai 10 persen dari kebutuhan pasar global. Disamping itu potensi pasar domestik pun sangat tinggi. Oleh karena
itu, peluang yang didapat dalam pembudidayaan beras organik ini sangat besar dan menguntungkan. Namun sebagai negara pengekspor beras organik Indonesia
tertinggal jauh dengan negara tetangga yaitu Thailand dan Vietnam. IFOAM menyebutkan Thailand dan Vietnam tidak hanya sebagai pengekspor beras utama
dunia tetapi juga sebagai pengekspor beras organik terbesar didunia. Thailand dan Vietnam sejak tahun 2004 telah memulai ekspor beras organik ke negara-negara
6
tujuan ekspor produk organik seperti Eropa, Amerika, Jepang dan Australia. Ketertinggalan ini dikarenakan Thailand dan Vietnam telah terlebih dahulu
melihat potensi pasar produk pertanian organik, sehingga strategi pengembangan produksi ataupun aturan-aturan terkait dengan produk organik telah lebih maju.
Walaupun tertinggal, saat ini telah ada aturan terkait produk organik di Indonesia yaitu Peraturan Menteri Perdagangan NO. 12M-DAGPER42008
yang menjadikan beras organik termasuk kategori beras yang diijinkan untuk di ekspor karena tergolong beras khusus. Selain itu telah disusun aturan Standar
Nasional Indonesia SNI untuk Sistem Pangan Organik yaitu SNI 6729-2010 yang merupakan revisi dari SNI 01-6729-2002, sebagai sarana sertifikasi atau
pengakuan tentang produk organik di Indonesia. Aturan-aturan inilah yang menjadi langkah awal sekaligus pintu peluang bagi petani beras Indonesia untuk
beralih menjadi petani beras organik yang nantinya mampu memenuhi permintaan beras organik dalam negeri dan mampu memasuki pasar ekspor.
Salah satu wilayah di Indonesia tepatnya di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu daerah penghasil beras. Daerah ini
memiliki luas lahan tanaman padi sebesar 120.254 Ha dan mampu menghasilkan 724.703 ton GKG dengan produktivitas rata-rata sebesar 60,26 KwHa Lampiran
1. Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya menjadi utama penghasil utama padi di Jawa Barat, tetapi juga menjadi daerah penghasil beras organik di Indonesia.
Penerapan budidaya padi organik di Kabupaten Tasikmalaya dimulai pada tahun 2003 yang diawali sebelumnya dengan adanya Sekolah Lapang Pembelajaran
Ekologi Tanah dan System of Rice Intensification SL-PETSRI yang dijadikan program kerja daerah Pemerintah Kabupaten Tasikamalaya Jawa Barat.
Tabel 3.
Perkembangan Luas Tanam Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Organik dengan SRI Tahun 2003-2008 di Kab. Tasikmalaya
No. Uraian
Tahun 2003
2004 2005
2006 2007
2008
1 Luas Tanam Ha
45 145
346 691
1.680 5.074
2 Luas Panen Ha
45 145
346 346
1.119 3.496
3 Produktivitas KwHa
69,56 71,31
74,77 78,26
75,83 73,80
4 Produksi Ton
311 1.034 2.587 2.708 12.277 25.802
Sumber : Ekspose Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya 2009
7
Tabel 3 menunjukan bahwa perkembangan budidaya padi organik dengan sistem SRI System Rice of Intensification di Kabupaten Tasikmalaya mengalami
tren peningkatan dari tahun ke tahun, tidak hanya luas lahan namun juga produktivitas serta diikuti dengan peningkatan total produksi padi organik. Pada
tahun 2003 perintisan budidaya padi organik dimulai pada lahan dengan luas 45 ha dengan hasil 311 ton per tahun. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi
peningkatan produksi yang signifikan. Peningkatan produksi beras organik sangat signifikan terjadi pada medio tahun 2006-2007 yaitu dari 2.708 ton menjadi
12.277 ton pada tahun 2007 atau sebesar 350 persen. Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada produksi beras organik tahun 2008 yaitu sebesar 110 persen atau
menjadi 25.802 ton dari 12.277 ton pada tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah yang signifikan ini terjadi karena adanya penambahan luas lahan pertanian yang
menerapkan sistem pertanian organik dan SRI. Gabungan Kelompok Tani Gapoktan Simpatik merupakan satu-satunya
Gapoktan yang menghimpun para petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya. Gapoktan ini memiliki 28 kelompok tani dan jumlah anggota kurang lebih 5.616
orang anggota. Gapoktan ini dibentuk atas inisiasi pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya yang tujuan utamanya untuk menaikan posisi tawar petani dalam
menghadapai lembaga tataniaga lainnya. Gapoktan ini berperan mengkoordinir produksi dan pemasaran beras organik petani di Kabupaten Tasikmalaya.
Pada tahun 2008 Gapoktan Simpatik telah menjalin kerjasama pemasaran beras organik dengan PT Bloom Agro yang berpusat di Jakarta. Melalui dukungan
dari Pemerintah Daerah Tasikmalaya serta PT Bloom Agro Gapoktan Simpatik padi hasil panen petani anggota Gapoktan Simpati berhasil mendapat sertifikasi
padi organik dari IMO Institute for Marketecology Organic yang berbasis di Swiss dan sertifikat dari Sucofindo untuk standar sertifikasi organik Indonesia.
Setelah adanya sertifikasi tersebut Gapoktan Simpatik melalui PT Bloom Agro pada bulan Agustus 2009 melakukan ekspor perdana beras organik ke pasar
Amerika Serikat sebesar 18 ton Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya.
Penerapan usahatani padi organik oleh petani padi di Kabupaten Tasikmalaya dapat dianalogikan sebagai sebuah jalan keluar para petani padi
8
terutama masalah terbesarnya adalah ketergantungan petani terhadap pupuk yang harganya semakin meningkat. Keberhasilan Gapoktan Simpatik dan PT Bloom
Agro yang berhasil membuka jalur tataniaga ekspor beras organik yang berasal dari hasil panen petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya ke Amerika
Serikat, menjadi sebuah prestasi besar bagi pertanian Indonesia. Prestasi tersebut merupakan sebuah prestasi besar bagi Indonesia,
mengingat Indonesia pernah menjadi negara importir beras terbesar di dunia. Selain itu dari prestasi ini terbuka peluang besar, khususnya bagi petani padi
organik di Kabupaten Tasikmalaya disamping dapat meningkatkan ekonomi tetapi juga berpotensi menjadikan Kabupaten Tasikmalaya sebagai sentra utama beras
organik di Indonesia. Selanjutnya bagi bangsa Indonesia prestasi ini menjadi kesempatan untuk memposisikan Indonesia sebagai eksportir utama beras organik
di dunia, sehingga menjadi sumber devisa yang potensial. Dengan demikian upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi usahatani dan penataan sistem tataniaga
beras organik menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah