Karakteristik Pedagang Responden Analisis RC Rasio

59 perbandingan antara petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-sertifikasi terkait dengan status penguasaan lahan. Tabel 11. Sebaran Status Penguasaan Lahan Petani Padi Organik Status Penguasaan Lahan Petani Padi Organik Tersertifikasi Petani Padi Organik Non-Sertifikasi Jumlah orang Jumlah orang Sendiri 13 81,25 9 56,25 Sewa 2 12,5 3 18,75 Gadaisakap Bagi hasil 1 6,25 4 25 Jumlah 16 100 16 100 Pada Tabel 11 sebaran status penguasaan lahan petani padi organik tersertifikasi dengan status “sendiri” paling mendominasi dengan jumlah 13 orang 81,25 persen responden sedangkan pada status sewa hanya dua orang 12,5 persen responden. Hal yang sama terjadi pada petani padi organik non-sertifikasi sebara n penguasaan lahan paling banyak dengan status “sendiri” namun dengan jumlah yang lebih sedikit yaitu sembilan orang 56,25 persen responden, sedangkan terbanyak kedua pada status penguasaan lahan “bagi hasil” yaitu empat orang 25 persen responden. Pada status penguasaan lahan gadaisakap tidak satupun responden dari kedua kelompok responden yang memilihnya.

5.4. Karakteristik Pedagang Responden

Pedagang yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebanyak 11 orang yang terlibat dalam sistem tataniaga beras organik organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Pedagang responden terdiri dari terdiri dari satu orang ketua Gapoktan Simpatik, satu orang direktur perusahaan eksportir PT Bloom Agro, 1 orang pemilik pabrik beras, satu orang pedagang pengecer I dan enam orang pedagang pengecer II dan satu orang tengkulak II. Gapoktan Simpatik, tengkulak II, pabrik beras dan pedagang pengecer I berada di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Eksportir berada di Jakarta, sedangkan responden pedagang pengecer II berada di Jabodetabek serta Bandung dan sekitarnya. 60 Pada Tabel 12 memperlihatkan lama berdagang dan bentuk usaha dari masing-masing jenis pedagang padi organik. Tabel 12. Sebaran Responden Pedagang Berdasarkan Rata-Rata Pengalaman Berdagang dan Bentuk Usaha Jenis Pedagang Jumlah orang Pengalaman Berdagang Beras Organik tahun Bentuk Usaha Gapoktan Simpatik 1 5 Kelembagaan Petani Tengkulak II 1 1 Perorangan Pabrik Beras 1 1 Usaha Dagang Eksportir 1 2 PT Pedagang Pengecer I 1 1 PT Pedagang Pengecer II 6 1 Perorangan Pengalaman berdagang beras organik rata-rata dari pedagang responden berbeda-beda, begitu pula dengan bentuk usaha yang dijalankan. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa masing-masing jenis pedagang memiliki pengalaman berdagang yang relatif cukup singkat untuk berdagang beras organik. Namun untuk pabrik beras, tengkulak II pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II sebelum masuk sebagai pedagang beras organik telah berpengalaman dalam praktek perdagangan beras konvensional. 61 VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

6.1. Keragaan Usahatani Padi Organik

Pelaksanaan usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat dimulai pada tahun 2002 melalui program perintisan usahatani padi organik di beberapa kelompok tani. Setiap petani padi organik yang tergabung dalam Gapoktan Simpatik telah mendapakan pelatihan SL PET Sekolah Lapang Pembelajaran Ekologi Tanah dan SL SRI Sekolah Lapang System of Rice Intensification . Secara umum praktik usahatani padi organik yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Tasikmalaya relatif homogen karena petani mendapatkan panduan praktek budidaya pertanian organik melalui pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh pemerintah daerah. Perbedaan yang ada diantara para petani ialah penggunaan input produksi organik seperti bahan baku pupuk dan pestisida organik, yang disesuaikan dengan ketersediaan bahan bakunya di lingkungan usahatani padi organik tersebut. Untuk itu keragaan usahatani padi organik perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran tentang praktek usahatani padi organik di lokasi penelitian berdasarkan subsistem sarana produksi serta subsistem budidaya. Hasil kajian tersebut akan mampu mengidentifikasi penggunaan input produksi, teknik budidaya, dan output atau hasil panen yang dihasilkan dari usahatani padi organik.

6.1.1. Subsistem Sarana Produksi Penggunaan Input Produksi

Sarana produksi atau input produksi yang digunakan pada usahatani padi organik secara umum digolongkan menjadi lima bagian yaitu bibit, pupuk organik, pestisida organik, MOL Mikro Organisme Lokal cair dan alat-alat pertanian. Adapun perincian penggunaan bibit, pupuk organik, pestisida organik dan MOL dalam satu tahun pada usahatani padi organik di Kab. Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat antara petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-sertifikasi dapat dilihat paada Tabel 13. 62 Tabel 13. Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Padi Organik Petani Padi Organik Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi per Hektar per Tahun No Komponen Input Harga per Satuan Rp Petani Padi Tersertifikasi Petani Padi Non- sertifikasi Jumlah Nilai Rp Jumlah NilaiRp 1. Benih Kg 6000 45 270.000 60 360.000 2. Pupuk Organik 7.421.475 3.584.937,5 3. MOL Semprot Liter 10000 30 300.000 15 15.000 4. Pestisida Nabati Liter 10000 72 720.000 33 330.000

6.1.1.1. Benih

Benih padi yang digunakan dalam budidaya padi organik pertama kali disediakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya melalui Gapoktan Simpatik. Adapun varietas yang padi yang paling banyak dikembangkan oleh petani di daerah ini dalah Varietas Sintanur dan Ciherang. Padi varietas ini akan menghasilkan beras yang masuk ke dalam kelompok beras dengan kualitas medium. Selain itu benih padi dapat dibeli juga oleh petani di UPTD benih yang ada di Kabupaten Tasikmalaya. Petani padi organik juga memanfaatkan sebagian dari hasil panen mereka untuk dijadikan benih untuk ditanam pada musim tanam berikutnya. Petani padi organik tersertifikasi cenderung lebih sedikit dibanding petani padi organik non-sertifikasi dalam menggunakan benih padi. Hal ini disebabkan petani padi organik tersertifikasi lebih baik menerapkan metode SRI System of Rice Intensification yang menganjurkan penanaman bibit muda dan tunggal dalam satu lubang tanam, sehingga kebutuhan benih lebih sedikit dibanding dengan petani padi organik non-sertifikasi. Kebutuhan benih per hektar per musim pada petani padi organik non-sertifikasi sebesar 20 kg, dan 60 kg per tahun terdapat tiga musim tanam per tahun. Sedangkan untuk petani padi organik tersertifikasi membutuhkan benih padi untuk kebutuhan per hektar per musim sebesar 15 kg, dan untuk per tahun terdapat tiga musim tanam per tahun sebesar 45 kg. 63

6.1.1.2. Pupuk Organik

Salah satu aspek penting lain dalam budidaya padi organik adalah pemenuhan nutrisi tanaman yaitu melalui pupuk yang tentunya organik. Sadar akan pentingnya aspek ketersediaan pupuk dalam keberlanjutkan usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya, maka petani padi organik diarahkan untuk mampu secara mandiri memproduksi pupuk organik. Melalui pelatihan SL PET Sekolah Lapang Pembelajaran Ekologi Tanah dan SL SRI Sekolah Lapang System of Rice Intensification petani mendapatkan keterampilan dan kemampuan untuk membuat pupuk organik sendiri. Pembuatan pupuk organik biasanya dibuat secara berkelompok yaitu melalui kelompok tani. Kelompok tani melalui pengurusnya mengkoordinasi anggotanya membuat pupuk di saung pupuk organik yang sebagian besar dimiliki oleh setiap kelompok tani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya. Adapun bahan dan biaya yang diperlukan dalam proses pembuatan pupuk organik ditanggung bersama antar anggota berdasarkan jumlah kebutuhan pupuk organik dari masing- masing anggota. Proses pembuatan pupuk organik secara umum terdiri dari tiga tahap yaitu dimulai dari pencarian bahan dan penghancuran bahan-bahan utama pupuk organik seperti pupuk kandang, hijauanjerami, serbuk gegaji, dan MOL Mikro Organisme Lokal. Kemudian penyusunan bahan-bahan organik secara berlapis- lapis dengan disemprotkan MOL pada setiap lapisan, tujuannya untuk mempercepat pengkomposan. Tahap terakhir adalah penutupan lapisan-lapisan pupuk organik dengan plastik atau terpal yang kedap air dan udara, tujuanya adalah meningkakan metabolisme anaerob tanpat oksigen oleh mikroba pengurai yang ada di MOL. Dalam jangka kurang lebih satu bulan pupuk organik telah siap digunakan. Pupuk organik yang dihasilkan oleh masing-masing petani ataupun kelompok tani secara umum tidak sama, tergantung pada daerah dimana petani tinggal. Hal ini disebabkan oleh pencarian bahan-bahan pembuatan pupuk organik memang diarahkan pada ketersediaan sumber bahan baku pupuk organik yang tersedia di daerah tersebut, namun tetap harus memperhatikan kebutuhan bahan- bahan nutrisi bagi tanaman. Antara petani padi organik tersertifikasi dan petani 64 padi organik non-sertifikasi tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pembuatan dan penggunaan pupuk organik, karena tetap dipengaruhi ketersediaan bahan baku di daerah tersebut dan kemampuan individu petani. Berdasarkan pengamatan langsung di lokasi penelitian, secara umum petani dengan tingkat ekonomi relatif tinggi akan menggunakan pupuk organik lebih banyak dibanding petani dengan tingkat ekonomi rendah. Pada umumnya bahan-bahan yang diperlukan dalam proses pembuatan pupuk organik dapat dilihat di Tabel 14. Tabel 14. Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Pupuk Organik untuk Kebutuhan Pupuk per Hektar per Musim No. Nama Bahan Satuan Harga per Satuan Rp Petani Padi Organik Tersertifikasi Petani Padi Organik Non-Sertifikasi Jumlah Nilai Rp Jumlah Nilai Rp 1. Kotoran Hewan Kw 30000 60 1.800.000 30 900.000 2. Hijauan Ton 50000 2 100.000 1 50.000 3. Serbuk Gergaji Kw 10000 25 250.000 10 100.000 4. MOL pupuk Liter 5000 40 200.000 20 100.000 5. Tenaga Kerja HOK 45000 2 90.000 1 45.000 Total 2.440.000 1.195.000 Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa pengeluaran petani padi organik tersertifikasi untuk pembuatan pupuk organik per hektar per musim tanam lebih besar bahkan mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan pengeluaran yang sama oleh petani padi organik non-sertifikasi.

6.1.1.3. Multi Organisme Lokal Semprot

Akibat dari praktek teknik pertanian konvensional menjadikan lahan tanah pertanian khususnya sawah mengalami penurunan kesuburan tanah, karena penggunaan pupuk dan pestisida kimia tidak hanya membunuh organisme pengganggu seperti hama dan gulma tetapi juga organisme-organisme penting yang berperan dalam proses kesuburan lahan seperti cacing, mikro organisme lahan, dan sebagainya. Selanjutnya banyaknya organisme yang mati tersebut menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem lahan. Ketidakseimbangan ini 65 menjadikan lahan tersebut tergantung pada pupuk kimia untuk menyediakan nutrisi bagi tanaman. Selain itu akibat dari kebiasaan petani yang membakar sisa bagian tanaman setelah panen semakin lama menambah defisit zat-zat nutrisi tanaman di lahan, sehingga pupuk kimia yang diberikan setiap musim tanam cenderung terus meningkat dibanding sebelumnya. Kondisi ini menjadikan petani dalam kondisi ketergantungan terhadap pupuk kimia setiap musim tanamnya. Salah satu cara dalam metode SRI System of Rice Intensification untuk menjaga kesuburan lahan dan menambah nutrisi bagi tanaman adalah dengan menjaga keberadaan organisme-organisme tanah yang menguntungkan. Lahan pertanian yang memiliki banyak organisme yang menguntungkan akan menjaga kondisi lahan tetap subur, misalnya bakteri pengikat nitrogen akan meningkatkan ketersediaan unsur nitrogen yang berguna dalam pertumbuhan vegetatif tanaman serta bakteri yang mempercepat pembusukan bahan-bahan organik, dan sebagainya. Saat ini sebenarnya telah ada produk input pertanian yang berisi bibit mikro organisme tersebut. Produk-produk seperti ini telah banyak dikomersialkan dan diproduksi oleh beberapa badan usaha di Indonesia dan dijual di toko atau kios pertanian. Namun, adanya penekanan terhadap prinsip kemandirian petani dalam pelaksanaan praktek SRI di Kabupaten Tasikmalaya mikro organisme tersebut harus mampu diproduksi oleh petani sendiri secara mandiri. Melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan pemerintah kabupaten Tasikmalaya petani diajarkan membuat MOL Mikro Organisme Lokal. MOL yang dihasilkan petani sebagian besar dibuat dari bahan-bahan yang berasal limbah rumah tangga petani dan bahan-bahan lain yang ada disekitar tempat tinggal petani, sehingga besarnya pengeluaran yang dikeluarkan banyak yang dikonversi ke biaya tenaga kerja yang dibutuhkan. Pada Tabel 15 dapat dilihat bahan-bahan yang pada umumnya digunakan petani dalam pembuatan MOL. 66 Tabel 15. Bahan - Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan MOL Mikro Organisme Lokal untuk Kebutuhan Pupuk per Hektar per Musim No. Nama Bahan Satuan Harga per Satuan Rp Petani Padi Organik Tersertifikasi Petani Padi Organik Non- Sertifikasi Jumlah Nilai Rp Jumlah Nilai Rp 1. Limbah sayuran dan buah segar Kg 500 6 3.000 3 1.500 2. Garam Kg 2.000 2 4.000 2 4.000 3. Gula merah Kg 10.000 4 40.000 2 20.000 4. Keong mas Kg 500 2 1.000 2 1.000 5. Air beras Taji Liter 200 5 1.000 2 400 6. Tenaga Kerja HOK 45.000 1 45.000 0,5 22.500 Total 94.000 49.400 Tabel 15 menunjukan pengeluaran petani padi organik untuk pembuatan MOL semprot lebih besar dibandingkan pengeluaran sejenis oleh petani padi organik non-sertifikasi. Dimana hasil pembuatan MOL tersebut petani padi organik tersertifikasi menghasilkan 10 liter MOL, sedangkan petani padi organik non-sertifikasi menghasilkan 5 liter MOL. MOL ini akan digunakan oleh petani padi organik untuk menyemprot tanaman padinya dengan tujuan meningkatkan jumlah mikro organisme tanah yang menguntungkan, sehingga kesuburan tanah tetap terjaga.

6.1.1.4. Pestisida Organik

Pengendalian organisme pengganggu tanaman adalah salah satu aspek penting dalam budidaya padi. Pada usahatani padi organik penggunaan pestisida kimia yang biasa digunakan oleh petani konvensional adalah hal yang paling dihindarkan. Pada praktek usahatani padi organik, tidak hanya larangan penggunaan pestisida secara langsung pada lahan pertanian atau tanaman tetapi juga larangan menggunakan alat-alat pertanian yang telah terkontaminasi oleh zat- zat pestisida kimia tersebut. Selain itu, dalam penyimpanan hasil panen atau bibit padi yang akan disemai harus dijauhkan dari bahan-bahan kimia pestisida. Petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat berbekal keterampilan dari pelatihan SL PET dan SL SRI telah mampu membuat pestisida 67 organik sendiri secara mandiri. Pestisida organik yang mereka buat berasal dari bahan-bahan yang ada di sekitar lingkungan mereka tinggal. Bahan tersebut terdiri dari bahan yang berasal dari tumbuhan sehingga diberi nama pestisida nabati, sedangkan nama pestisida hewani untuk nama pestisida dengan bahan yang berasal dari kelompok hewan. Adapun secara umum bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pestisida organik dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Pestisida Organik untuk Membuat Empat Liter Pestisida Organik Bahan Satuan Jumlah Harga Per Satuan Rp Nilai Total Rp PicungKluwek Kg 1 2.000 2.000 Daun dan Biji Sirsak Kg 0,5 3.000 1.500 Daun Tembakau Kg 0,5 20.000 10.000 Gadung Kg 1 2.000 2.000 Jahe Kg 0,1 10.000 1.000 Lengkuas Kg 0,1 10.000 1.000 Tenaga Kerja HKP 0,5 45.000 22.500 Total 40.000 Pada umumnya petani membuat pestisida dalam jumlah besar sekaligus bersama-sama dengan petani padi organik yang lain. Bahan-bahan yang dapat dilihat pada Tabel 16, untuk menjadi pestisida organik pertama kali diperlukan proses penghalusan atau penumbukan. Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur ke dalam air bersih, kemudian diletakkan dalam wadah tertutup dan diamkan selama dua hari. Setelah dua hari larutan pestisida organik tersebut disaring dan diambil hanya cairan tanpa ampas dari bahan-bahan tersebut. Cairan tersebutlah yang merupakan pestisida organik terutama ditujukan untuk hama wereng, penggerek, dan walang sangit yang merupakan hama utama pada tanaman padi. Pada kasus hama tertentu petani telah dibekali keterampilan yang didapat dari pelatihan untuk membuat pestisida organik yang dikhususkan untuk hama tersebut. 68

6.1.1.5. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan oleh petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-sertifikasi terbagi menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga diperlukan dalam kegiatan penyemaian, pengolahan lahan, penanaman dan penyulaman, penyiangan atau pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama penyakit tanaman, pemeliharaan lain-lain, hingga pemanenan serta pengangkutan. Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Tenaga kerja pria digunakan dalam tahapan budidaya penyemaian, pengolahan lahan, pemupukan, pengendalian hama penyakit tanaman, pemeliharaan lain-lain, dan pengangkutan. Sedangkan, tenaga kerja wanita diperlukan pada tahapan budidaya penanaman dan penyulaman, penyiangan, pemanenan dan penjemuran. Namun, khusus pada tahapan pengolahan lahan yang paling berperan adalah tenaga kerja traktor walaupun masih tetap menggunakan tenaga kerja pria. Jumlah tenaga yang digunakan dalam analisis usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya ini menggunakan satuan HKP Hari Kerja Pria untuk tenaga kerja pria yang digunakan serta untuk tenaga kerja wanita menggunakan satuan HKW Hari Kerja Wanita. Lama jam kerja di lokasi penelitian baik petani padi organik tersertifikasi maupun petani padi organik non-sertifikasi berkisar delapan jam kerja per hari. Lama jam kerja dihitung dari pukul 07.00-12.00 kemudian dilajutkan 13.00-16.00 yang dihitung satu HKP untuk tenaga kerja pria dan satu HKW untuk tenaga kerja wanita. Baik pada petani padi organik tersertifikasi maupun petani padi non-sertifikasi di lokasi penelitian besarnya upah untuk satu HKP sebesar Rp 45.000,00 terdiri Rp 40.000,00 berupa uang tunai dan Rp 5000,00 berupa natura seperti makanan atau rokok, serta Rp 30.000,00 berupa Rp 25.000,00 dan Rp 5.000,00 untuk makanan untuk satu HKW. Sedangkan untuk tenaga kerja traktor yang digunakan menggunakan sistem borongan dalam proses pembayaran upah. Perhitungan upah tenaga kerja traktor yang harus dikeluarkan adalah Rp 1.250,00 per bata atau 14 m 2 . Tabel 17 menunjukan jumlah rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi organik per hektar per musim untuk petani padi organik tersertifikasi adalah 69 40 HKP dan 65 HKW untuk tenaga kerja luar keluarga, serta 74 HKP dan 23 HKW untuk tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi organik non-sertifikasi per hektar per musim tanam adalah 44 HKP dan 61 HKW untuk tenaga kerja luar keluarga serta 38 HKP dan 14 HKW untuk tenaga kerja dalam kelurga. Secara umum penggunaan tenaga kerja per hektar per musim tanam oleh baik tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga, petani padi organik tersertifikasi lebih banyak dibandingkan oleh petani padi organik non-sertifikasi. Selain itu penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang lebih besar pada petani padi organik tersertifikasi dibandingkan petani padi organik non-sertifikasi terutama pada proses penyiangan, pemupukan, pengendalian hama penyakit serta pemeliharaan lain-lain yang lebih memilih tenaga kerja dalam keluarga dibanding tenaga kerja luar keluarga karena ini merupakan proses penting pada tahapan pertumbuhan tanaman padi organik. Pemilihan tenaga kerja oleh petani padi organik tersertifikasi dalam proses tersebut bukan dikarenakan ketidakmampuan membayar upah tenaga kerja luar keluarga namun karena menginginkan terjaganya proses budidaya organik dengan baik, sehingga memilih ternaga kerja dalam keluarga yang relatif lebih mudah dikontrol. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga terbesar pada kedua kelompok petani adalah pada tahapan pengolahan lahan dengan besar 33 HKP pada petani padi organik tersertifikasi dan 32 HKP pada petani padi organik non-sertifikasi. Selanjutnya diikuti oleh tahapan pemanenan yang menggunakan 24 HKW oleh masing-masing kelompok petani padi organik ini. Namun, perbedaan yang paling signifikan adalah pada penggunaan tenaga kerja keluarga pada tahapan pemeliharaan lain-lain. Pada tahapan ini petani melakukan pemantauan dan perawatan terhadap tanaman padi pada periode- periode penting pertumbuhan tanaman padi organik. Petani padi organik tersertifikasi pada tahap ini menggunakan tenaga kerja dalam keluarga 56 HKP. Kurang dari setengahnya yaitu 20 HKP petani padi organik non-sertifikasi menggunakan tenaga kerja dalam keluarga pada tahap ini. Dengan demikian secara umum petani padi organik tersertifikasi menerapkan prinsip-prinsip SRI 70 System of Rice Intensification organik lebih baik dibandingkan petani padi organik non-sertifikasi. Tablel 17. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik per Hektar per Musim No Kegiatan Usahatani Penggunaan Tenaga Kerja Petani Tersetifikasi Petani Non-setifikasi LK DK LK DK 1. Persiapan tanam persemaian 3 HKP 2 HKP 4 HKP 2. Pengolahan lahan Traktor 700 Bata 700 Bata Orang 33 HKP 3 HKP 32 HKP 6 HKP 3. Penanaman dan penyulaman 18 HKW 10 HKW 23 HKW 2 HKW 4. Penyiangan 18 HKW 6 HKW 10 HKW 3 HKW 5. Pemupukan 2 HKP 6 HKP 5 HKP 4 HKP 6. Pengendalian hama dan penyakit 3 HKP 2 HKP 3 HKP 7. Pemantauan Tanaman 56 HKP 20 HKP 8. Panen 24 HKW 3 HKW 24 HKW 6 HKW 9. Penjemuran 5 HKW 4 HKW 4 HKW 3 HKW 10. Pengangkutan 5 HKP 2 HKP 5 HKP 1 HKP Upah per HKP 45.000 45.000 45.000 45.000 Upah per HKW 30.000 30.000 30.000 30.000 Upah Traktor per bata 1250 1250 Nilai upah trak tor 875.000 875.000 Nilai Tenaga Kerja 3.750.000 3.975.000 3.810.000 2.130.000 Total Nilai Tenaga Kerja 4.625.000 3.975.000 4.685.000 2.130.000 Keterangan : LK = Luar Keluarga DK = Dalam Keluarga HKP = Hari Kerja Pria HKW = Hari Kerja Wanita

6.1.1.6. Alat-Alat Pertanian

Peralatan pertanian yang digunakan dalam usahatani padi organik pada umumnya tidak jauh berbeda dengan yang digunakan dalam usahatani padi pada umumnya. Hanya peralatan pertanian padi konvensional harus dipisahkan dengan yang digunakan dalam usahatani padi organik, karena untuk menghindari kontaminasi bahan-bahan kimia yang masih tertinggal pada peralatan tersebut. 71 Alat-alat yang digunakan meliputi cangkul, koret, parang, sabit, handsprayer, garokan, karung, terpal, ember, lalandak, traktor, dan tong. Pengolahan lahan dan penggemburan lahan menggunakan cangkul dan lalandak, caplakan dan garokan sebagai perata tanah, parang digunakan untuk alat pemotong bahan-bahan organik untuk pupuk dan pestisida, kored digunakan untuk penyiangan gulma penggangu, handsprayer digunakan untuk penyemprotan MOL dan pestisida organik, sabit digunakan dalam proses pemanenan padi, ember dan tong sebagai media pembuatan MOL dan pestisida organik, serta karung dan terpal untuk proses pasca panen yaitu pengemasan dan pengeringan. Metode yang digunakan dalam perhitungan penyusutan alat pertanian yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus. Biaya penyusuatan peralatan pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi organik dimasukan ke dalam biaya diperhitungkan. Nilai penyusutan peralatan pertanian yang digunakan dalam usahatani padi organik dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Padi Organik Per Hektar Per Tahun No. Jenis Alat Jumlah buah Nilai Pembelian Rp Estimasi umur ekonomis Thn Biaya Penyusutan 1. Cangkul 2 170.000 2 170.000 2. Kored 2 30.000 3 20.000 3. Parang 1 70000 2 35.000 4. Sabit 1 10.000 2 5.000 5. Handsprayer 2 400.000 4 200.000 6. Garokan 1 20.000 1 20.000 7. Capalakan 2 25.000 4 12.500 8. Karung 100 2.500 1 250.000 9. Terpal 4 350.000 2 700.000 10. Ember 10 5.000 1 50.000 11. Lalandak 2 75.000 5 30.000 12. Tong 1 150.000 5 30.000 Total PenyusutanTahun 1.522.500 72

6.1.2. Subsistem Budidaya Padi Organik

Teknik budidaya padi organik secara umum tidak jauh berbeda dibanding dengan teknik budidaya padi pada umumnya. Teknik budidaya padi organik antara lain penyemaian dan persiapan lahan, pengolahan lahan, penanaman dan penyulaman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama, pemantauan tanaman, dan pemanenan. Kebutuhan tenaga kerja lebih banyak dibutuhkan di budidaya padi organik dibandingkan dengan konvensional, terutama dalam perawatan tanaman. Pada setiap aktivitas petani padi organik tersertifikasi dalam periode budidaya padi hingga panen diawasi terus oleh tim ICS Internal Control System yang merupakan tim di bawah kepengurusan Gapoktan Simpatik. Tim ini bertanggung jawab memastikan setiap proses tahapan usahatani padi organik memenuhi kaidah-kaidah pertanian organik. Selain itu tim ini juga bertugas untuk melakukan pembelian gabah petani organik pada saat musim panen tiba. Tim ini berasal dari beberapa ketua kelompok tani yang dipilih berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan.

6.1.2.1. Penyiangan Benih Padi

Berdasarkan pedoman SRI System of Rice Intensification benih padi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bibit adalah sebesar 7-10 kg per hektar lahan. Sebelum dilakukan penyemaian petani akan melakukan penyeleksian benih melalui metode yang sederhana yaitu merendam benih pada larutan garam selama satu malam. Pada proses ini akan terseleksi benih yang baik yaitu benih yang tenggelam di dasar larutan, artinya benih berisi atau bernas. Selain itu proses ini membantu merangsang proses perkecambahan pada benih. Penyemaian benih diharuskan pada media tanah yang gembur dan memiliki stuktur tanah yang baik sehingga memberikan kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan akar. Selain itu, penyemaian benih tidak menggunakan media lahan secara langsung namun memakai alas plastik guna menahan akar tidak tembus ke tanah sehingga merusak akar pada saat bibit dicabut saat akan ditanam di lahan sawah. Media yang dialasi plastik diisi dengan campuran kompos dengan tanah kering gembur dengan ketebalan empat cm dengan komposisi perbandingan 1:1. Selain menggunakan media plastik pada lahan, proses penyemaian dapat dilakukan pada nampan plastik, atau besek pipiti. Selanjutnya benih ditaburkan 73 secara merata pada media, lalu ditutupi dengan jerami serta pengkondisian tanah lembab tidak tergenang. Pada metode SRI ini bibit yang ditanam adalah bibit usia muda yaitu sekitar tujuh hari dihitung tumbuh dari kecambah berbeda dengan metode konvensional yang menanam bibit dengan usia sekitar 14-20 hari.

6.1.2.2. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan proses pembalikan lahan dan perataan lahan. Pada umumnya petani Kab. Tasikmalaya membalik lahan atau membajak menggunakan traktor bajak atau menggunakan hewan ternak untuk menarik mata bajak. Selain itu, tenaga kerja manusia juga diperlukan untuk membuat pematang sawah dan membuat aliran irigasi ke sawah. Selanjutnya untuk menjaga kesuburan lahan, lahan sawah akan diberikan pupuk kandang dan pupuk organik, atau minimal jerami hasil panen yang telah dicacah terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan proses perataan tanah mengunakan lalandak yang bergerigi dan gasrokan yang memiliki bidang datar.

6.1.2.3. Penanaman dan Penyulaman

Terdapat perbedaan signifikan antara metode SRI dengan metode budidaya padi konvensional dalam proses ini. Perbedaan tersebut antara lain, penggunaan bibit muda pada metode SRI yaitu 7-10 hari, tanam bibit tunggal, dengan jarak tanam bibit yang lebar berkisar 27-35 cm antar lubang, serta ditanam dangkal yaitu sekitar 0,5-1 cm. Metode ini telah teruji berhasil meningkatkan produksi panen petani padi organik di Kabupaten Tasikamalaya Jawa Barat hingga 100 persen. Namun, baik petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-serifikasi masih ada yang belum mau menerapkan sistem ini. Hal ini disebabkan sulitnya menghilangakan praktek penanaman padi yang telah mereka lakukan sejak lama, terutama pada penanaman bibit tunggal. Mereka berpendapat penanaman bibit tunggal merepotkan karena harus melakukan penyulaman berulang-ulang jika ada bibit yang mati dalam satu lubang. Namun, pada praktek budidaya padi organik proses ini tidak menjadi faktor krusial dalam penetapan sertifikasi organik selama tidak ada kontaminasi zat-zat kimia ke lahan. Proses ini berisi pembuatan parit-parit di area pinggir lahan sawah untuk mengalirkan irigasi ke lahan. Namun, irigasi lahan diusahakan lahan tidak 74 tergenang tetapi berada dalam kondisi lembab atau becek. Air yang berasal dari irigasi harus steril dari zat-zat kimia termasuk pupuk dan pestisida kimia yang terbawa dalam aliran irigasi sawah. Selanjutnya proses penyulaman bibit padi dilakukan hingga padi berumur 40 HST hari setelah tanam. Penyulaman dilakukan secara berkala disetiap 10 hari sejak penanaman bibit selama empat kali. Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah bibit yang disiapkan dari hasil penyiangan benih pertama.

6.1.2.4. Penyiangan Gulma

Penyiangan gulma merupakan aspek penting dalam praktek budidaya padi organik karena biasanya petani menggunakan herbisida kimia untuk membasmi gulma pada lahan tanaman padi. Namun, pada padi organik penggunaan herbisida kimia sangat dilarang. Proses yang jamak dilakukan oleh petani adalah melalui metode manual dalam melakukan penyiangan gulma yaitu menggunakan tangan, kored, dan lalandak. Kored dan lalandak mempermudah dalam proses penyiangan gulma yang ada di lahan. Penggunaan metode manual ini berakibat pada pemakaian tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan pada praktek budidaya konvenisonal pada tahapan ini. Selain itu proses penyiangan gulma pada usahatani padi organik lebih banyak yaitu empat kali pada setiap 7 hari hingga 28 HST dibandingkan dengan pada usahatani padi secara konvensional yang hanya membutuhkan dua kali penyiangan gulma.

6.1.2.5. Pemupukan dan Pengendalian OPT

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk organik yang telah dibuat oleh petani. Pupuk ini berupa padatan yang berasal dari bahan-bahan organik yang telah diproses dalam waktu kurang lebih tiga minggu. Pada umumnya pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada proses pengolahan lahan serta pada waktu tanaman padi berada pada fase vegetatif yaitu hingga 60 HST. Selanjutnya nutrisi bagi tanaman juga diberikan melalui penyemprotan MOL Mikro Organisme Lokal sebanyak 10 liter dalam empat kali proses penyemprotan. MOL ini selain berfungsi untuk menambah nutrisi tanaman juga menambah jumlah organisme mikro yang membantu kesuburan lahan sawah. 75 Upaya pengendalian organisme pengendali tanaman terutama hama yang menyerang padi menggunakan pestisida organik yang dibuat sendiri oleh petani. Pestisida yang digunakan menggunakan bahan-bahan organik yang disesuaikan dengan hama yang ingin dikendalikan. Namun, pada prinsipnya bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pestisida merupakan bahan organik yang memiliki sifat berbau menyengat, terasa panas jika tersentuh, serta memiliki rasa yang pahit. Petani biasanya mengguakan kombinasi bahan-bahan organik yang ada di sekitar lingkungan mereka. Penyemprotan pestisida organik sebaiknya dilakukan secara minimal yaitu pada kondisi organisme penggangu tanaman telah dalam jumlah yang merugikan. Namun, petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya pada umumnya melakukan penyemprotan pestisida organik sebanyak dua kali yaitu saat padi berumur tujuh HST dan 14 HST.

6.1.2.6. Pemantauan Tanaman

Tahapan ini merupakan salah satu tahapan yang menjadi perbedaan yang signifikan antara usahatani padi organik dan padi konvensional. Pada tahapan ini petani harus melakukan pengamatan tanaman diluar penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit yaitu secara rutin petani memantau sawahnya setiap hari untuk mengkontrol kondisi tanaman terutama pada fase vegetatif dan fase generatif. Biasanya petani padi organik menghabiskan waktu selama dua jam per hari pada periode tersebut untuk melakukan pemantauan tanaman.

6.1.2.7. Pemanenan

Pemanenan padi di Kabupaten Tasikmalaya tergantung pada daerah yang ditanami padi serta varietas yang digunakan, sehingga waktu panen petani tidak bersamaan. Namun, rata-rata panen padi berada pada kisaran umur padi 115-130 HST hari setelah tanam. Padi yang sudah siap dipanen memiliki ciri-ciri berbiji bernas serta telah menguning. Petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya menggunakan sabit sebagai alat pemotong panen padi hingga didapat malai padi. Selanjutnya malai padi dirontokkan menggunakan alat gebot yaitu sejenis alat yang terbuat dari kayu sebagai media perontok gabah jika malai dipukulkan pada alat tersebut. Selain itu, petani biasanya menggunakan treser yaitu alat pemisah 76 gabah dengan malainya yang bentuknya bergerigi dan digerakkan menggunakan pedal untuk yang manual atau motor jika telah menggunakan mesin.

6.1.3. Output Produksi

Tabel 19 memperlihatkan hasil produksi dan produktivitas padi organik per tahun medio Agustus 2009-Agustus 2010. Total produksi padi organik dalam bentuk GKG gabah kering giling dalam satu tahun pada petani padi organik tersertifikasi lebih besar yaitu 120.740 kg daripada hasil panen petani padi organik non-sertifikasi yang sebesar 110.450 kg. Padahal luas lahan padi organik non-sertifikasi lebih besar yaitu 7,22 hektar dibandingkan 6,49 hektar untuk luas lahan petani padi organik tersertifikasi, sehingga produktivitas panen per musim padi organik tersertifikasi lebih besar yaitu 6,2 ton per hektar dibandingkan panen padi organik non-sertifikasi yang hanya sebesar 5,1 ton per hektar. Hal ini disebabkan oleh penerapan metode SRI pada petani padi organik tersertifikasi lebih baik dibandingkan dengan petani padi organik non-sertifikasi. Tabel 19. Perbandingan Produksi dan Produktivitas Panen Padi Organik Antara Petani Padi Organik Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi Setara Gabah Kering Giling GKG pada Periode Agustus 2009-Agustus 2010 Hasil Panen Padi Organik GKG Satuan Petani Padi Organik Tersertifikasi Petani Padi Organik Non- Sertifikasi Per Tahun Kg 120.740,00 110.450,00 Per Musim Panen Tiga Musim Panen Kg 40.246,70 36.816,70 Luas Lahan Padi Ha 6,49 7,22 Produktivitas Padi per Hektar kg per Tahun Kg 18.609,00 15.291,00 Produktivitas Padi per Hektar kg per Musim Kg 6.203,20 5.097,10

6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik

Analisis pendekatan usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya menggunakan pendekatan perhitungan penerimaan dan biaya usahatani per hektar per tahun. Dalam satu tahun pada umumnya petani di Kabupaten Tasikmalaya terdapat tiga musim panen padi organik, yaitu bulan April, Agustus dan Desember. Kemudahan mendapatkan aliran air irigasi menjadikan mayoritas 77 daerah di Tasikmalaya dapat menanam dalam tiga musim tanam. Harga gabah organik yang dibeli dari petani baik gabah organik tersertifikasi maupun non- sertifikasi dalam periode satu tahun ini cenderung terus meningkat. Namun, harga gabah organik tersertifikasi lebih mahal dibandingkan gabah non-sertifikasi. Analisis usahatani yang dilakukan dalam penelitian ini ditetapkan petani responden sebanyak 16 orang petani padi organik tersertifikasi dan 16 orang petani padi organik non-sertifikasi. Konsep yang diacu dalam analisis ini adalah konsep pendapatan atas biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai untuk melakukan kegiatan usahatani padi organik. Sedangkan biaya total merupakan biaya tunai ditambah dengan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan memiliki arti seluruh biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan usahatani dalam bentuk tidak tunai.

6.2.1. Harga Output Usahatani Padi Organik

Harga gabah yang diterima oleh petani padi organik tersertifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan harga gabah yang diterima oleh petani padi organik non-sertifikasi. Harga gabah tersertifikasi relatif tetap dengan kecenderungan meningkat, hal ini dikarenakan adanya kontrak pembelian yang telah disepakati antara Gapoktan Simpatik dengan PT Bloom Agro yang menjadi eksportir beras organik yang berasal dari Kabupaten Tasikmalaya. Kontrak pembelian ini diperbaharui setiap enam bulan sekali. Harga gabah kering giling organik petani untuk varietas padi kelas medium seperti Sintanur, Situbagendit, Ciherang, dan IR 64 berkisar antara Rp 3750,00 hingga Rp 4.000,00 per kilogram, sedangkan untuk varietas kelas premium seperti beras hitam dan beras merah putih berkisar antara Rp 4.200,00 hingga Rp 4.500,00 per kilogram. Walaupun harga yang dipatok tinggi ternyata terdapat petani padi organik tersertifikasi tidak menjual hasil panennya ke Gapoktan Simpatik melainkan ke tengkulak. Hal ini disebabkan pada saat panen petani membutuhkan hasil pembelian gabah secara cepat untuk persiapan musim tanam berikutnya, sedangkan di sisi lain kemampuan finansial Gapoktan Simpatik terbatas sehingga tidak mampu menyerap semua gabah organik hasil panen petani. Keterbatasan kemampuan finansial Gapoktan Simpatik disebabkan pembayaran 78 oleh PT Bloom Agro akan dilaksanakan pada saat gabah tersebut sudah menjadi beras dan telah dikemas sesuai pesanan. Padahal proses untuk mengolah gabah menjadi beras dan dikemas sesuai pesanan membutuhkan waktu kurang lebih tiga minggu. Kondisi penjualan hasil panen padi organik kepada tengkulak terjadi juga pada padi organik non-sertifikasi bahkan dalam jumlah yang lebih besar. Dari 16 orang responden petani padi organik non-sertifikasi terdapat lebih dari 50 persen tepatnya sembilan responden menjual gabah hasil panen dengan standar harga gabah konvensional. Harga yang dipatok untuk gabah konvensional varietas medium seperti Sintanur, Situbagendit, Ciherang, dan IR 64 berkisar Rp.2.500,00 hingga Rp. 2.700,00 per kilogram. Sedangkan, untuk gabah kering giling organik non-sertifikasi dijual melalui makelar yang sebagian besar juga merupakan anggota Internal Control System ke pabrik beras yang berasal tidak hanya dari daerah sekitar tetapi juga berasal dari luar Kabupaten Tasikmalaya. Harga gabah kering giling organik non-sertifikasi varietas medium seperti Sintanur, Situbagendit, Ciherang, dan IR 64 berkisar Rp 3.200,00 hingga Rp 3.500,00 per kilogram.

6.2.2. Penerimaan Usahatani

Perhitungan penerimaan usahatani diperoleh dari perkalian antara total produk gabah organik yang terjual dengan harga rata-rata yang diterima petani, sehingga didapatkan nilai rupiah penerimaan usahatani yang diperoleh petani. Tabel 20 menunjukan tingkat penerimaan usahatani berdasarkan rata-rata jumlah produksi dan harga gabah organik pada petani padi organik tersertifikasi dan padi organik non-sertifikasi per hektar dalam jangka waktu satu tahun pada periode Agustus 2009 hingga Agustus 2010. 79 Tabel 20. Penerimaan Usahatani Padi Oganik per Hektar periode Agustus 2009 – Agustus 2010 Keterangan Kelompok Petani Petani Padi Organik Tersertifikasi Petani Padi Organik Non-Sertifikasi Jumlah Produksi Setara GKG Musim Tanam I 5.497,60 kg 4490,00 kg Musim Tanam II 6.477,60 kg 4540,00 kg Musim Tanam III 5.954,10 kg 3982,70 kg Harga Musim Tanam I Rp. 3.750,00 Rp. 3250,00 Musim Tanam II Rp. 3.800,00 Rp. 3225,00 Musim Tanam III Rp. 3.900,00 Rp. 3500,00 Total Penerimaan Rp. 68.451.870,00 Rp. 43.173.450,00 Keterangan : Musim Tanam I : Agustus - Desember Musim Tanam II : Desember - April Musim Tanam III : April - Agustus Berdasarkan Tabel 20, dapat diketahui bahwa penerimaan hasil panen padi organik per hektar petani padi organik tersertifikasi lebih besar dibandingkan dengan petani padi organik non-sertifikasi. Perbedaan ini disebabkan perbedaan harga gabah petani padi organik tersertifikasi lebih tinggi dibanding harga gabah petani padi organik non-sertifikasi. Di samping hal tersebut, produksi panen padi organik tersertifikasi memiliki rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi panen padi organik non-sertifikasi.

6.2.3. Biaya Usahatani

Biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua bagian antara lain biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani organik di Kabupaten Tasikmalaya meliputi biaya pembelian bibit, pembuatan pupuk organik, pembuatan MOL, pembuatan pestisida organik, dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan biaya diperhitungkan yang dikeluarkan petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari biaya penyusutan alat pertanian, biaya sewa atau imbangan penggunaan lahan, pembayaran PBB, iuran irigasi sawah, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. 80 Tabel 21. Biaya Tunai Usahatani Padi Organik Tersertifikasi per Hektar per Tahun Periode Agustus 2009-Agustus 2010 Keterangan Jumlah musim Jumlah tahun Satuan Harga Satuan Rp Total Rp Biaya tunai Bibit 15 45 Kg 6.000 270.000 Pupuk Organik 7.421.475 MOL Semprot 10 30 Liter 10.000 300.000 Pestisida Nabati 24 2 Liter 10.000 720.000 Tenaga kerja luar keluarga a. Persiapan tanam persemaian b. Pengolahan lahan - Traktor 700 2.100 Bata 1.250 2.625.000 - Orang 33 99 HKP 45.000 4.455.000 c. Tanam dan salam termasuk mencabut bibit 18 54 HKW 30.000 1.620.000 d. Penyiangan 18 54 HKW 30.000 1.620.000 e. Pemupukan 2 6 HKP 45.000 270.000 f. Pengendalian hama dan penyakit g. Pemantauan Tanaman h. Panen 24 72 HKW 30.000 2.160.000 i. Penjemuran 5 15 HKW 30.000 450.000 j. Pengangkutan 5 15 HKP 45.000 675.000 Total biaya tunai 22.586.475 Tabel 21 menunjukkan nilai biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi organik tersertifikasi per hektar per tahun periode Agustus 2009 hingga Agustus 2010 sebesar Rp 22.940.143,75. Biaya tunai tersebut terdiri dari biaya bibit sebesar Rp 270.000,00, pupuk organik sebesar Rp 7.421.475,00, mol semprot Rp 720.000,00, biaya tenaga luar keluarga sebesar Rp 18.750.000,00, biaya irigasi sebesar Rp 113.062,00, iuran desa sebesar Rp 116.737,50, serta Pajak Bumi dan Bangunan PBB sebesar Rp 123.868,75. Sedangkan Tabel 22 memperlihatkan nilai total biaya diperhitungkannya sebesar Rp 21.052.244,79. Adapun perincian biaya penyusutan alat produksi sebesar Rp 507.057,00, sewa lahan biaya 81 imbangan penggunaan lahan sebesar Rp 8.620.188,00, serta biaya tenaga kerja dalam keluarga Rp 11.925.000,00. Tabel 22. Biaya yang Diperhitungkan Usahatani Padi Organik Tersertifikasi per Hektar per Tahun Periode Agustus 2009 – Agustus 2010 Keterangan Jumlah Musim Jumlah tahun Satuan Harga per SatuanRp Total Rp Biaya yang diperhitungkan Penyusutan 507.057 Sewa lahan biaya imbangan 8.620.188 Iuran irigasi beli air 113.063 Iuran desa 116.738 PBB 123.869 Tenaga kerja keluarga a. Persiapan tanam persemaian 3 9 HKP 45.000 405.000 b. Pengolahan lahan 3 9 HKP 45.000 405.000 c. Tanam dan salam termasuk mencabut bibit 10 30 HKW 30.000 900.000 d. Penyiangan 6 18 HKW 30.000 540.000 e. Pemupukan 6 18 HKP 45.000 810.000 f. Pengendalian hama dan penyakit 3 9 HKP 45.000 405.000 g. Pemantauan Tanaman 56 168 HKP 45.000 7.560.000 h. Panen 3 9 HKW 30.000 270.000 i. Penjemuran 4 12 HKW 30.000 360.000 j. Pengangkutan 2 6 HKP 45.000 270.000 Total biaya yang diperhitungkan 21.405.914 Berdasarkan penjumlahan biaya tunai usahatani padi organik Tabel 21 dan biaya yang diperhitungkan usahatani padi organik Tabel 22, maka biaya total yang dikeluarkan petani pemilik lahan per hektar per tahun periode Agustus 2009 hingga Agustus 2010 sebesar Rp 43.992.388,54. 82 Tabel 23. Biaya Tunai Usahatani Padi Organik Non-Sertifikasi per Hektar per Tahun Periode Agustus 2009 –Agustus 2010 Keterangan Jumlah musim Jumlah tahun Satuan Harga per Satuan Rp Total Rp Biaya tunai Bibit 20 60 Kg 6000 360.000 Pupuk Organik 3.584.938 MOL Semprot 5 15 Liter 10000 150.000 Pestisida Nabati 11 33 Liter 10000 330.000 Tenaga kerja luar keluarga a. Persiapan tanam persemaian 2 6 HKP 45000 270.000 b. Pengolahan lahan - Traktor 700 2100 bata 1250 2.625.000 - Orang 32 96 HKP 45000 4.320.000 c. Tanam dan salam termasuk mencabut bibit 23 69 HKW 30000 2.070.000 d. Penyiangan 10 30 HKW 30000 900.000 e. Pemupukan 5 15 HKP 45000 675.000 f. Pengendalian hama dan penyakit 2 6 HKP 45000 270.000 g. Pemantauan Tanaman h. Panen 24 72 HKW 30000 2.160.000 i. Penjemuran 4 12 HKW 30000 360.000 j. Pengangkutan 5 15 HKP 45000 675.000 Total Biaya Tunai 18.749.938 Tabel 23, menunjukkan disisi lain petani padi organik non-sertifikasi mengeluarkan biaya tunai per hektar per tahun periode Agustus 2009 hingga Agustus 2010 sebesar Rp 19.111.525,00. Adapun perincianya adalah biaya bibit Rp 360.000, biaya pupuk organik Rp 3.584.938,00, MOL semprot Rp 150.000,00, pestisida nabati Rp 330.000,00, biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp 14.325.000,00, iuran irigasi sebesar Rp 115.000,00, iuran desa sebesar Rp 101.900,00, serta Pajak Bumi dan Bangunan PBB sebesar Rp 144.687,00. 83 Tabel 24. Biaya yang Diperhitungkan Usahatani Padi Organik Non-Sertifikasi per Hektar per Tahun Periode Agustus 2009 – Agustus 2010 Keterangan Jumlah musim Jumlah tahun Satuan Harga per Satuan Rp Total Rp Biaya yang diperhitungkan Penyusutan 577.495 Sewa lahan biaya imbangan 6.751.563 Iuran irigasibeli air 115.000 Iuran desa 101.900 PBB 144.688 Tenaga kerja keluarga a. Persiapan tanampersemaian 4 12 HKP 45.000 540.000 b. Pengolahan lahan 6 18 HKP 45.000 810.000 c. Tanam dan salam termasuk mencabut bibit 2 6 HKW 30.000 180.000 d. Penyiangan 3 9 HKW 30.000 270.000 e. Pemupukan 4 12 HKP 45.000 540.000 f. Pengendalian hama dan penyakit 3 9 HKP 45.000 405.000 g. Pemantauan Tanaman 20 60 HKP 45.000 2.700.000 h. Panen 6 18 HKW 30.000 540.000 i. Penjemuran 3 9 HKW 30.000 270.000 j. Pengangkutan 1 3 HKP 45.000 135.000 Total Biaya yang Diperhitungkan 14.080.645 Nilai pengeluaran biaya yang diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani padi organik non-sertifikasi seperti yang ditunjukan Tabel 24 adalah sebesar Rp 13.719.057,29. Adapun perincian biaya yang diperhitungkan yaitu biaya penyusutan Rp 577.495,00, biaya sewa lahan biaya imbangan penggunaan lahan Rp 6.751.563,00, serta biaya tenaga kerja dalam keluarga sebesar Rp 6.390.000,00. Sehingga penjumlahan biaya tunai Tabel 23 dan biaya yang diperhitungkan Tabel 24 yang dikeluarkan petani padi organik non-sertifikasi 84 menghasilkan total biaya per hektar per tahun yang dikeluarkanya adalah sebesar Rp 32.830.582,29. Perbedaan nilai baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan antara dua kelompok petani sangat signifikan. Pengeluaran dua kelompok biaya tersebut pada petani padi organik tersertifikasi lebih besar dibandingkan dengan petani padi organik non-sertifikasi. Pada pengeluaran biaya tunai petani padi organik tersertifikasi mengeluarkan lebih besar dibanding pada padi organik non- sertifikasi karena terutama dipengaruhi pada biaya pembuatan pupuk dan pestisida organik dimana petani padi organik tersertifikasi menggunakanya lebih banyak dibanding dengan petani padi organik non-sertifikasi. Selanjutnya pada pengeluaran biaya yang diperhitungkan perbedaan terjadi terutama dipengaruhi pada penggunaan tenaga kerja keluarga dimana petani padi organik tersertifikasi lebih banyak dibanding petani padi organik non-sertifikasi. Secara umum pengeluaran petani padi organik tersetifikasi lebih besar dibandingkan dengan petani padi organik non-sertifikasi karena telah menerapkan metode SRI System of Rice Intensification secara lebih baik.

6.2.4. Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani mengacu pada konsep pendapatan atas biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan sehingga pendapatan usahatani padi organik terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan usahatani atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan total dengan pengeluaran tunai. Sedangkan pendapatan usahatani atas biaya total diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran total. Sehingga, kegiatan usahatani akan dikatakan menguntungkan apabila selisih antara penerimaan dan pengeluaran bernilai positif. Pendapatan usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya digolongkan menjadi dua yaitu petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non- sertifikasi. Jumlah responden petani padi organik tersertifikasi berjumlah 16 orang dan 16 orang pada petani padi organik non-sertifikasi. Perbandingan pendapatan usahatani padi organik tersertifikasi dapat dilihat pada Tabel 25. 85 Tabel 25. Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik Tersertifikasi dan Petani Padi Organik Non-Sertifikasi Keterangan Petani Padi Organik Tersertifikasi Petani Padi Organik Non-Sertifikasi PenerimaanPendapatan Rp 68.451.870,00 Rp 43.173.450,00 Biaya Tunai Rp 22.586.475,00 Rp 18.749.938,00 Biaya yang Diperhitungkan Rp 21.405.914,00 Rp 14.080.645,00 Total biaya Rp 43.992.389,00 Rp 32.830.582,00 Pendapatan atas biaya tunai Rp 45.865.395,00 Rp 24.423.513,00 Pendapatan atas biaya total Rp 24.459.481,00 Rp 10.342.868,00 Pada Tabel 25 pendapatan atas biaya tunai per hektar per tahun Periode Agustus 2009-Agustus 2010 untuk petani padi organik tersertifikasi sebesar Rp 45.865.395,00 dan sebesar Rp 24.459.481,00 pendapatan atas biaya total. Nilai pendapatan atas biaya tunai dan biaya total bernilai positif, maka usahatani padi organik yang dilakukan oleh petani padi organik tersertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya menguntungkan. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai per hektar per tahun periode Agustus 2009-Agustus 2010 petani padi organik non- sertifikasi sebesar Rp 24.061.925,00 dan sebesar Rp 10.342.868,00 pendapatan atas biaya total. Nilai pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang bernilai positif maka usahatani padi organik petani padi organik non- sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya menguntungkan. Pendapatan atas biaya tunai per hektar per tahun periode Agustus 2009- Agustus 2010 petani padi organik tersertifikasi lebih besar dibandingkan petani padi organik non-sertifikasi. Hal yang sama terlihat juga pada perhitungan pendapatan atas biaya total per hektar per tahun periode Agustus 2009-Agustus 2010 petani padi organik tersertifikasi lebih besar dibanding padi organik non- sertifikasi. Perbedaan yang signifikan ini dipengaruhi oleh tingginya harga jual gabah organik hasil panen petani padi organik tersertifikasi dibandingkan dengan petani padi organik non-sertifikasi, walaupun total biaya per hektar per tahun yang dikeluarkannya lebih besar. 86

6.3. Analisis RC Rasio

Analisis RC rasio usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya dibedakan berdasarkan status sertifikasi yaitu petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-sertifikasi. Hasil perhitungan RC rasio atas biaya tunai untuk usahatani padi organik tersertifikasi adalah 3,03, sedangkan 2,30 untuk petani padi organik non-sertifikasi. Besarnya nilai 3,03 pada petani padi organik non-sertifikasi memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai dalam usahatani padi organik sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,03. Seperti halnya pada usahatani padi organik tersertifikasi, nilai 2,30 untuk usahatani padi organik non-sertifikasi memiliki arti setiap Rp 1,00 pengeluaran tunai usahatani padi organik akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,30. Hasil analisis rasio pendapatan atas biaya total untuk usahatani padi organik tersertifikasi dan usahatani padi organik non-sertifikasi masing-masing adalah 1,56 dan 1,32. Nilai 1,56 pada usahatani padi organik tersertifikasi memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total pada usahatani padi organik sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan usahatani sebesar Rp 1,56. Begitu juga pada pada usahatani padi organik non-sertifikasi, nilai 1,32 memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total usahatani padi organik non-sertifikasi sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan usahatani sebesar Rp 1,32. Hal ini berarti bahwa kegiatan usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat dalam periode satu tahun selama Agustus 2009 - Agustus 2010 mampu memberikan keuntungan bagi petani padi organik tersertifikasi dan padi organik non-sertifikasi. Penerimaan, biaya, pendapatan, dan RC rasio usahatani padi organik petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-sertifikasi per hektar per tahun periode Agustus 2009-Agustus 2010 dapat dilihat pada Tabel 26. 87 Tabel 26. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan RC Rasio Usahatani Padi Organik per Hektar per Tahun Periode Agustus 2009-Agustus 2010 Komponen Petani Padi Organik Tersertifikasi Petani Padi Organik Non-Sertifikasi Penerimaan Rp 68.451.870 43.173.450 Biaya Tunai Rp 22.586.475 18.749.938 Biaya Diperhitungkan Rp 21.405.914 14.080.645 Biaya Total Rp 43.992.389 32.830.582 Pendapatan Tunai Rp 45.865.395 24.423.513 Pendapatan Total Rp 24.459.481 10.342.868 RC atas Biaya Tunai 3,03 2,30 RC atas Biaya Total 1,56 1,32 Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui bahwa RC rasio atas biaya tunai dan RC rasio atas biaya total petani padi organik tersertifikasi lebih tinggi dibandingkan RC rasio atas biaya tunai dan RC rasio atas biaya total petani padi organik non-sertifikasi, walaupun biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi organik lebih tinggi. Perbedaan ini terjadi karena harga yang diterima oleh petani padi organik tersertifikasi lebih besar dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani padi organik non-sertifikasi. Sehingga sertifikasi padi organik akan meningkatkan pendapatan yang diperoleh petani. Meskipun demikian, hal ini berarti bahwa petani padi organik tersertifikasi maupun petani padi organik non- sertifikasi sama-sama menguntungkan karena nilai RC rasio lebih besar dari satu, sehingga baik petani padi organik tersertifikasi maupun petani padi organik non- sertifikasi mendapatkan insentif yang mampu mempertahankan kesinambungan usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya. 88 VII ANALISIS TATANIAGA BERAS ORGANIK

7.1. Saluran dan Lembaga Tataniaga Beras Organik