Pembangunan dan perubahan sikap masyarakat

ironis lagi adalah suatu kenyataan bahwa selain telah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran, pembangunan sumberdaya kelautan masih belum dapat mengangkat sebagian besar penduduk yang mendiami kawasan pesisir dari kemiskinan, baik di KTI maupun di Kawasan Barat Indonesia KBI. Padahal kenyataan membuktikan bahwa kemiskinan seringkali memaksa manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya kelautan dengan cara-cara yang dapat merusak kelestariannya, sekedar untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling mendasar, yaitu pemenuhan pangan. Penambangan batu karang, penggunaan bahan peledak atau racun untuk menangkap ikan karang, pembabatan mangrove selain dilakukan oleh kelompok manusia serakah, juga seringkali oleh penduduk yang karena kemiskinan absolute atau tidak mengerti tentang bahaya kerusakan lingkungan, terpaksa melakukannya. Dengan demikian kerusakan lingkungan bukan saja disebabkan oleh industrialisasi dan laju pembangunan yang pesat, tetapi juga oleh kemiskinan. Jika ditinjau dari sumber kejadiannya, jenis-jenis kerusakan lingkungan tersebut ada yang berasal dari luar sistem wilayah pesisir dan ada yang berlangsung dalam wilayah pesisir itu sendiri. Pencemaran dapat berasal dari limbah yang terbuang dari berbagai kegiatan pembangunan seperti tambak, perhotelan dan permukiman serta industri yang terdapat di dalam wilayah pesisir; dan juga berupa kiriman dari berbagai kegiatan pembangunan di daerah lahan atas. Sedimentasi atau pelumpuran yang terjadi di perairan pesisir sebagian besar berasal dari bahan sediment di lahan atas akibat penebangan hutan dan praktek pertanian yang tidak mengindahkan konservasi lahan dan lingkungan, yang terangkut aliran air sungai atau limpasan air dan diendapkan di perairan pesisir. Sementara itu, kerusakan lingkungan berupa degradasi fisik habitat pesisir mangrove, padang lamun dan terumbu karang; lebih pungut over exploitation sumberdaya alam; abrasi pantai; konversi kawasan lindung; dan bencana alam, hampir semuanya terjadi di wilayah pesisir. Pencegahan dan rehabilitasi kerusakan lingkungan serta konservasi keanekaragaman hayati merupakan beberapa cara pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Namun demikian sebagaimana di kemukakan oleh Bengen dan Rizal 2003, upaya konservasi dan rehabilitasi lingkungan ini harus mempunyai manfaat ekonomi dan daya tarik tersendiri agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Masyarakat pesisir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pembangunan di wilayah pesisir. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki daerah pesisir yang sangat luas dan diperkirakan 60 dari penduduknya hidup dan tinggal di daerah pesisir. Sekitar 9.621 desa dari 64.439 desa yang ada di Indonesia dapat di ketegorikan sebagai desa pesisir. Mereka ini kebanyakan merupakan masyarakat tradisional dengan kondisi sosial-ekonomi dan latar belakang pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar Supriharyono 2000. Kondisi sosial masyarakat pesisir seperti ini menyebabkan kesulitan tersendiri di dalam pembangunan wilayah pesisir. Pola pengembangan pesisir sebagai bagian dari pola pembangunan berkelanjutan di atas dalam perspektif ekonomi kerangka pikir ekonomi, tujuan ekonomi dapat disederhanakan menjadi pertumbuhan dan efisisensi ekonomi, tujuan ekologis menjadi pengelolaan sumberdaya alam guna pembangunan industri dan tujuan sosial menjadi pengentasan kemiskinan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan tanpa menghilangkan fungsi lingkungan alam serta komunitas masyarakat. Kebijakan pembangunan pesisir untuk mendukung pemerataan pertumbuhan pada prinsipnya menurut Dahuri 2000, meliputi 4 aspek utama yaitu : 1. Aspek teknis dan Ekologis. Aspek teknis dan ekologis dari setiap kegiatan pembangunan dan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan harus memperhatikan tiga persyaratan, yaitu : a keharmonisan spasial, b kapasitas asimilasi daya dukung lingkungan, c pemanfaatan sumberdaya secara berkesinambungan. 2. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya. Aspek ini mensyaratkan bahwa masyarakat pesisir sebagai pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan wilayah pesisir dan lautan harus mendapatkan manfaat besar dari kegiatan pembangunan tersebut. 3. Aspek Sosial dan Politik. Suatu kegiatan pembangunan berkesinambungan khususnya di wilayah pesisir dan lautan hanya dapat dicapai apabila di dukung oleh suasana yang demokratis dan transparan.