73
secara merata pada media, lalu ditutupi dengan jerami serta pengkondisian tanah lembab tidak tergenang. Pada metode SRI ini bibit yang ditanam adalah bibit
usia muda yaitu sekitar tujuh hari dihitung tumbuh dari kecambah berbeda dengan metode konvensional yang menanam bibit dengan usia sekitar 14-20 hari.
6.1.2.2. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan proses pembalikan lahan dan perataan lahan. Pada umumnya petani Kab. Tasikmalaya membalik lahan atau membajak
menggunakan traktor bajak atau menggunakan hewan ternak untuk menarik mata bajak. Selain itu, tenaga kerja manusia juga diperlukan untuk membuat pematang
sawah dan membuat aliran irigasi ke sawah. Selanjutnya untuk menjaga kesuburan lahan, lahan sawah akan diberikan pupuk kandang dan pupuk organik,
atau minimal jerami hasil panen yang telah dicacah terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan proses perataan tanah mengunakan lalandak yang bergerigi dan
gasrokan yang memiliki bidang datar.
6.1.2.3. Penanaman dan Penyulaman
Terdapat perbedaan signifikan antara metode SRI dengan metode budidaya padi konvensional dalam proses ini. Perbedaan tersebut antara lain, penggunaan
bibit muda pada metode SRI yaitu 7-10 hari, tanam bibit tunggal, dengan jarak tanam bibit yang lebar berkisar 27-35 cm antar lubang, serta ditanam dangkal
yaitu sekitar 0,5-1 cm. Metode ini telah teruji berhasil meningkatkan produksi panen petani padi organik di Kabupaten Tasikamalaya Jawa Barat hingga 100
persen. Namun, baik petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-serifikasi masih ada yang belum mau menerapkan sistem ini. Hal ini
disebabkan sulitnya menghilangakan praktek penanaman padi yang telah mereka lakukan sejak lama, terutama pada penanaman bibit tunggal. Mereka berpendapat
penanaman bibit tunggal merepotkan karena harus melakukan penyulaman berulang-ulang jika ada bibit yang mati dalam satu lubang. Namun, pada praktek
budidaya padi organik proses ini tidak menjadi faktor krusial dalam penetapan sertifikasi organik selama tidak ada kontaminasi zat-zat kimia ke lahan.
Proses ini berisi pembuatan parit-parit di area pinggir lahan sawah untuk mengalirkan irigasi ke lahan. Namun, irigasi lahan diusahakan lahan tidak
74
tergenang tetapi berada dalam kondisi lembab atau becek. Air yang berasal dari irigasi harus steril dari zat-zat kimia termasuk pupuk dan pestisida kimia yang
terbawa dalam aliran irigasi sawah. Selanjutnya proses penyulaman bibit padi dilakukan hingga padi berumur 40 HST hari setelah tanam. Penyulaman
dilakukan secara berkala disetiap 10 hari sejak penanaman bibit selama empat kali. Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah bibit yang disiapkan dari
hasil penyiangan benih pertama.
6.1.2.4. Penyiangan Gulma
Penyiangan gulma merupakan aspek penting dalam praktek budidaya padi organik karena biasanya petani menggunakan herbisida kimia untuk membasmi
gulma pada lahan tanaman padi. Namun, pada padi organik penggunaan herbisida kimia sangat dilarang. Proses yang jamak dilakukan oleh petani adalah melalui
metode manual dalam melakukan penyiangan gulma yaitu menggunakan tangan, kored, dan lalandak. Kored dan lalandak mempermudah dalam proses penyiangan
gulma yang ada di lahan. Penggunaan metode manual ini berakibat pada pemakaian tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan pada praktek budidaya
konvenisonal pada tahapan ini. Selain itu proses penyiangan gulma pada usahatani padi organik lebih banyak yaitu empat kali pada setiap 7 hari hingga 28 HST
dibandingkan dengan pada usahatani padi secara konvensional yang hanya membutuhkan dua kali penyiangan gulma.
6.1.2.5. Pemupukan dan Pengendalian OPT