17
seluruh kanopi daun-daun padi menutupi tanah, yang secara alami menghambat pertumbuhan gulma.
Menurut Ciifat juga, bahwa metode SRI mampu memberikan manfaat lain antara lain sebagai berikut :
1 Meningkatkan produktivitas sumber daya air, tanah dan tenaga kerja.
2 Ramah terhadap lingkungan. Pengurangan pengunaan air memungkinkan
penggunaan air untuk keperluan lain. Tanah tidak menjadi rusak dan menjaga keanekaragaman hayati tanah. Padi yang tidak digenangi tidak akan
memproduksi metana sebuah gas yang termasuk golongan utama penyebab efek rumah kaca.
3 Dapat diterapkan baik oleh petani dengan kepemilikan lahan yang luas
maupun yang sempit. 4
Menjadikan peran petani menjadi penting. Seperti yang sudah disebutkan, bahwa SRI bukanlah sebuah paket teknologi melainkan sebuah paket prinsip
dan pemahaman bagaimana menanam padi secara lebih baik dan lebih bermanfaat, maka peran petani untuk keberhasilan metode ini sangat
menetukan. 5
Kualitas bulir yang dihasilkan biasanya meningkat. Ketika padi SRI di giling biasanya persentasi yang dihasilkan meningkat karena berkurangnya jumlah
bulir yang kosong atau pecah. 6
Pengurangan pemakaian bahan kimia pertanian maka beras yang dihasilkan adalah beras dengan residu bahan kimia dalam jumlah yang rendah sehingga
lebih sehat untuk dikonsumsi.
2.5. Tujuan Pertanian Organik
Menurut IFOAM International Federation Of Organic Agriculture Movement, 1997
, tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan sistem pertanian organik adalah :
1 Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam
jumlah yang cukup. 2
Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.
18
3 Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan
mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman, serta hewan.
4 Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
5 Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbaru yang berasal dari
sistem usahatani. 6
Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik didalam maupun diluar usahatani.
7 Menciptakan keadaan yang memungkinkan terbaik, hidup sesuai dengan
perilakunya yang hakiki. 8
Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.
9 Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat
tanaman dan hewan. 10
Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian terutama petani dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi
manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.
11 Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usahatani
terhadap kondisi fisik dan sosial.
2.6. Gambaran Umum Beras Organik
Beras organik adalah beras yang telah dihasilkan dan diproses secara organik berdasarkan standar tertentu dan telah disertifikasi oleh suatu badan
mandiri. Organik dapat berarti tidak ada bahan pestisida atau pupuk kimia, merawat kesuburan tanah secara alami atau menggunakan pupuk kompos,
menanam tanaman secara bergantian setelah panen, mengendalikan hama dengan predatornya dan menutup rumput liar dengan jerami International Rice Research
Institut, 2004
4
. Keunggulan beras organik adalah sehat, dengan kandungan gizi atau
vitamin yang tinggi karena tidak menghilangkan lapisan kulit ari secara
4
http:www.knowledgebank.irri.orgfactSheetHowToGrowRicefs_organicRice.pdf [Diakses tanggal 10 Maret 2010]
19
menyeluruh sehingga beras ini tidak tampak mengkilap seperti beras pada umumnya. Beras lebih enak dan memiliki rasa alamipulen, lebih tahan basi serta
memiliki kandungan serat dan nutrisi lebih baik. Manfaat beras organik bagi lingkungan, diantaranya sistem produksi sangat ramah lingkungan sehingga tidak
merusak lingkungan, tidak mencemari lingkungan dengan bahan kimia sintetik dan meningkatkan produktivitas terjaga dan berkelanjutan
5
. 2.7.
Tinjauan Penelitian Terdahulu 2.7.1. Kajian Empiris Mengenai Usahatani
Penelitian Rachmawati 2003 yang berjudul Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang
menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan oleh pemilik penggarap dan penggarap menguntungkan. Namun usahatani yang dilakukan petani pemilik
penggarap lebih menguntungkan dibanding dengan penggarap. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio RC atas biaya tunai petani pemilik penggarap 3,14
sedangkan rasio RC penggarap besarnya 1,19. Rasio RC atas biaya total petani pemilik penggarap sebesar 1,35 dan penggarap sebesar 1,18.
Penelitian Hasian 2008 yang berjudul Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat menggunakan
analisis pendapatan, analisis imbangan penerimaan dan biaya RC, dan analisis marjin tataniaga. Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat
efisiensi tataniaga. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh lembaga
tataniaga. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada petani, yaitu sebanyak 30 responden, diketahui bahwa terdapat dua pola saluran tataniaga yang terdapat
di Kecamatan Warungkondang yaitu pola I petani ke koperasi sebesar 60 persen dan pola II petani ke pedagang pengumpul sebesar 40 persen. Besarnya marjin
tataniaga pada pola I adalah Rp 9.200,00 per kilogram dan pola II adalah Rp 4.500,00 per kilogram. Dari kedua saluran tataniaga tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda. Kacang kapri yang masuk ke pasar-pasar tradisional mempunyai kualitas yang lebih rendah namun jumlahnya banyak. Sedangkan
5
http:lampungpost.comberita.php?id=2004032303501963 [Diakses tanggal 10 Maret 2010]
20
untuk kacang kapri yang kualitasnya lebih baik dipasarkan ke supermarket namun dengan jumlah yang lebih sedikit. Berdasarkan analisis marjin tataniaga, pola II
memiliki marjin yang kecil tetapi memiliki farmer’s share yang lebih besar.
Penelitian Tirtayasa 2009 yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Petani Primatani di Kota Depok Jawa Barat menunjukkan produksi
jambu biji pada daerah Primatani lebih banyak dibandingkan daerah non- Primatani. Hal ini ditunjukkan oleh produktivitas jambu biji per pohon milik
petani di daerah Primatani lebih tinggi dibandingkan produktivitas jambu biji per pohon milik petani di daerah non-Primatani.
Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani Primatani dan petani non- Primatani menguntungkan. Namun usahatani yang dilakukan petani non-
Primatani lebih menguntungkan dibandingkan petani Primatani. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio RC atas biaya tunai petani non-Primatani 2,56
sedangkan rasio RC petani Primatani besarnya 2,27. Rasio RC atas biaya total petani non-Primatani sebesar 2,07 dan petani Primatani sebesar 1,88.
2.7.2. Kajian Empiris Mengenai Tataniaga
Penelitian Gandhi 2008 yang berjudul Analisis Usahatani dan Tataniaga beras Varietas Unggul Studi Kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warung
Kondang, Kabupaten Cianjur menunjukan bahwa berdasarkan analisis penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani pandan wangi, pendapatan yang
diperoleh petani pemilik jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal itu dapat dilihat dari besarnya rasio RC atas biaya tunai maupun
biaya total petani pemilik 2,42 dan 1,19 dari petani penggarap 1,07 dan 1,08. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa usahatani yang dilakukan,
baik oleh petani pemilik maupun petani penggarap, masih menguntungkan karena rasio RC atas biaya tunai maupun biaya totalnya lebih besar dari satu.
Berdasarkan analisis saluran pemasaran yang dilakukan, diketahui bahwa di lokasi penelitian terbentuk dua saluran utama tataniaga beras pandan wangi
murni dan saluran tataniaga beras pandan wangi campuran. Terdapat 10 saluran tataniaga beras pandan wangi campuran dan enam saluran tataniaga beras pandan
wangi murni. Penelitian ini dilakukan hanya pada saluran tataniaga beras pandan wangi murni. Dari penelitian ini diketahui bahwa lembaga-lembaga yang terlibat
21
dalam penyaluran beras pandan wangi dari petani hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pasar
swalayan, pedagang pengecer daerah, dan pedagang pengecer luar daerah. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran
pembelian dan penjualan, fungsi pelancar sortasi dan grading. Penelitian Murdani 2008 mengenai analisis usahatani dan pemasaran
beras varietas pandan wangi dan varietas unggul baru di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menggunakan analisis
pendapatan usahatani, analisis rasio RC, analisis marjin, farmer’s share, dan rasio
keuntungan terhadap biaya pemasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan usahatani dan menganalisis pendapatan usahatani padi varietas pandan
wangi dan varietas unggul baru, menganalisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi tataniaga dan efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran beras
varietas pandan wangi dan varietas unggul baru di Kecamatan Warungkondang. Berdasarkan hasil analisis usahatani per musim yang dilakukan, diketahui bahwa
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total per hektar usahatani pandan wangi pada setiap musim lebih besar daripada varietas unggul baru.
Usahatani kedua varietas ini layak untuk diusahakan dilihat dari nilai rasio RC. Rasio RC atas biaya tunai dan rasio RC atas biaya total usahatani padi pandan
wangi lebih besar daripada varietas unggul baru. Hal ini berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan petani padi pandan wangi akan memberikan penerimaan
yang lebih besar daripada penerimaan petani padi varietas unggul baru. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap saluran pemasaran,
diidentifikasikan bahwa untuk pandan wangi terdapat dua saluran yaitu 1 petani- pedagang di Pasar Tani Departemen Pertanian-konsumen dan 2 petani-Gapoktan
Citra Sawargi-CV Quasindo-retail-konsumen. Pemasaran beras varietas unggul baru terdiri dari tiga saluran yaitu 1 petani-pedagang pengumpul-konsumen; 2
petani-pedagang pengumpul-pedagang besar grosir-kosumen; dan 3 petani- pedagang pengumpul-pedagang pengecer-konsumen. Fungsi pemasaran yang
dilakukan lembaga-lembaga pemasaran tersebut adalah fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas.
22
Penelitian Aniro 2009 yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa
Barat. Penelitian bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga nama yang lebih efisien berdasarkan sebaran marjin tataniaga,
farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya. Berdasarkan penelusuran dengan teknik snowball sampling
ditemukan 16 saluran tataniaga beras pandan wangi, 15 saluran tataniaga beras pandan wangi campuran dan 1 saluran tataniaga beras wangi murni. Pada
penelitian tersebut juga mengungkap terdapat tujuh lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga beras pandan wangi, yaitu petani, tengkulak, Gapoktan Sawargi,
penggilingan beras, pabrik beras, distributor, dan retail. Pada sistem tataniaga tersebut terdapat fungsi tataniaga yang dilakukan yaitu fungsi fisik, fungsi
pertukaran, dan fungsi fisik. Berdasarkan hasil analisis keseluruhan saluran yang ditemukan dalam
sistem tataniaga beras pandan wangi di Kecamatan Warungkondang disimpulkan bahwa saluran 11 merupakan saluran yang paling efisien yaitu dengan urutan
rantai petani, penggilingan, distributor, dan konsumen. Sedangkan, saluran 9 merupakan saluran yang paling tidak efisien yaitu petani, tengkulak, penggilingan,
pabrik beras, distributor, retail, dan konsumen. Hidayat 2010 melakukan analisis pendapatan usahatani dan tataniaga
jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Analisis pendapatan usahatani dikelompokkan berdasarkan status penguasaan
lahan yaitu petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan
menguntungkan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio RC atas biaya tunai petani pemilik lahan 2,69 sedangkan rasio RC atas biaya tunai petani penyewa
lahan besarnya 1,81. Rasio RC atas biaya total petani pemilik lahan sebesar 1,67 dan petani penyewa lahan sebesar 1,66.
Saluran tataniaga jambu getas merah Kelurahan Sukaresmi yang dapat dikatakan paling efisien adalah saluran tataniaga III karena memiliki total margin
tataniaga yang terkecil dan nilai farmer’s share terbesar. Walaupun rasio
keuntungan terhadap biaya tataniaga pada saluran III bukan merupakan rasio terbesar tetapi penyebaran rasio pada setiap lembaga tataniaga lebih merata
23
dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Disamping itu saluran tataniaga III paling banyak digunakan oleh petani sehingga volume penditribusian padi
organik paling banyak dilakukan melalui saluran III.
Tabel 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian
Nama Penulis Judul
Tahun Metode Analisis
Rachmawati Analisis
Usahatani dan
Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang
dan Cugenang 2003
RC rasio,
margin tataniaga,
farmer’s share
David Erick
Hasian Usahatani dan Tataniaga Kacang
Kapri di
Kecamatan Warungkondang,
Cianjur, Provinsi Jawa Barat
2008 RC
rasio, margin
tataniaga, farmer’s
Share
Mochhammad Fajar Tirtayasa
Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Petani Primatani di
Kota Depok Jawa Barat 2009
Analisis pendapatan
usahatani, rasio RC, marjin
tataniaga, farmer’s share
Prima Gandhi Analisis
Usahatani dan
Tataniaga beras Varietas Unggul Study Kasus Padi Pandan
Wangi di
Kecamatan Warungkondang,
Kabupaten Cianjur
2008 Analisis penerimaan,
biaya dan pendapatan usahatani,
analisis fungsi
tataniaga, efisiensi
tataniaga, saluran
dan marjin
tataniaga Dian Murdani
Analisis Usahatani
dan Pemasaran
Beras Varietas
Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru Kasus Kecamatan
Warungkondang, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat 2008
Analisis pendapatan
usahatani, margin
pemasaran, rasio RC, farmer’s share
Najmi Aniro Analisis Sistem Tataniaga Beras
Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang,
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat
2009 Analisis lembaga dan
fungsi, saluran, marjin tatataniaga,
farmer’s share,
struktur pasar Bayu Hidayat
Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Jambu Getas
Merah di Kelurahan Sukaresmi Kecamatan Tanah Sareal Kota
Bogor 2010
Analisis pendapatan
usahatani, rasio RC, marjin
tataniaga, farmer’s
share, analisis struktur pasar
24
Terdapat beberapa persamaan dalam metode penelitian yang digunakan pada beberapa studi terdahulu seperti pada Rachmawati 2003 dan Hasian 2008
serta pada Tirtayasa 2009 dengan Murdani 2009. Pada Rachmawati 2003 dan Hasian 2008 menggunakan metode analisis RC rasio, margin tataniaga, dan
farmer’s share dalam menganalisis penelitianya mengenai topik penelitian usahatani dan tataniaga. Pada penelitian mereka tidak menggunakan analisis
lembaga dan fungsi tataniaga, sehingga menurut pendapat penulis kurang memberikan kondisi tataniaga karena penelitian lebih kuantitatif. Begitu pula pada
penelitian Tirtayasa 2009 dan Murdiani 2009 yang menggunakan metode analisis yang sama dalam menganalisis penelitianya yaitu analisis pendapatan
usahatani, rasio RC, marjin tataniaga,dan farmer’s share. Walaupun pada kedua
penelitian tersebut analisis usahatani lebih dalam karena menambahkan analisis pendapatan usahatani, namun analisis tataniaga terutama kondisi kualitatif seperti
fungsi tataniaga dan analisis lembaga tataniaga kurang dibahas secara komperhensif.
Penelitian Aniro tahun 2009 yang menggunakan alat analisis lembaga dan fungsi, saluran, marjin tatataniaga,
farmer’s share, dan struktur pasar dalam menganalisis penelitianya dengan topik tataniaga, merupakan referensi penelitian
mengenai tataniaga yang dalam. Aniro tidak hanya melakukan analisis secara kuantitatif dalam penelitiannya dengan menghitung marjin tataniaga dan
farmer’s share
dengan baik, namun juga baik dalam melakukan analisis kualitatif seperti dalam menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga. Aniro dalam analisis kualitatif
tataniaga tersebut menggunakan bahasa deskriptif dengan baik sehingga mampu menggambarkan kondisi penelitian yang dihadapi. Sedangkan penelitian Gandhi
2008 dan Hidayat 2010, merupakan penelitian yang menggunakan metode analisis yang paling lengkap dalam menganalisis penelitian untuk topik usahatani
dan tataniaga. Keduanya melakukan analisis kuantitatif yang baik dalam analisis usahatani dan tataniaga, juga melakukan analisis kualitatif tataniaga dengan baik.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah menggunakan alat analisis yang sama digunakan oleh Gandhi 2008 dan Hidayat 2010.
Selanjutnya penelitian ini juga mencoba menggunakan teknik tulisan deskriptif yang digunakan pada penelitian Aniro 2009 untuk menggambarkan analisis
25
lembaga dan fungsi tataniaga dengan baik. Sedangkan, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah jenis komoditas yang dianalisis yaitu beras
organik. Berdasarkan penelusuran hasil penelitian terdahulu, penelitian mengenai sistem tataniaga beras organik belum banyak dilakukan. Penelitian ini berusaha
menganalisis perbandingan tingkat pendapatan usahatani padi organik antara petani padi organik yang tersertifikasi dengan petani padi yang non-sertifikasi
berdasarkan keragaan usahatani padi organik, pendapatan usahatani dengan pendekatan penerimaan dan biaya usahatani, dan RC rasio untuk melihat tingkat
efisiensi usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Selain itu mengkaji efisiensi operasional tataniaga beras organik melalui pendekatan marjin
tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya tataniaga beras organik
melalui pendekatan analisis harga RpKg padi atau beras organik. Melalui analisis efisiensi operasional tataniaga beras organik dapat diketahui saluran
tataniaga beras organik yang memberikan lebih banyak keuntungan bagi petani dan konsumen.
26
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
3.1.1. Konsep Sistem Agribisnis
Menurut Saragih 2001 sistem agribisnis didefinisikan sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yaitu:
subsistem agribisnis hulu up-stream agribusiness, yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan agroindustri hulu dan perdagangan sarana produksi pertanian
primer seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit atau benih, alat dan mesin pertanian; subsistem usahatani on-farm agribusiness, yang di masa lalu disebut
sebagai sektor pertanian primer; subsistem agribisnis hilir down-stream agribusiness
, yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak ready to
cook atau siap untuk disaji ready for used atau siap untuk dikonsumsi ready to
eat beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan pasar internasional;
dan subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian
dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dan sebagainya.
Gambar 1. Konsep Agribisnis Sebagai Suatu Sistem, Saragih 2001
Subsistem Agribisnis
Hulu
- Industri pembenihan dan
pembibitan - Industri
agrokimia - Industri agro
otomotif
Subsistem Jasa Penunjang
- Perkreditan dan Asuransi - Penenlitian dan Pengembangan
- Pendidikan dan Penyuluhan - Transportasi dan Pergudangan
Subsistem Usahatani
- Usaha Pertanian,
Peternakan, Perikanan,
Kehutanan, dan
Perkebunan
Subsistem Pengolahan
- Industri produk
setengah jadi
- Industri produk jadi
Subsistem Tataniaga
- Distribusi - Promosi
- Informasi
pasar - Kebijakan
perdagangan - Stuktur pasar
27
3.1.2. Konsep Usahatani
Menurut Rivai 1980 yang diacu dalam Hernanto 1989 mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada
produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial,
baik yang terikat genologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Soeharjo dan Patong 1973, usahatani adalah proses pengorganisasian
faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk menghasilkan output
yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut
sebagai faktor-faktor produksi Hernanto 1989 yaitu : 1
Tanah Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding
dengan faktor produksi lain, distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, tanah memiliki beberapa sifat yaitu : 1
luasnya relatif tetap atau dianggap tetap; 2 tidak dapat dipindah-pindahkan dan 3 dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Tanah usahatani
dapat berupa tanah pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi
hasil menyakap, pemberian negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun polikultur atau tumpangsari.
2 Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam usahatani digolongkan kedalam tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga
kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani
berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, ketrampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan,
dan faktor alam. Oleh karena itu dalam prakteknya, digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja
total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan
28
hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja 1 hari = 7 jam kerja lalu dijadikan hari kerja total HK total. Dalam teknis
perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari
kerja pria HKP ; 1 wanita = 0,7 HKP ; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga.
3 Modal
Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-
barang baru yaitu produksi pertanian. Dalam usahatani, yang dimaksud dengan modal adalah tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak,
ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank, serta uang tunai. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang
meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Modal
dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal
diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit kredit bank, pelepas uangkeluargatetangga, hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa.
4 Manajemen
Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan
sebaik-baiknya sehingga
mampu memberikan
produksi pertanian
sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan. Pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik dan ekonomis perlu dilakukan untuk dapat menjadi
pengelola yang berhasil. Prinsip teknis tersebut meliputi : a perilaku cabang usaha yang diputuskan; b perkembangan teknologi; c tingkat
teknologi yang dikuasai; d daya dukung faktor yang dikuasai; e cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Prinsip
ekonomis antara lain : a penentuan perkembangan harga; b kombinasi cabang usaha; c pemasaran hasil; d pembiayaan usahatani; e
29
penggolongan modal dan pendapatan; dan e ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim.
3.1.3. Konsep Produksi dan Produktivitas
Kegiatan usahatani, terdapat kegiatan produksi dan pengukuran produktivitas. Menurut Sipper dan Bulfin 1997, produksi adalah suatu proses
pengubahan bahan baku menjadi barang jadi. Sistem produksi adalah sekumpulan aktivitas untuk pembuatan suatu produk, dimana dalam pembuatan ini melibatkan
tenaga kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi, modal dan tindakan manajemen. Menurut Wikipedia 2006, produksi merupakan suatu kegiatan yang
dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Produksi bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.
Menurut Mangkuprawira 2007, produktivitas adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu. Input terdiri dari manajemen,
tenaga kerja, biaya produksi, peralatan, dan waktu. Output meliputi produksi, produk penjualan, pendapatan, pangsa pasar, dan kerusakan produk. Menurut
Ravianto 1985, produktivitas adalah suatu konsep yang menunjang adanya keterkaitan hasil kerja dengan sesuatu yang dibutuhkan untuk menghasilkan
produk dari tenaga kerja. Sedangkan menurut Sinungan 2005, produktivitas adalah hubungan antara hasil nyata maupun fisik barang atau jasa dengan
masukan yang sebenarnya, misalnya produktivitas ukuran efisien produktif suatu hasil perbandingan antara hasil keluaran dan hasil masukan. Dari beberapa
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil keluaran dengan hasil masukan. Keefektifan
produktivitas dapat dilihat dari beberapa faktor masukan yang dipakai dibandingkan dengan hasil yang dicapai.
3.1.4. Konsep Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi 1986, ada beberapa istilah yang digunakan untuk melihat ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani. Oleh karena itu, uraian
berikut menjelaskan penggunaan beberapa istilah tersebut, antara lain :
30
1 Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya
yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain dari pendapatan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang
dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani mencakup pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai.
2 Pendapatan kotor tunai atau penerimaan usahatani adalah nilai uang yang
diterima dari usahatani yang berbentuk benda. 3
Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau
makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan di gudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.
4 Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai
atau dikeluarkan didalam produksi. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.
5 Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang sehingga
segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.
6 Pengeluaran tidak tunai diperhitungkan adalah nilai semua input yang
digunakan namun tidak dalam bentuk uang misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan
kredit. 7
Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran usahatani untuk mengukur imbalan yang diperoleh petani dari
penggunaan faktor-faktor produksi. Analisis RC rasio juga dapat dilakukan untuk menunjukkan besar rasio
kelipatan penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan usahatani. Semakin besar nilai RC
rasio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan kelayakan suatu usahatani
sehingga menguntungkan untuk dilaksanakan. Tingkat kelayakan suatu usahatani apabila nilai RC rasio lebih besar dari satu yang berarti bahwa setiap selisih biaya
yang dikeluarkan akan menghasilkan selisih penerimaan yang lebih besar daripada
31
selisih biaya. Sebaliknya, apabila nilai RC rasio lebih kecil dari satu maka setiap selisih biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan selisih penerimaan yang lebih
kecil daripada tambahan biaya. Sedangkan apabila nilai RC rasio sama dengan satu maka berarti setiap selisih biaya yang dikeluarkan sama dengan selisih
penerimaan yang diperoleh sehingga memperoleh keuntungan normal. RC rasio yang dihitung terdiri dari RC rasio atas biaya tunai dan RC atas biaya total. RC
rasio atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. RC rasio atas biaya total dihitung
dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Rumus analisis imbangan penerimaan antara biaya usahatani
sebagai berikut Soekartawi, 1986 : RC rasio atas biaya tunai
= TR biaya tunai
RC rasio atas biaya total =
TR TC Keterangan :
TR =
Total penerimaan usahatani Rp TC
= Total biaya usahatani Rp
Penyusutan nilai untuk alat-alat pertanian yang digunakan termasuk dalam biaya yang diperhitungkan, dihitung dengan menggunakan metode garis lurus
yaitu setiap tahun biaya penyusutan yang dikeluarkan relatif sama hingga habis umur ekonomis alat tersebut. Penghitungan penyusutan nilai alat-alat pertanian
dimaksudkan untuk menilai aset usahatani. Terdapat dua metode menghitung penyusutan yaitu :
1 Metode Garis Lurus
Rumus yang digunakan adalah :
Keterangan : Dp = penyusutantahun
s = nilai sisa
c = nilai beli
n = umur ekonomis barang
2 Metode Penyusutan Berimbang
Metode ini menggunakan persentase penyusutan dengan nilai persentase tertentu konstan. Adapunn rumus yang digunakan :
32
Keterangan : Dp = penyusutantahun
r = persentase
c = nilai beli
n = umur ekonomis barang
3.1.5. Konsep Sistem Tataniaga
American Marketing Assosiation, mendefinisikan tataniaga mencangkup
pelaksanaan kegiatan usaha dan niaga yang diarahkan kepada dan bersangkutan dengan mengalirnya barang dan jasa dari pihak produsen sampai kepada
konsumen. Sedangkan, Tb. Bachtiar Rifai dalam Anniro 2009, menyatakan bahwa tataniaga pertanian adalah serangkaian jasa-jasa untuk mengusahakan
benda-benda mulai dari titik produksi hingga ke titik konsumsi. Jasa-jasa yang dimaksud adalah mencakup semua fungsi yang mengubah suatu benda dalam hal
waktu, tempat, atau milik. Menurut Hanafiah dan Saefudin 2006, tataniaga dapat didefinisikan
sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan bergeraknya barang- barang dan jasa dari produsen sampai konsumen. Dapat disimpulkan bahwa tujuan
akhir dari tataniaga adalah menempatkan barang-barang dan jasa ke tangan konsumen akhir.
Kohls dan Uhl 2002, menyatakan tataniaga merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis yang terlibat dalam upaya menyalurkan produk pertanian
atau jasa mulai dari titik produksi pertanian hingga sampai ketangan konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus 1987, tataniaga adalah serangkaian proses
kegiatan atau aktivitas yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan
produsen ke konsumen. Dalam proses distribusi dapat terjadi kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari produk untuk tujuan-tujuan
tertentu, misalnya untuk mempermudah penyalurannya, meningkatkan nilai dan meningkatkan kepuasan konsumen.
Hingga pada akhirnya dapat penulis simpulkan bahwa sistem tataniaga merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri dari berbagai aktifitas bisnis
dalam usaha mengalirkan produk dan jasa pertanian dari sektor produksi hingga barang sampai ketangan konsumen.
33
3.1.6. Konsep Saluran Tataniaga
Limbong dan Sitorus 1987 berpendapat bahwa saluran pemasaran dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran. Panjangnya saluran
tataniaga akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Pada Gambar 1 ditunjukan beberapa saluran tataniaga yang
panjangnya berbeda-beda. Saluran nol tingkat zero level channel atau dinamakan juga sebagai saluran tataniaga langsung, adalah saluran yang
memperlihatkan produsen atau pabrikan secara langsung menjual produknya kepada konsumen.
Gambar 2.
Contoh Saluran Tataniaga dengan Beberapa Tingkat Saluran satu tingkat one level channel, adalah saluran yang
menggunakan perantara. Dalam pasar konsumsi, perantara ini adalah pengecer sedangkan dalam industrial perantara tersebut adalah agen penjualan atau pialang.
Pada saluran dua tingkat two level channel mencakup dua perantara. Dalam pasar konsumsi mereka ini adalah grosir dan pengecer, sedangkan dalam pasar
industrial perantara tersebut adalah distributor dan dealer industrial. Pada saluran tiga tingkat three level channel didapati tiga perantara.
Dalam hal ini, selain grosir dan pengecer ditemui pedagang pemborong atau jobber.
Pemborong tersebut membeli barang dari pedagang grosir dan menjualnya
Konsumen
Pengecer Produsen
Produsen
Jobber Grosir
Produsen Pengecer
Pengecer Konsumen
Konsumen
Konsumen Grosir
Produsen
34
ke pedagang pengecer, yang pada umumnya tidak dapat dilayani oleh pedagang grosir.
3.1.7. Konsep Lembaga dan Fungsi Tataniaga
Setiap saluran tataniaga dalam proses berjalannya, terdapat berbagai pelaku ekonomi yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung,
keterlibatan ini dilakukan dengan melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Menurut Hanafiah dan Saefudin 2006, lembaga tataniaga adalah badan-badan yang
menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang-barang dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi tataniaga adalah termasuk dalam bagian lembaga tataniaga, baik itu bentuknya kelompok ataupun perorangan.
Menurut Sudiyono 2001, lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari
produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini adalah lembaga yang akan
menjalankan fungsi-fungsi pemasaran, serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Aliran produk pertanian dari produsen ke konsumen akhir
disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian akan ada apabila lembaga pemasaran ini menjalankan fungsi-fungsi pemasarannya.
Menurut Kohls dan Uhl 2002, fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi 3 fungsi utama yaitu :
1 Fungsi Pertukaran, meliputi :
a Fungsi Pembelian
Sebagian besar adalah pencarian sumber persediaan bahan baku, perakitan produk serta segala aktifitas yang berhubungan dengan
pembelian. b
Fungsi Penjualan Produk Segala sesuatu yang berhubungan dengan penjualan termasuk
pengiklanan dan penciptaan tehadap permintaan produk. 2
Fungsi Fisik, meliputi : a
Fungsi Penyimpanan
35
Fokus utama pada membuat kondisi barang tetap baik sampai waktu yang diinginkan.
b Fungsi Pengangkutan
Fokus utama pada menjadikan barang berada pada tempat yang tepat. c
Fungsi Pengolahan Produk Segala sesuatu yang berhubungan pada aktifitas manufaktur yang
merubah bahan mentah menjadi produk yang diinginkan. d
Fungsi Fasilitas Berperan dalam memudahkan terjadinya fungsi pertukaran dan fungsi
fisik. e
Fungsi Standardisasi Keseragaman ukuran dalam penentuan dan perawatan produk. Ukuran
termasuk dalam kuantitas maupun kualitas. 3
Fungsi Pelancar, meliputi : a
Fungsi Permodalan Melibatkan penggunaan uang untuk melakukan berbagai aspek dalam
tataniaga. b
Fungsi Penanggungan Risiko Penerimaan kemungkinan kerugian dalam pemasaran produk.
c Fungsi informasi pasar.
Pekerjaan dalam mengkumpulkan, menginterpretasikan, dan memilah variasi data penting dalam pelaksanaan proses pemasaran.
Proses menyampaikan suatu barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara, dan konsumen. Hal ini
disebabkan jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan
kehadirannya untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produsen ke titik konsumsi. Lembaga-lembaga ini bisa dalam bentuk
perseorangan, perserikatan, maupun perseroan yang akan melakukan fungsi- fungsi tataniaga, baik fungsi pertukaran, fungsi fisik maupun fungsi fasilitas.
Penggolongan lembaga tataniaga menurut Limbong dan Sitorus 1987,
36
didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta berdasarkan bentuk usahanya, yaitu :
1 Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukan, yaitu:
Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti
pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya.
Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik, seperti badan
pengangkutantransportasi, pengolahan, dan penyimpanan.
Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga, seperti informasi pasar dan kredit desa. Lembaga ini dapat berupa KUD Kantor
Unit Desa, Bank Unit Desa, dan yang lainnya.
2 Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap suatu
barang, yaitu: Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang
dipasarkan, seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul, dan
tengkulak.
Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang
dipasarkan, seperti agen, makelar, dan lembaga pelelangan.
Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan
perkreditan.
3 Penggolongan tataniaga berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar,
yaitu: Lembaga tataniaga bersaing sempurna, seperti pengecer beras dan
pengecer rokok.
Lembaga tataniaga monopolistis, seperti pedagang bibit dan pedagang
benih.
Lembaga tataniaga oligopolis, seperti importir cengkeh dan perusahaan
semen.
Lembaga tataniaga monopolis, seperti perusahaan kereta api serta
perusahaan pos dan giro.
4 Penggolongan lembaga tataniaga juga dilakukan berdasarkan bentuk
usahanya, yaitu:
37
Berbadan hukum, seperti perseroan terbatas, firma, dan koperasi. Tidak berbadan hukum, seperti perusahaan perseorangan, pedagang
pengecer, dan tengkulak.
Selain melakukan pemindahan barang dari perusahaan barang produsen dan dibawa ke konsumen, lembaga perantara juga berfungsi sebagai penghubung
informasi mengenai suatu barang dan jasa. Lembaga perantara berusaha meningkatkan nilai guna dari suatu barang atau jasa baik nilai guna bentuk,
tempat, waktu, maupun kepemilikan melalui pengolahan hasil-hasil pertanian.
3.1.8. Konsep Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga dapat diukur melalui dua cara, yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional. Menurut Dahl dan Hammond 1977, efisiensi operasional
menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga, yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan dan pengolahan,
distribusi dan aktivitas fisik, serta fasilitas. Dalam Hidayat 2010, menyebutkan bahwa pendekatan efisiensi harga adalah melalui analisis tingkat keterpaduan
pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio biaya dan keuntungan tataniaga.
3.1.8.1. Konsep Margin Tataniaga
Menurut Sudiyono 2002, dalam teori harga dianggap produsen bertemu langsung dengan konsumen, sehingga harga pasar yang terbentuk merupakan
perpotongan antara kurva penawaran dan kurva permintaan. Realita tataniaga pertanian sangat jauh dari anggapan ini, sebab komoditi pertanian yang diproduksi
di daerah sentra produksi akan dikonsumsi oleh konsumen akhir setelah menempuh jarak yang sangat jauh, antar kabupaten, antar provinsi, antar Negara,
bahkan antar benua, baik komoditi pertanian segar maupun olahan, sehingga sangat jarang keadaan produsen melakukan transaksi secara langsung dengan
konsumen akhir. Oleh karena itu digunakan konsep margin tataniaga. Menurut Dally 1958 dalam Sudiyono 2002, margin pemasaran
merupakan perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani. Dari sisi lain, Waite dan Trelogan dalam Sudiyono 2002
mendefinisikan margin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran.
38
Dari beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa komponen margin pemasaran terdiri dari berbagai biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga
tataniaga dalam melaksanakan fungsi tataniaga yang dijalankannya dan keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga.
Secara teoritis hal tersebut dapat digambarkan pada Gambar 2. Perpotongan antara kuva permintaan tingkat petani Df dengan kurva penawaran
tingkat petani Sf membentuk suatu titik yang merupakan harga pada tingkat petani, yaitu harga pada tingkat Pf. Hal ini berarti bahwa harga tersebut Pf
merupakan harga riil yang diterima oleh petani untuk pembayaran hasil panen usahataninya. Perpotongan antara kurva permintaan tingkat pengecer Dr dengan
kurva penawaran tingkat pengecer Sr membentuk suatu titik yang merupakan harga pada tingkat pengecer, yaitu harga pada tingkat Pr. Sehingga, harga yang
terbentuk Pr merupakan harga riil yang harus dibayarkan oleh konsumen akhir untuk memperoleh produk tersebut.
Gambar 3. Kurva Margin Tataniaga
Sumber : Kohls dan Uhls, 2002
Keterangan :
Q = jumlah barang
Pr – Pf
= margin tataniaga Pr
= harga tingkat eceran Pr
– PfQ = nilai margin tataniaga
Pf = harga tingkat petani
Sr = kurva penawaran tingkat pasar eceran
Sf = kurva penawaran tingkat petani
Dr = kurva permintaan tingkat pasar eceran
Df = kurva permintaan tingkat petani
39
Selisih antara tingkat harga yang diterima oleh petani Pf dengan harga yang harus dibayarkan konsumen akhir Pr adalah margin tataniaga. Margin
tataniaga yang terbentuk ini adalah cakupan total dari keuntungan yang diterima oleh seluruh lembaga tataniaga dan biaya pemasaran yang harus dikeluarkan
dalam melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Biaya pemasaran yang terbentuk merupakan sebuah biaya yang dikeluarkan dalam usaha-usaha untuk memberikan
nilai tambah pada produk yang diperdagangkan, maupun biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk memberikan kegunaan tempat kepada produk yang
diperdagangkan.
3.1.8.2. Konsep Farmer’s Share
Farmer’s Share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi besarnya harga yang diterima
petani dibandingkan dengan harga yang diterima konsumen. Kohls dan Uhls 1990 mendefinisikan
farmer’s share sebagai persentase harga yang diterima oleh petani dibandingkan harga ditingkat konsumen sebagai bagian dari kegiatan
usahatani yang dilakukannya dalam menghasilkan suatu komoditas. Nilai farmer’s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima produsen Pf
dan harga yang dibayarkan konsumen Pr. Secara matematik dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :
F
s
= x 100
Keterangan : Fs : Farmer’s Share
Pf : Harga di tingkat petani
Pr : Harga di tingkat konsumen
Saluran tataniaga yang tidak efisien secara kuantitatif akan relatif memberikan marjin dan biaya tataniaga yang lebih besar. Biaya tataniaga ini
biasanya dibebankan kepada petani melalui harga beli sehingga harga yang diterima petani lebih rendah. Biaya tataniaga yang tinggi menyebabkan besarnya
perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen sehingga akan menurunkan nilai
farmer’s share. Sebaliknya pada saluran tataniaga yang efektif dan efisien, marjin tataniaga dan biaya tataniaga menjadi
40
lebih rendah sehingga perbedaan harga petani dengan konsumen lebih kecil dan nilai
farmer’s share akan meningkat. Indikator saluran tataniaga dikatakan efisien adalah apabila marjn tataniaga dan biaya tataniaga rendah serta
farmer’s share tinggi.
3.1.8.3. Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya
Besarnya rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi tataniaga. Semakin menyebar secara proporsional rasio keuntungan dan
biaya diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Rasio keuntungan dan biaya
dalam setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Keuntungan dan Biaya =
Keterangan : π
i
= keuntungan lembaga ataniaga C
i
= biaya tataniaga
3.1.9. Konsep Struktur Pasar
Analisis pemasaran maka analisis struktur pasar menjadi salah satu elemen yang paling penting untuk diamati. Ada tiga hal yang perlu diketahui agar
produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang efisien, yaitu : 1 konsentrasi pasar dan jumlah produsen, 2 sistem keluar masuk barang yang
terjadi di pasar, dan 3 diferensiasi produk Limbong dan Sitorus, 1987.
Menurut Dahl dan Hammond 1977, struktur pasar menggambarkan kondisi fisik suatu pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur
pasar, yaitu 1 jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar; 2 kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan; 3 pengetahuan informasi
pasar; dan 4 hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya
biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan.
Pasar tidak bersaing sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu produsen dan konsumen. Dilihat dari sisi produsen terdiri atas pasar persaingan
monopolistik, monopoli, duopoli, dan oligopoli, sedangkan dari sisi pembeli konsumen terdiri atas pasar persaingan monopolistik, monopsoni, dan
π
i
C
i
41
oligopsoni Dahl dan Hammond, 1977. Karakteristik masing-masing struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik dan Struktur Pasar
No Karakteristik
Struktur Pasar Jumlah
pembeli Jumlah
Penjual Sifat
Produk Pengetahuan
Informasi Pasar
Hambatan Keluar
Masuk Pasar
Sisi Pembeli Sisi Penjual
1 Banyak Banyak
Homogen Sedikit
Rendah Persaingan
murni Persaingan
murni 2 Banyak
Banyak Diferensiasi Sedikit
Tinggi Persaingan
monopolistik Persaingan
monopolistic 3
Sedikit Sedikit
Homogen Banyak
Tinggi Oligopsoni
murni Oligopoli
murni 4
Sedikit Sedikit Diferensiasi
Banyak Tinggi
Oligopsoni diferensiasi
Oligopoli diferensiasi
5 Satu
Satu Unik
Banyak Tinggi
Monopsoni Monopoli
Sumber: Dahl dan Hammond, 1977
3.2.4. Konsep Perilaku Pasar
Dahl dan Hammond 1977 menyatakan bahwa perilaku pasar sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan
dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus
diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang
meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga tataniaga. Para pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar
sehingga mampu merencanakan kegiatan tataniaga secara efisien dan terkoordinasi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk dapat terus mempertahankan kelangsungan hidupnya. Setiap
negara di dunia berusaha memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Revolusi
42
hijau merupakan cara yang ditempuh oleh negara di dunia termasuk Indonesia untuk menyediakan pangan yang cukup. Revolusi hijau di Indonesia dimulai
tahun 1960 yang tujuan utamanya mengarahkan petani untuk menerapkan pemakaian benih berkualitas, mekanisasi pertanian, penggunaan pupuk kimia, dan
pengendalian hama menggunakan pestisida dalam budidaya pertanian. Seiring berjalannya waktu, revolusi hijau menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan
terutama manusia. Sistem pertanian organik merupakan salah satu jalan keluar untuk mengurangi atau menghindari dampak negatif revolusi hijau.
Kondisi di dunia saat ini termasuk di Indonesia, komoditas pangan dari hasil sistem pertanian organik mengalami peningkatan permintaan setiap tahun.
Beras yang menjadi sumber pangan utama di Indonesia juga telah dibudidayakan secara organik. Permintaan beras organik setiap tahun mengalami kenaikan, tidak
hanya pasar beras organik domestik namun juga pasar beras organik Internasional. Petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat melalui kerjasama
antara Gapoktan Simpatik dan PT Bloom Agro telah berhasil melakukan ekspor beras organik pada tahun 2008 ke Amerika Serikat, sehingga peningkatan
produksi beras organik dan ekspor beras organik akan menjadi potensi peningkatan ekonomi petani dan peluang Indonesia sebagai negara pengekspor
utama beras organik. Gabungan Kelompok Tani Gapoktan Simpatik merupakan wadah
organisasi petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya. Gapoktan ini memiliki 28 kelompok tani dan jumlah anggota kurang lebih 5.616 orang dengan luas
lahan padi organik 5074 Ha. Namun saat ini hanya 2050,96 Ha dan 1.499 orang petani yang telah memperoleh sertifikasi budidaya dan lahan pertanian organik
dari IMO Institut for Marketecology Organic dan Sucofindo. Hal ini menimbulkan kesenjangan antara petani padi organik tersertifikasi dan petani padi
organik non-sertifikasi, dikarenakan adanya perbedaan harga jual gabah hasil panen padi organik yang diterima.
Petani padi organik tersertifikasi memperoleh harga jual gabah hasil panen tersebut lebih tinggi dibandingkan yang diterima oleh petani padi organik non-
sertifikasi, sehingga berpengaruh pada besarnya pendapatan usahatani yang diterima. Perbedaan harga jual yang diterima tersebut dikarenakan Gapoktan
43
Simpatik hanya mampu menampung atau membeli gabah organik dari petani padi organik tersertifikasi. Sedangkan gabah hasil panen petani padi organik non-
sertifikasi dijual melalui tengkulak dengan harga yang lebih murah. Perbedaan ini juga berakibat pada perbedaan jalur sistem tataniaga beras organik, antara sistem
beras organik tersertifikasi dan sistem tataniaga beras organik non-sertifikasi. Berbagai perbedaan tersebut dikhawatirkan akan menjadi kesenjangan yang
mendorong para petani padi organik non-sertifikasi untuk beralih kembali ke sistem pertanian konvensional. Hal ini akan menjadi hambatan bagi Gapoktan
Simpatik untuk dapat meningkatkan produksi beras organik guna meraih peluang untuk memenuhi permintaan beras organik domestik maupun internasional yang
terus meningkat. Untuk itu diperlukan analisis usahatani sehingga mampu menggambarkan kondisi usahatani padi organik tersertifikasi dan usahatani padi
organik non-sertifikasi. Disamping itu diperlukan juga analisis sistem tataniaga beras organik guna memperoleh saluran tataniaga beras organik yang efektif dan
efisien. Analisis usahatani padi organik dilakukan dengan pendekatan penerimaaan
dan biaya usahatani, analisis RC rasio untuk melihat tingkat efisiensi usahatani. Selanjutnya, pendekatan yang digunakan dalam analisis sistem tataniaga ini
adalah identifikasi serta analisis lembaga dan fungsi tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya. Diteruskan dengan penelusuran dan analisis rantai
tataniaga beras organik yang tersertifikasi dan yang non-sertifikasi. Setelah itu dilakukan analisis sistem tataniaga dengan menggunakan analisis margin
tataniaga, farmer’s share, biaya pemasaran, keuntungan dan struktur pasar sistem
tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya. Selanjutnya, adalah analisis perbandingan sistem tataniaga beras organik tersertifikasi dan yang non-
sertifikasi, sehingga akan diperoleh gambaran saluran tataniaga beras organik yang paling efektif dan efisien. Hingga pada akhirnya adalah analisis keterkaitan
subsistem off-farm dan on-farm dalam sistem agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya.
44
Gambar 4
. Kerangka Pemikiran Operasional
Latar Belakang :
1. Pangan, kebutuhan dasar yang harus terpenuhi oleh setiap Negara.
2. Terjadi peningkatan permintaan beras organik di pasar internasional dan saat ini belum semua
terpenuhi. 3.
Petani di Kabupaten Tasikmalaya melalui kerjasama antara Gapoktan Simpatik dengan PT Bloom Agro berhasil mengekspor beras organik.
4. Peningkatan produksi beras organik dan ekspor beras organik menjadi potensi peningkatan
ekonomi petani padi organik dan peluang Indonesia sebagai negara pengekspor utama beras organik.
Permasalahan :
1. Bagaimana perbedaan tingkat pendapatan usahatani serta efisiensi biaya usahatani antara usahatani
padi organik non-sertifikasi dengan usahatani padi organik tersertifikasi? 2.
Bagaimana saluran, lembaga, fungsi, struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat?
3. Bagaimana efisiensi tataniaga beras organik pada setiap saluran tataniaga di Kabupaten
Tasikmalaya Jawa Barat dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio
keuntungan dan biaya? 4.
Bagaimana keterkaitan antara subsistem off-farm dengan subsistem on-farm pada agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya?
5.
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis keragaan usahatani Analisis pendapatan usahatani
- Penerimaan usahatani - Biaya usahatani
Analisis efisiensi usahatani -
RC rasio
Analisis Kuantitatif
Analisis efisiensi tataniaga -
Marjin tataniaga -
Farmer’s share -
Rasio keuntungan dan biaya
Analisis Kualitatif
Analisis saluran tataniaga. Analisis lembaga dan fungsi
tataniaga. Analisis struktur pasar.
Analisis perilaku pasar.
Analisis Sistem Tataniaga
Perbandingan Antara Usahatani Padi Organik Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi, Sistem Tataniaga Beras Organik Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi, serta
Keterkaitan Antara subsistem On-Farm dan subsistem Off-Farm
Rekomendasi solusi kepada seluruh stake holder untuk dapat memaksimalkan potensi pengembangan usahatani dan sistem tataniaga padi organik
45
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian